Ke Jakarta #10

539 53 12
                                    

Entah kenapa, walau kita baru kenal berasa banget kehilangan.

🌛🌛🌛

Kuta, Badung, Bali.

Angin malam semilir menusuk kulit, riak ombak berkejaran, pohon kelapa bergoyang mengikuti arah angin dan orang - orang yang di pantai ini pun satu persatu mulai meninggalkan tempat ini. Namun lelaki satu ini masih sibuk menyendiri menatap langit yang diramaikan oleh bulan dan bintang. Kemudian matanya beralih ke selembar poto yang ia pegang, ia menatap tajam poto itu yang ternyata sosok perempuan judes dan bawel baginya itu. Maura.

Entah mengapa perasaannya terasa tak karuan, merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Darahnya berdesir dan hatinya bergetar, Rassya pun tertawa pada dirinya sendiri. Ia merasa dirinya aneh.

Ia rindu sosok gadis cerewet dan jutek terhadapnya, baginya itu sebuah ketertarikan dari diri Maura. Dia juga sosok perempuan yang memiliki karakter seperti ibunya, yang membuat Rassya semakin penasaran dengan diri Maura dan ingin lebih dalam mengenalnya.

Tiba - tiba ada dua insan yang menghampirinya namun sebelumnnya ia belum pernah berjumpa.

"Kok kamu pegang poto Maura?" Tanya Fani kepada Rassya. Rassya bangkit dari duduknya, berusaha berdiri agar sejajar dengan dua orang itu.

"Oh ya, Maura mana ya. Udah lama saya tidak lihat." Celoteh Adit.

"Maura balik ke Jakarta dan poto ini gue temuin di kontrakan bekas Maura, potonya jatuh." Jawab Rassya sekenanya.

Fani beroh ria, menatap lelaki di depannya wajahnya berubah sesaat menjadi khawatir. Kemudian lelaki itu mengambil ponsel yang ada disakunya dan mengetik sebuah nomor lalu menelponnya.

Tut.. Tutt...

"Kenapa?" Tanya Fani bingung.

"Telepon Maura mati," Jawab Rassya.

"Perasaan gue gak enak, takut terjadi apa - apa sama dia." Lanjutnya.

Adit tampak berpikir keras setelah mendengar ucapan Rassya. Entah mengapa dirinya juga merasakan hal seperti lelaki itu, takut terjadi sesuati dengan Maura.

"Gimana kalo kita ke Jakarta?" Usul Adit.

"Kita gak tau tempat Maura, Dit." Sambar Fani.

"Gue tau, oke gue setuju. By the way kita belum kenalan, gue Rassya." Kata Rassya seraya mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Kemudian Adit dan Fani pamit dengan Rassya untuk pulang karena sudah larut malam dan langit pun mulai gelap menandakan akan turunnya hujan. Esok hari mereka akan datang ke Jakarta untuk mencari dan bertemu Maura untuk melihat keadaan gadis itu yang sebenarnya.

*
Titt.. Titt.. Titt..

Electrocardiography atau biasa di sebut alat pendeteksi detak jantung itu berbunyi meramaikan ruangan ICU dimana tempat Maura koma. Dibalik ruangan itu, Kirana menangis menyesali perbuatan dirinya dan suaminya, andai saja mereka tidak bertengkar dan berdebat dengan membawa kata "Cerai". Mungkin putrinya saat ini masih baik - baik saja, bahkan ia bisa memeluk gadis itu karena sudah lama tidak bertemu.

Sedangkan Farhan menjambaki rambutnya karena menyesali perbuatannya. Ia melakukan itu semua diluar dugaan, emosi terlalu menguasai dirinya. Ia benar - benar khilaf. Sejujurnya ia masih mencintai Kirana yang kini sudah berstatus mantan istrinya itu, dirinya sendiri pun kecewa dengan diri sendiri.

Farhan takut Maura parah atau bahkan tidak akan sempurna lagi seperti manusia pada umumnya. Ia sadar, ini semua karena keegoisannya. Selama ini dirinya selalu melarang putrinya untuk berpacaran dengan Rio, bahkan hingga akhir hayat Rio pun Maura dikurung.

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang