13 - Badmood

1.3K 93 6
                                    

Boleh saja berharap, asal jangan penuh harap.

- Teruntuk; ARBA! -

•••

Vero membawa Naura menuju ruang UKS. Ia benar-benar marah pada lelaki yang bernama Arba itu. Bisa-bisanya lelaki itu membuat Naura menangis tiga kali dalam beberapa jam saja.

"Naura, lo nggak boleh dekat-dekat sama dia lagi!" ucap Vero pada Naura setelah mereka sampai di ruang UKS.

"Apa hak lo buat melarang gue dekat sama Arba?" Naura bertanya sambil menatap Vero.

"Dia bukan cowok baik-baik, dia udah nyakitin lo," jawab Vero.

"Jadi maksud lo, cowok baik-baik itu kayak lo?" tanya Naura lagi.

"Bukan gitu--"

"Ro, di sini lo nggak tahu apa-apa. Jadi jangan berlagak sok tahu, oke?"

"Tapi dia udah bikin lo nangis, Ra!" kata Vero kesal.

"Sakit hati gue nggak sebanding sama sakit hati yang dia rasain karena gue!" Naura meninggikkan suaranya.

"Maksud lo?" Vero bertanya bingung.

"Udah gue bilang, lo nggak tahu apa-apa. Jadi jangan sok tahu." Setelah itu, Naura keluar dari dalam ruangan meninggalkan Vero sendirian di sana.

Sementara Vero semakin penasaran dengan apa yang di alami antara Naura dengan Arba.

"Sebenernya apa sih yang terjadi?" Vero bertanya-tanya pada keheningan di sekitarnya.

•••

Naura benar-benar kesal pada Vero. Ia tidak suka pada laki-laki yang mencampuri urusan orang lain, seperti perempuan saja. Perempuan sih, wajar. Kalau cowok? Nggak wajar banget!

Naura menghampiri Lina dan Wilda dengan raut wajah yang kusut.

"Lin, Wil, balik yuk!"

Lina dan Wilda menoleh ke arah Naura secara bersamaan. Mereka sama-sama memandang wajah Naura dengan ekspresi yang sama.

"Ketara banget abis nangisnya," ucap Lina kemudian.

"Kenapa lo?" tanya Wilda.

"Gue lagi badmood! Balik aja, yuk!"

"Yaudah yuk, lagian acaranya bentar lagi selesai," ujar Lina. Baru saja mereka melangkahkan kakinya dari tempatnya berdiri, suara panggilan dari microfon terdengar memenuhi ruangan.

"Tes tes.  Panggilan kepada seluruh ekstrakurikuler PMR diharap memasuki lapangan. Kita foto bersama dulu," kata Fahmi dari tengah lapangan.

"What the fuck!" umpat Naura.

"Mampus!" Wilda mengejek. "Udah sana, kita tungguin."

"Nggak usah, balik aja. Nggak penting juga cuma foto bersama doang." Naura menarik lengan kedua sahabatnya itu.

"Panggilan kepada Naura, harap segera memasuki lapangan."

Bukan suara Fahmi, tapi Vero kali ini.

"Heis! Ngeselin banget, sih!" Naura mendengus kesal.

"Yaudah sih, cuma foto doang. Sana pergi," kata Lina.

"Kalian tunggu di sini aja, ya!"

"Iya, iya." Wilda mendorong tubuh Naura untuk memasuki lapangan.

Teruntuk; ARBA! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang