09 - Rumit

1.3K 103 6
                                    

Tentang cinta, tentang perasaan, semuanya begitu rumit.

- Teruntuk; ARBA! -

•••

Naura memasuki ruang UKS yang masih terlihat sepi. Beberapa anak PMR memang sudah ada yang datang, tetapi mereka berada di posnya masing-masing. Gita belum terlihat batang hidungnya, sepertinya ia akan telat karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Yang artinya sebentar lagi acara akan segera dimulai.

Di dalam ruang UKS, Naura menumpahkan tangisnya. Masih pagi begini Naura sudah galau. Bukan karena ucapan Ayu, tapi karena Arba. Bukan maksud Naura tidak mau menunggu Arba datang, tapi karena ia tidak enak hati untuk menolak Vero. Arba memang tidak terlihat marah, tetapi terlihat terluka.

Lagi, Naura membuatnya kecewa.

Naura mengambil ponselnya sambil sesenggukkan karena menangis. Ia menelpon Lina agar segera datang ke sini. Saat telponnya telah diterima oleh Lina, Naura lebih dulu bersuara sambil menangis.

"Lin...hiks, lo di mana sekarang? Buruan ke sini, hiks..." Naura bicara sambil sesenggukkan.

Di seberang telepon, Lina terkejut. "Anjir. Lo kenapa pagi-pagi nangis kayak gini? Lo di mana sekarang?"

"Gu-gue di UKS, sendirian..."

"Oke, ini gue lagi nunggu Wilda, sebentar lagi otw!"

Naura memutuskan sambungan teleponnya, menaruhnya di atas lantai di sampingnya. Naura memeluk kedua lututnya, menenggelamkan kepalanya di sana. Tangisnya belum juga terhenti, justru semakin keras dan tersedu-sedu. Apalagi setiap kali ia mengingat ucapan Arba, hatinya terasa seperti diiris.

Sakit.

Arba adalah tipe orang yang tidak mudah menunjukkan rasa sakitnya pada semua orang. Tapi Naura bukan lah orang lain, ia jelas mengetahui bahwa Arba kecewa padanya. Untuk yang kesekian kalinya Naura membuatnya merasa tersakiti. Bukan Naura ge-er, tapi memang begitu faktanya. Naura mengetahui semua sifat dan kelakuan Arba. Arba pun begitu, mengetahui semua tentang Naura. Bahkan keburukannya pun Arba tahu; suka sendawa sembarangan. Mungkin, orang lain yang mendengar suara sendawa Naura yang besar tanpa menutupi mulutnya akan merasakan jijik. Tapi tidak untuk Arba, karena memang sudah biasa, Arba juga tidak begitu mempermasalahkannya. Meski kedua sahabat Naura yang selalu mendengarnya selalu merasakan jijik.

•••

Gita melangkahkan kakinya menuju ruang UKS dengan terburu-buru setelah kena teguran dari Vero. Pagi ini ia bangun kesiangan karena semalam Gita menghabiskan waktunya bersama Oppa-Oppanya itu hingga larut malam. Namanya gadis remaja, melihat orang ganteng nggak akan bikin ngantuk.

Langkah Gita terhenti saat ia mendengar seorang perempuan menangis dari dalam ruang UKS. Suasana di sekitarnya memang tidak begitu sepi, tapi tetap saja Gita merasakan takut.

Gita berjalan mindik-mindik memasuki ruang UKS. Tangis seorang perempuan itu semakin terlihat jelas. Gita mendekati suara tangis itu, suaranya terdengar dari samping meja. Saat Gita menoleh, ia teriak histeris saat perempuan itu mendongakkan wajahnya. Rambutnya yang digerai menutupi wajahnya membuatnya terlihat seram.

Napas Gita tak beraturan, sedikit demi sedikit ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya. Sementara Naura menyibakkan rambutnya, wajahnya kini terlihat sempurna meski beberapa helai rambut menempel di pipinya yang basah.

"Astagaaa ... Kak Rara!" Gita memegangi dadanya yang dagdigdug. "Ngagetin aja, deh!" ucapnya kesal.

Naura tak memperdulikan ucapan Gita. Ia kembali menenggelamkan wajahnya sambil terus menangis. Pundaknya naik turun tak ada hentinya.

Teruntuk; ARBA! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang