12 - Maaf yang Berakhir pada Masa Lalu

1.3K 99 8
                                    

Perasaanku padamu tak bisa dijelaskan. Namun hanya bisa aku rasakan.

- Teruntuk; ARBA! -

•••

"Lo harus berusaha minta maaf apa pun caranya! Lo harus sadar kalau di sini lo juga salah. Gue minta sama lo, jangan ungkit masa lalu. Oke, gue tahu lo sakit hati banget. Tapi kan, masalah ini nggak ada hubungannya sama masa lalu lo dan Naura. Jadi, jangan pernah sekali pun lo bawa-bawa masa lalu. Ada saatnya kalian bahas itu, tapi nggak sekarang waktunya."

"Oke. Tapi, gimana caranya?" Arba bertanya serius.

"Ya lo pikir sendiri, lah!" jawab Wilda setelah memasukkan es krim ke dalam mulutnya.

"Kok gitu, sih? Gue kan minta lo ke sini buat kasih pendapat, saran, dan solusi," kata Arba.

"Juan, lo itu cowok apa bukan, sih?! Keseringan maafin sih, jadinya gitu. Pokoknya lo harus berusaha minta maaf sama Naura! Inget, ya, lo nggak boleh salah ngomong lagi. Pikir dua kali sebelum bicara!" ucap Wilda penuh peringatan.

"Iya, iya. Yaudah, gue pergi duluan." Arba bangkit dari duduknya.

"Makasih gratisannya!" teriak Wilda yang tak ditanggapi oleh Arba. Wilda tidak peduli, yang terpenting es krim kesukaannya kini ada di hadapannya.

•••

Arba terus memikirkan ucapan Wilda. Dalam hatinya selalu berkata, jangan sampai salah ngomong! begitu. Ia berada di depan toilet perempuan, menunggu Naura keluar dari dalam.

Sementara di dalam kamar mandi, Naura berjalan ke sana ke mari di depan westafel. Ia bingung harus melakukan apa. Di sisi lain, dia ingin sekali mengobrol dengan Arba, mengungkapkan isi hatinya. Tetapi di sisi lain pula, ia harus menahan mati-matian semua itu. Ia tidak boleh mengharapkan seseorang yang sudah tidak lagi memiliki perasaan padanya.

Naura menopang kedua tangannya pada sisi westafel. Ia bercermin di sana. "Oke, Naura, lo pasti bisa! Fighting!" Setelah itu, Naura menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan semangata empat lima. Lalu ia keluar dari toilet.

Dan, jantungnya kembali berdebar.

Duh!

"Udah?" tanya Arba.

"Menurut kamu aja," jawab Naura malas.

"Yaudah sambil jalan aja ngobrolnya. Yuk?"

Naura mengangguk pelan. Kemudian mereka berjalan berdampingan. Berjalan pelan dengan langkah kecil, seakan-akan keduanya tetap ingin bersama lebih lama lagi.

"Soal tadi, saya minta maaf, Nau." Arba membuka percakapan. "Maksud saya nggak gitu, Nau, maaf. Maaf udah bikin kamu nangis..." Arba menundukkan wajahnya, menyesal.

Naura menghentikan langkah kakinya, Arba ikut berhenti. Posisi mereka kini saling berhadapan.

"Jangan minta maaf, kamu nggak salah," ucap Naura. "Saya yang salah," lanjut Naura, lirih.

Sejujurnya, Naura senang perkiraannya benar bahwa Arba akan menyesalinya. Tapi di lain sisi, Naura tak bisa berbohong pada Arba. Hanya pada Arba, Naura tak bisa berbohong tentang perasaannya. Ingat sekali lagi, hanya pada Arba.

Arba mendongakkan wajahnya, melihat Naura yang kini menundukkan wajahnya. Kemudian, ia berkata, "Enggak, Nau, saya yang salah. Jadi, saya minta maaf sama kamu."

Teruntuk; ARBA! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang