11 - Matanya Bikin Menghipnotis

1.3K 104 24
                                    

Boro-boro pindah ke lain hati, mengalihkan pandangan dari lo aja susahnya kebangetan.

- Teruntuk; ARBA! -

•••

Wilda melangkahkan kakinya memasuki kedai es krim yang ia kunjungi kemarin bersama Naura dan Lina. Sekarang ia mengunjunginya lagi karena permintaan Arba.

Pandangan Wilda bertemu langsung dengan Arba. Ia menghampiri Arba dengan senyumnya yang mengembang. Yah, Wilda sangat bahagia karena akan makan sepuasnya. Dan, gratis!

"Gue boleh langsung pesen es krim, kan?" tanya Wilda pada Arba sambil menaik-turunkan alisnya.

Arba melotot. Namun dengan cepat ia mengubah raut wajahnya. "Ah--iya, pesen aja," jawab Arba.

Beruntung sekali Arba selalu membawa dompetnya ke mana pun ia pergi. Jadi, tidak akan ada masalah dengan semuanya. Arba tidak peduli seberapa banyak uang yang akan keluar nantinya hanya untuk membayar pesanan Wilda, ia hanya membutuhkan saran dan pendapat dari Wilda. Dan Arba ingin, Wilda bisa mendengarkan penjelasannya.

Setelah Wilda memesan es krim kesukaannya, matanya kini beralih menatap Arba intens. Meski pun Arba telah membayarinya makan, kalau udah masalah Naura, Wilda nggak bisa diam aja.

"By the way, kok, lo bisa ada di sini? Bukannya acaranya belum selesai? Terus si Ayu ke mana? Lo tinggalin sendiri? Wah, parah lo, Ju!"

"Anjir. Kaga!" jawab Arba cepat. "Ayu gue anterin balik. Gue udah selesai tanding. Tadi gue bener-bener kepikiran Naura, jadinya gue panggil lo ke sini."

"Kenapa?" Wilda bertanya nyolot.

Arba menarik napas pelan, berusaha menahan kekesalannya. "Lo pasti udah tahu kan Naura tadi pagi berangkat sama siapa dan harusnya berangkat sama siapa?"

Wilda mengangguk. Matanya menatap Arba, telinganya mendengarkan Arba bercerita, sangat serius.

"Nah, yaudah. Waktu ketemu di sekolah nggak sengaja papasan, gue samperin dia. Ya gue bilang ke dia kalau gue udah ngerti sama dia yang lebih milih cowok itu daripada nunggu gue. Karena dia perempuan, jadi dia langsung peka sama apa yang gue bilang. Terus--"

"Lo cemburu." Wilda memotong ucapan Arba sebelum Arba meneruskan ceritanya.

"Gue nggak cem--"

"Lo cemburu, Juan!" potong Wilda lagi dengan cepat. "Lo nggak terima Naura berangkat bareng temannya, lo nggak suka tiap kali lo liat Vero apalagi bareng Naura. Lo cuma mau Naura sama lo sementara lo sendiri sering sama Ayu." Wilda berucap.

"Tap--"

"Helow! Open your eyes, Juan! Lo nggak bisa giniin Naura. Lo terbang bebas di udara sementara Naura cuma diem ngeliatin lo terbang dari bawah. Lo pikir Naura nggak ngerasain sakit hati tiap kali dia ngelihat lo balik bareng Ayu? Jangankan balik, lo jalan atau duduk berdua sama Ayu aja sebenarnya Naura cemburu!" Wilda benar-benar kesal pada Arba. Bisa-bisanya dia bicara semudah itu seperti tidak punya rahang. Enteng sekali. "Oke, ini emang salah Naura. Kalian berdua putus juga karena kesalahan Naura. Its ok, Juan. Tapi jangan pernah ada sekalipun pikiran yang melintas di otak lo balas dendam sama Naura!"

"Ya Allah, Wil, gue nggak sejahat itu," kata Arba.

"Ya, gue tahu, karena lo masih sayang sama Naura, kan?" tanya Wilda.

Arba diam sambil menundukkan wajahnya.

"Lo nggak perlu tanya Naura masih sayang sama lo atau enggak. Udah pasti jawabannya masih. Masih banget, Ju, kalau lo mau tahu." Wilda berujar dengan tegas. Dibalik sifat kekanakannya, Wilda memang menjadi tempat curhat yang paling nyaman. Asal nyamannya nggak kebablasan jadi sayang.

Teruntuk; ARBA! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang