Kenyataan Pahit #17

411 28 4
                                    

Gadis cantik yang masih asyik di dalam bunga tidurnya terlihat sangat pulas. Ia tampak kelelahan dari raut wajahnya yang menanggung beban, semua masalahnya sejenak ia lupakan dengan cara tidur.

Gadis itu masih berkelana dalam mimpinya, garis lengkung di wajahnya tercetak jelas bahwa ia sedang bahagia dengan mimpi tidurnya. Kirana tersenyum kecil, tadinya ia ingin membangunkan anaknya. Tapi ia tidak tega, jadilah ia membiarkan Maura tetap tidur dengan pulas.

Drrrtt drrrtt..

Ponsel Maura yang berada diatas nakas berdering, ada seseorang yang menelponnya. Namun Maura tidak mendengar suara dering ponselnya, benar-benar menikmati tidurnya.

Sedangkan di sebrang telpon sana hanya berdecak, sebal karena telponnya belum di jawab juga dengan Maura. Lelaki itu Rassya ---lelaki yang kini mulai merasakan cinta kepada Maura---, sejak pertama kali mereka berjumpa Rassya tak henti-hentinya mengingat gadis itu. Hatinya berdegup kencang, seakan hatinya berkata 'Aku menyukainya'.

Tapi Rassya tepis pikiran tersebut saat itu, karena ia masih bingung dengan perasaannya pada gadis lain. Gadis yang pernah ada dalam hidupnya, seseorang yang membuat diri Rassya menjadi lebih berwarna dan seseorang itulah yang membuat hati Rassya terluka. Seakan trauma akan cinta.

Rassya menggeleng keras, ia menyadarinya untuk apa ia masih memikirkan orang yang sudah menyakitinya.

"Pasti Maura belum bangun, kebo emang." Celetuk Rassya saat panggilan ke lima juga belum di jawab oleh Maura.

Drrtt.. Drrtt..

Panggilan keenam, Maura menggeliat di atas kasurnya. Tidurnya seolah terganggu oleh suara ponselnya, kini tangannya meraba-raba nakas yang di sebelahnya itu.

"Ya, halo siapa nih?" Tanya Maura tanpa melihat layar ponselnya untuk mengetahui siapa nama penelpon.

"Hahaha,"

Maura terkejut mendengar suara tawa lelaki di sebrang telepon sana, kemudian ia mengecek siapa nama penelpon itu.

Rassya.

"Apaan sih pagi-pagi telpon? Berisik tau! Masih pagi udah bangunin orang tidur, emang nggak ada kerjaan? Mending sana deh elo bantuin Ibu Indah daripada gangguin gue!!" omel Maura kepada Rassya.

Disebrang telepon sana, Rassya bergidik ngeri. Telinganya ia usap-usap karena suara omelan Maura yang sangat keras sehingga membuat sedikit memekakan telinganya.

"Ya ampun, pasti lo baru bangun, ya, kan? Jujur aja deh!"

"Bodo amat, terserah gue mau baru bangun, kek, mau udah dari tadi, kek, mau apa, kek. Emang ngeribetin elo?"

"Aduhh, Maura. Jadi cewek kalem dikit dong. Pengang kuping gue, astaga naga.."

"Bodo amat, sekarang ngomong ada apa lo telpon gue?!"

"Oke, oke. Gue cuma mau nanya gimana kabar lo sama kabar keluarga lo? Ibu nanyain."

Maura langsung bangkit dari posisi tidurnya, emosinya mulai meluntur mendengar Ibu Indah menanyakan kabarnya. Senyumnya mulai terukir lagi seolah menunjukkan kepada Rassya bahwa ia senang walau Rassya tidak melihatnya.

"Alhamdulillah, gue baik. Nyokap gue juga keadaannya udah sedikit mendingan. Dan bokap gue juga baik-baik aja, kok."

Terdengar dari seberang sana Rassya menghela nafas lega.

"Alhamdulillah juga kalo gitu. Yaudah gitu aja, kalo libur gue mau main ke sana, ya."

"oiya, jangan lupa mandi, bersihin tuh iler. Jorok anak perawan juga!"

MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang