Bab 21: Rasa

388 27 0
                                    


Happy Reading :)

Dan, Irza benar. Mereka tidak melakukan kekerasan padaku seperti apa yang mereka lakukan pada Irza di kelas. Dan Deru juga tidak datang, jadi mereka tak terlalu banyak bertindak. Aku cukup lega. Tapi, walaupun begitu mereka tetap saja menjahiliku. Mereka mengambil kacamataku, atau lebih tepatnya kacamata Danu dan kemudian menyembunyikannya. Aku cukup lelah mencarinya. Kenapa mereka selalu berbuat seenaknya pada orang orang yang lemah. Dan, selain itu saat aku hendak duduk mereka menarik kursiku sehingga aku terjatuh. Sungguh sebuah penderitaan yang terbilang cukup ringan. Setidaknya mereka tidak melakukan apa yang mereka lakukan pada Irza kepadaku. Dan, setidaknnya juga aku kembali merasakan rasa sakit, rasa yang selama ini sudah hilang. Aku harus sedikit lebih bersyukur. Karena tidak bisa merasakan apa apa itu juga tidak enak dan tidak menyenangkan.

Wira kembali mengambol kacamata Danu yang terletak di atas meja. Aku ingin mengambilnya kembali. Aku tidak ingin anak itu merasakan suatu keanehan jika saja kacmatanya pecah atau hilang secara tiba tiba.

Aku menjinjit kakiku (kaki Danu) untuk meraih kacamata itu. Sungguh, tubuh Wira terlalu tinggi untuk diraih oleh tubuh Danu. Wira berjalan mundur ke belakang mencoba menjauhkan kacamata itu dariku. Aku mencoba mengejarnya dan aku masih tetap tidak bisa mengambil kacamata itu.

Wira memutar mutar badannya agar aku bertambah kesulitan untuk mengambil kacamata itu. Dan, tubuh Danu ikut berputar menuruti perputaran Wira karena aku kendalikan. Hingga tanpa sengaja aku menyenggol bangku yang ada di dekatku sehingga bangku itu terjatuh dan tas yang sedari tadi diletakkan di bangku itu pun juga terjatuh. Tas itu sedari tadi resletingnya terbuka sehingga seluruh isinya tertumpah di atas lantai.

Wira menjatuhkan kacamata itu ke lantai dan kemudian memijaknya hinga kacamata itu patah.

"Oh tidak!"keluhku saat melihat kacamata itu sudah patah.

Dan setelah itu, Wira segera beranjak pergi dari hadapanku dengan tertawa ria.

Aku pun mengambil kacamata yang sudah patah itu di lantai. Namun, seketika aku melihat sebuah pisau yang tergeletak di atas lantai itu. Aku segera mengambilnya. Aku curiga. Sepertinya, pisau itu berasal dari tas yang terjatuh itu. Tapi, siapa pemilik tas itu ya.

Aku segera berjalan menghampiri Irza yang masih membaca komiknya.

"Irza!"seruku.

"Ya, Adrian!"balasnya sambil menutup buku komiknya.

"Lihat ini!"seruku sambil menunjukkan pisau tadi ke hadapannya.

"Pisau?"serunya.

"Iya, pisau. Aku menemukannya di tas itu,"kataku sambil menunjuk ke arah tas yang kubuat terjatuh tadi.

"Memangnya kenapa?"tanyanya.

"Kok kenapa sih?Mungkin pisau ini yang menusuk Dery,"kataku.

"Siapa pemilik tas itu?Dialah pelakunya,"ujarku lagi.

Irza mengerutkan keningnya.

"Adrian, pisau ini berbeda dengan pisau yang kulihat menusuk Dery. Gagang pisau yang menusuk Dery itu berwarna hitam bukan biru,"jelas Irza.

"Oh, ya?Aku harus mengembalikan ini pada orangnya,"kataku lagi.

Tiba tiba seorang anak laki laki berjalan menuju tas yang berserakan di atas lantai itu.

"Siapa yang membuat tasku jadi begini?"teriaknya.

Semua pandangan tertuju ke arahku. Aku merasa gugup. Kalimat apa yang harus kuucapkan pada anak ini.

"A...A...Aku minta maaf. Aku tidak sengaja menjatuhkan tasmu,"ucapku dengan gugup.

"Yasudah, tidak apa apa, makanya lain kali hati hati,"ucapnya padaku.

"I...Iya."seruku.

Untunglah anak ini bukan seorang penindas seperti Wira dan Dery. Aku sudah capek dijahili sedari tadi oleh Wira.

Aku pun kembali duduk di tempatku dan meletakkan kacamata yang patah itu di atas meja.

"Adrian!"seru Irza.

"Ya!"ucapku yang langsung menoleh ke arah Irza.

"Sekarang, masalahnya, bagaimana kita akan mengganti kacamata itu?"tanya Irza.

"Entahlah!"

-oooo000oooo-


P. S There Are Many Tastes :)

Anak Laki Laki Hitam Putih (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang