Part 4

384 37 1
                                    

Airin kembali menyesap matcha latte-nya. Tak terasa musim dingin telah tiba. Suhu udara mulai menurun, namun anehnya, salju pertama belum turun.

Airin menghembuskan nafasnya pelan. Menulikan telinganya dari segala hiruk pikuk kota Tokyo yang ramai. Di depan etalase cafe, ia duduk sambil menyeruput matcha latte.

Pikiran Airin dijubeli banyak pertanyaan. Tentang sosok misterius yang sering mengisi pikirannya akhir-akhir ini, Hatake Kakashi. Ia penasaran dengan sikap pria itu yang kadang berubah-ubah dan sulit di tebak. Ponselnya kini bahkan tidak lebih menarik dari gumpalan busa putih di minumannya. Sekali lagi, ia menghela nafas pelan.

"Dia itu ... seperti lautan. Kadang terlihat menyenangkan untuk bermain di sana, namun kadang bahaya mengintai di sana juga." gumamnya pelan.

Airin bahkan tak sadar cheesecake yang dipesannya telah datang. Ia berterima kasih kepada waitres tersebut dan membayar pesanannya. Sesaat setelah waitres itu pergi, Airin kembali terhanyut dalam pikirannya.

Iseng, ia menoleh ke jalan. Entah salah lihat atau memang benar sekarang sosok yang sedari tadi dipikirkannya kini berdiri di tengah banyaknya manusia yang berlalu lalang. Tubuh tinggi dan rambut peraknya terlihat mencolok di tengah keramaian. Ia terpaku sesaat.

Salju pertama pun turun. Entah kenapa Airin merasa semua ini seperti deja vu. Pria itu menatapnya lurus. Sorotnya ... berbeda dari biasanya. Menyiratkan kerinduan dan luka yang mendalam. Airin merasa ia berada di sebuah ruang hampa bersama pria itu. Namun yang tak ia mengerti, mengapa dadanya sesak?

Mengapa ia terluka melihat sorot itu?

Mengapa ia seolah merasakan sakit yang dirasakan pria itu?

Mengapa seolah ada dorongan dari dalam dirinya untuk berlari dan memeluk pria itu?

Perasaan macam apa ini?

Air matanya meleleh tanpa ia sadari. Namun, sosok itu pun berbalik dan hilang di keramaian. Airin beranjak, mencari sosok tinggi dengan rambut perak itu dengan matanya. Namun hasilnya nihil.

Airin kembali duduk di kursinya. Ia menyentuh wajahnya.

"Kenapa aku menangis?"tanyanya pada dirinya sendiri.

Ia cepat-cepat menghapus air matanya dan memakan cheesecake-nya yang tiba-tiba tidak terasa manis.

***

Airin kembali pada kesehariannya di kelas. Melamun sambil menatap keluar jendela. Ia bahkan tak memperhatikan guru matematika-nya yang sedang menerangkan materi. Helaan nafas kembali lolos dari bibirnya.

Drrtt!

Ia terkesiap merasakan ponselnya bergetar. Dengan sembunyi-sembunyi ia membuka ponselnya dan melihat pesan masuk.

Jam istirahat temui aku di lantai teratas gedung ini. Hatake Kakashi.

Ingin rasanya Airin berteriak. Ia tak peduli darimana pria itu mendapat nomornya yang jelas ia ingin mempertanyakan.

Apa maksudnya mengirim kalimat diktator itu?!

Airin menoleh pada Kakashi. Tampak pria itu mengulurkan telunjuknya ke atas. Nafas Airin tercekat ketika sorot itu kembali tertangkap oleh kedua netranya. Ia mengalihkan pandangannya ke bawah dan mulai mengetik sesuatu di ponselnya.

Baguslah, aku juga punya seribu pertanyaan untukmu. Jadi bersiaplah.

***

Tinggal lima pijakan lagi, namun Airin sudah dapat menangkap siluet Kakashi. Ia mempercepat langkahnya, menghampiri pria itu.

Mendadak, suasana menjadi canggung.

"Ehm,"

"Jauhi laki-laki itu!"

Airin tersentak mendengar seruan bernada dingin itu. Mau tak mau ia menatap Kakashi tak percaya.

"Siapa? Siapa laki-laki yang kau maksud?"

Sorot mata Kakashi tajam. Airin merasa ketakutan, namun dengan berani meski gemetar ia tetap menatap iris Kakashi tajam.

Tidak.

Jangan tatapan itu.

Kakashi tidak tahan melihat tatapan gadis itu. Seolah menyadarkannya akan segala kesalahan yang benar-benar fatal dalam hidupnya. Sorot gadis itu, membuatnya ingin terus berada disamping gadis itu dan melindunginya.

"Kabuto. Yakushi Kabuto. Jauhi dia." Ujar Kakashi.

"Apa maksudmu?!"

"Dia ... bukan orang yang bisa dipercaya. Caranya menarik perhatianmu, bukankah harusnya kau curiga?"

Bagaimana dia bisa tahu aku bertemu Yakushi Kabuto semalam?

"Itu saja yang ingin kukatakan." Ujar Kakashi yang berbalik dan melangkah pergi.

"Tunggu!"

Kakashi menghentikan langkahnya. "Aku punya pertanyaan untukmu."

"Aku tidak punya waktu."

"Hanya satu."

Kakashi menghela nafas. "Apa itu?"

"Mengapa semalam kau menatapku seperti itu?"

Selalu saja pertanyaan gadis itu membuatnya tertohok. Ia tidak menjawab dan memilih melangkah pergi.

"Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku! Bahkan pertanyaanku malam itu kau juga belum jawab!"

Kenapa kau menghindariku?

Kakashi menghentikan langkahnya. Ia menoleh.

"Kau tahu juga tidak akan banyak yang berubah."jawabnya cuek kemudian melangkah pergi.

"Hei!"

Side story

"Um, maaf, bolehkah aku menumpang duduk?"

Airin tersentak pelan. Kepalanya mengadah, menatap seorang pria berambut perak yang dikuncir.

"Ah, tentu."

Airin tahu sedikit tentang orang ini. Salah satu anggota klub Karya Ilmiah Remaja, Yakushi Kabuto.

Pria itu duduk sambil terus melempar senyum ke Airin. Membuat Airin waspada.

"Aku sudah memperhatikanmu sejak lama."

"Oh, benarkah?"tanya Airin menyelidik.

"Ya. Kau pasti mengenalku 'kan? Airin?"

"Aku pernah dengar sesuatu tentangmu. Katanya kau jago bikin karya tulis ya?"

Pria itu terkekeh pelan. "Tidak kusangka aku diperhatikan sebegitunya olehmu."

"Ya, salahkan tukang gosip yang selalu mengikutiku kemana-mana."

"Siapa?"

"Um, nanti kau juga tahu. Oh ya, Yakushi-san-"

"Kabuto saja."

"Ah, baiklah, Kabuto, kau tahu aku ingin tahu banyak soal dunia menulis. Maukah kau mengajariku?"

"Memangnya kau bermimpi jadi penulis?"

"Tidak sih, hanya saja sepertinya menyenangkan menulis sesuatu, cerpen misalnya dan menghibur orang lain."

Kabuto terkekeh. "Kau bisa minta bantuanku kapan saja. Ini nomorku."

"Terima kasih. Kalau begitu aku pulang dulu. Sudah kemalaman soalnya."

"Biar kuantar."

"Eh, tidak usah repot." tolak Airin halus.

"Tidak masalah kok."

"Ya sudah."

Airin tidak memperhatikan bahwa sekarang Kabuto tersenyum dengan artian lain.

Mangsa sudah terjebak perangkap.

Tbc

Kakashi Fanfiction : Loving AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang