Bab 19: Seorang Teman?

400 27 0
                                    


Happy Reading :)

Sudah pukul 5 pagi. Dan, Rachel masih belum pulang juga. Aku berjalan mondar mandir. Sungguh, aku merasa tidak tenang sekarang. Apakah dia menginap lagi di rumah temannya. Atau apakah dia kecelakaan. Atau jangan jangan dia diculik oleh pria berhidung belang. Astaga, pikiranku semakin kacau.

Tiba tiba, aku mendengar suara deritan pintu yang terbuka. Aku langsung menghadapkan kepalaku ke arah pintu kayu tersebut.

Aku melihat Rachel yang berjalan maju perlahan lahan sambil memegang ponsel di telinganya dan tertawa ria. Apa lagi ulah anak itu. Tak lama kemudian, Rachel menyimpan ponselnya di saku celana jeansnya. Dan dia mendongak ke arahku.

"Apa yang kau pegang tadi?"tanyaku.

"Handphone!Memang kenapa?"tanyanya balik kepadaku.

"Aku tidak pernah membelikanmu handphone, darimana kamu mendapatkannya?"tanyaku lagi.

"Oh, itu dikasi temanku,"katanya.

"Temanmu memberikanmu handphone?"tanyaku tidak yakin.

Aku rasa tidak mungkin ada teman yang mau memberikan sebuah ponsel dengan ikhlas. Maksudku, ada sesuatu yang aneh.

"Sudah lama dia memberikannya,"kata Rachel.

"Kau membohongiku?"tanyaku.

"Tidak!"serunya sambil berjalan menuju sofa dan duduk di atasnya.

"Dia orang yang cukup kaya, jadi bisa saja dia memberikanku handphone,"kata Rachel lagi.

Aku hanya menyipitkan kedua mataku menatap Rachel dengan tatapan curiga. Saat ini, anak itu sudah membaringkan tubuhnya di atas sofa sambil memejamkan matanya.

-oooo000oooo-

"Memang rupanya anak yang mengincar Dery itu satu sekolah dengan kalian?"tanyaku pada Irza.

Sekarang, kami tengah berjalan memasuki gerbang sekolah Irza. Tentu saja, sekolah ini tak asing lagi bagiku. Aku bahkan hafal hampir semua ruangan di sekolah ini karena terlalu sering mengikuti Varisha.

"Mungkin saja. Aku tidak tahu pasti,"

"Lebih baik kita selidiki saja orang orang yang terdekat lebih dulu,"ujar Irza.

"Oke. Aku setuju dengan usulmu,"kataku.

"Jadi, kita mulai dari mana?"tanyaku lagi.

"Aku punya satu ide!"seru Irza.

"Kita masuk dulu ke kelas,"kata Irza lagi dan kemudian kami berdua masuk ke kelas.

Aku memandang suasana kelas yang berbeda. Bila, di kelas Varisha aku melihat anak anak yang rajin mengerjakan pekerjaan rumah (walaupun mereka mengerjakannya di sekolah). Tapi, ini kelas yang benar benar berbeda. Semuanya tampak tak terlalu peduli dengan pr. Mereka hanya berlari lari, bermain, dan ngobrol. Dan, mereka tampaknya bukanlah orang orang yang serius belajar.

"Adrian!"seru Irza yang sudah duduk di bangkunya yang terletak di bangku nomor dua dari belakang.

"Ya!"balasku sambil melayang menghampirinya.

"Kau hantu, bukan?"tanyanya yang seperti meragukanku.

"Kau tidak bisa melihatku yang melayang ini?"tanyaku balik.

"Oh ya, mumpung aku sedang ingat,"

"Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,"katanya.

"Apa itu?"tanyaku.

"Mendekatlah!"serunya.

Aku melayang mendekat ke arah Irza.

"Sebenarnya, aku tidak bisa melihatmu,"katanya padaku.

"Heh!"

Aku kaget dengan apa yang diucapkan Irza barusan. Apakah dia sedang bercanda.

"Ya, aku tidak bisa melihatmu. Tapi, aku bisa mendengar suaramu, mencium aromamu, dan merasakan kehadiranmu,"jelasnya.

"Aku bahkan tidak tahu bagaimana bentuk wajahmu. Karena, kita terakhir kali bertemu saat umur 10 tahun, mungkin aku tak terlalu mengingat wajahmu lagi. Maaf,"katanya.

Aku tersenyum kecil.

"Tak apa kawan, masalah itu, kau bisa melihat fotoku di pemakamanku, dan bayangkan wajahku saat berumur 16 tahun,"kataku.

"Hahaha!"Irza tertawa.

"Jadi, apa idemu itu?"tanyaku lagi.

"Baiklah, kau tahu anak yang duduk di depanku ini?"tanyanya.

"Anak yang berkacamata itu?"tanyaku balik.

"Iya!"jawabnya.

"Rasuki tubuhnya!"

-oooo000oooo-


P.S Just One Word and Sentence :)

Anak Laki Laki Hitam Putih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang