Manusia Munafik #16

418 30 6
                                    

Sahabat itu nggak mungkin nusuk kita dari belakang, kalo ada sahabat yang seperti itu, dia termasuk manusia munafik.

👭👭

Saat ini, Maura sedang berada di kantor polisi. Ia ingin melaporkan semuanya kepada polisi tentang semua yang kemarin terjadi. Ia memang sudah bersumpah, kan, untuk membalaskan semua dendamnya?

Namun Maura tidak memberitahu ini semua kepada Ibunya, ia takut menambah beban pikiran Kirana. Ia harus tetap terlihat tersenyum di depannya, terpaksa ia berbohong. Ia melakukannya demi Ibunya. Harta satu-satunya. Kebahagiaan satu-satunya.

Air matanya tiba-tiba menetes begitu saja saat ia menjelaskan semua kronologi kepada pak polisi, pak polisi saja sampai kualahan saat menenangkan gadis itu. Tapi perlahan ia menguatkan dirinya agar semuanya cepat selesai.

"Pak, kemarin malam saya menolong seorang ibu-ibu karena sedang kecopetan.." Ucap Maura pelan.

"lalu saat saya datang dan menolongnya, malah saya yang dibawa sama ketiga pencopet itu dan saya di bawa ke sebuah bangunan tua.." Lanjutnya, kemudian air mata itu terjatuh lagi. Ia sebenarnya malu untuk menceritakan kejadiannya kepada polisi. Karena harga dirinya terasa sudah direndahkan oleh para pencopet itu.

Maura benar-benar benci mereka.

"terus saya di bawa ke suatu ruangan dan dia mencoba untuk memperkosa saya, pak." Lirih Maura. Kemudian seketika ia menjadi histeris mengingatnya. Sungguh tidak terima dirinya sudah dilecehkan.

Polisi lainnya menenangkan diri Maura dan meyakinkan akan mengusut laporan ini dan akan menangkap para pelaku. Memang tugas polisi itu mengayomi dan melindungi masyarakan, kan?

Maura di beri segelas air putih oleh salah satu polisi wanita disana guna memberi ketenangan , kemudian ia meminumnya. Ia berterima kasih kepada para polisi disini dan perasaanya kini terasa sedikit lebih lega.

Setelah semua urusan telah selesai, ia pamit dan berjabat tangan dengan polisi-polisi disana. Ia berharap, polisi dapat menangkap para pelaku itu dan memenjarakannya sesuai perbuatannya.

"Gimana rasanya?" Tanya seorang perempuan, suaranya sangat Maura kenali. Suara yang dimiliki oleh sosok orang terdekatnya.

"Raina?" Tanya Maura tak percaya. Ia mengembangkan senyumannya saat melihat sahabatnya itu. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu, dikarenakan memang Raina tidak ada kabar.

Sedetik kemudian, Maura melunturkan senyumannya itu. Ia mulai berpikir untuk mencerna pertanyaan Raina kepadanya. Kenapa pertanyaannya aneh ya?

"Ma-maksud lo, Raina?" Tanya Maura memastikan.

Raina tersenyum miring, kemudian ia menarik tangan Maura untuk menjauhi kantor polisi dan membawanya ke taman yang sepi. Maura bingung kenapa tiba-tiba sahabatnya itu terlihat berbeda, tidak sehangat dulu. Setelah sampai di taman, Maura di dorong ke kursi taman.

Raina melipat kedua tangannya, "Lo nggak ngerti maksud gue?" Tanya Raina memastikan. Maura mengangguk.

Raina mendekatkan dirinya dengan Maura lalu menatapnya tajam membuat gadis itu bergidik. Dirinya merasa, sahabatnya bukanlah yang dulu. Sosok sahabatnya telah hilang.

"Gue seneng, karena rencana gue berhasil." Kata Raina. Sedangkan Maura menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya 'Seneng kenapa?'.

"Gue seneng karena berhasil ngancurin kebahagiaan lo." Jelas Raina dengan senyum miringnya.

Mata Maura membelalak, jantungnya menjadi berdegup lebih cepat dan keringat dingin mulai bercucuran. Ia kaget sekaligus takut, sikap sahabatnya benar telah berubah. Tak ada sosok hangat dalam dirinya, terpancar jelas dari mata Raina menunjukkan dirinya dendam.

"Gue yang udah buat Rio mati karena gue tau kalo Rio telat minum obat akan fatal akibatnya. Jadi gue sengaja ngambil obat Rio saat kalian ingin renang. Dan gue yang udah buat elo diculik. Gampang juga ya nge-begoin elo." Bisiknya lalu tertawa sinis.

Maura benar-benar tidak menyangka, kenapa semuanya menjadi seperti ini? Mengapa semuanya baru terungkap? Ia benar-benar tak percaya yang telah dilakukan Raina.

"Satu lagi, gue yang buat bokap lo buat nggak suka sama Rio!"

Cukup! Kini hati Maura benar-benar tersayat karena perbuatan sahabatnya sendiri. Sahabat yang sudah ia anggap seperti kakaknya, yang sudah ia sayangi malah menusuknya dari belakang. Ia kecewa. Kecewa dengan perbuatan Raina, mantan sahabatnya itu.

Manusia munafik? Ya. Sebutan ini sangat cocok untuk Raina. Mantan sahabat Maura yang menusuk dari belakang.

Orang jahat yang bertopeng baik ternyata ada juga di sekitar Maura. Dirinya benar-benar shock. Jadi ini alasan mengapa Ayahnya tak menyetujui hubungannya dengan Rio. Jadi ini alasannya Rio meninggal dan ini alasannya para pencopet itu menculik dirinya. Benar-benar Raina wanita licik.

Plak.

"Dasar bejat! Dasar pembunuh!" Teriak Maura marah. Wajahnya memerah menahan emosi, ingin sekali ia membalaskan semua kejahatan Raina kepadanya.

"Ha ha ha," Hanya tawa yang dapat ia keluarkan dari mulut Raina. Cuma itu. Sepertinya Raina sudah puas telah menghancurkan kebahagiaan Maura.

"Orang yang selama ini gue bangga-banggain, orang yang selama ini gue percayaain, malah nusuk dari belakang. Licik! Lo nggak pantes dijadikan sahabat!" Teriak Maura lagi, air matanya kini benar-benar tak bisa di tahan lagi.

Raina hanya tertawa sinis melihat Maura emosi, dirinya telah puas. Urusannya telah selesai. Dendamnya kini telah terbalaskan. Sama-sama tidak merasakan kebahagiaan dan selalu merasa kesakitan hati.

Hujan tiba-tiba turun deras membasahi bumi, seolah tau ada manusia di bumi yang sedang bersedih. Maura menjambak rambutnya sendiri, ia benar-benar frustasi dengan semua kejadian yang disebabkan oleh Raina. Ia kecewa.

Bagaimana jika kamu yang ditusuk dari belakang oleh sahabatmu? Bagaimana jika kamu memiliki sahabat licik seperti Raina? Apakah kamu akan memaafkannya? Apakah kamu akan tetap menganggapnya sahabat?

Tapi Maura tak akan memaafkannya dan menganggapnya sahabatnya lagi. Baginya perlakuan Raina kepadanya sudah sangat fatal. Mulai detik ini, ia membenci Raina dan tak akan mau mengenalnya lagi.

Sekali lagi Maura melayangkan tamparan kepada Raina. Sedangkan Raina hanya tersenyum kemenangan, tidak ada pemberontakan. Dirinya sudah puas. Terserah Maura mau membencinya atau apa. Yang jelas seperti yang sudah dibilang, terserah mau dibenci atau apa.

Kemudian Maura berlari kesembarang arah, terserah kemana kakinya membawanya pergi. Yang jelas ia sudah muak melihat Raina, ia benci. Maura benci!

***

"Gue pikir, Raina itu bener-bener polos. Ternyata..." Kata Maura yang kini masih tak habis pikir dengan perlakuan mantan sahabatnya itu.

Kini persahabatannya dengan Raina telah hancur, hancur bersama kepingan-kepingan kebencian. Bintang yang paling bersinar yang selalu menemani bulan dimalam hari telah menghilang, pergi meninggalkan bulan.

Selama ini, dirinya salah menganggap sahabat itu benar ada, yang nggak akan nyakitin satu sama lain dan saling menjaga. Tapi nyatanya? Sekarang ia percaya kata-kata Amira---temannya sewaktu masa SMA---, 'Nggak ada di dunia ini yang namanya sahabat, jangan gampang percaya.'

Tapi dulu Maura malah menertawakan dan meremehkan pesan Amira, ia malah pernah berpikir bahwa temannya itu lah yang terlalu pendiam atau introvert sehingga tak memiliki sahabat. Kini ia sadar, ia percaya. Ia menyesal telah mengabaikan pesan temannya itu.

Sebaik-baiknya seorang teman, pasti dia memiliki rasa cemburu atau iri kepada kita dengan apa yang kita miliki tetapi yang ia tidak miliki.

"Kenapa semuanya jadi begini? Gue jadi terlanjur membenci papa, padahal papa di pengaruhi Raina. Gue nyesel pernah kenal sama lo, Raina!" Ucap Maura sambil menekankan kalimat terakhir.

Matanya memerah, tangannya terkepal tanda emosinya telah memuncak. Satu tinjuan melayang ke arah pohon yang ada di depannya, guna melampiaskan semua keamarahannya.

*****
Edited 👑

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang