[ BAGIAN 1 ]
Sooyeon pov.
Aku berdiri dengan posisi tegap dan fokus kedua mata yang tak teralih dari sebuah bangunan besar di depanku. Sebuah gedung tinggi yang terlihat membosankan hanya melihat dari warna temboknya. Sebuah bangunan besar berpagar tinggi dengan banyak orang berseragam berlalu lalang memenuhi tempat itu. Gedung bertingkat bernama sekolah, dengan kata lain, tempat orang-orang berkumpul dengan alasan klise. Mencari ilmu.
Suasananya memang tidak asing, terasa sangat akrab dengan diriku yang telah berulang kali beradaptasi dengan tempat baru. Namun tetap saja, semua orang merasa asing dengan hal yang baru baginya, bukan ? Itu alami. Setidaknya, itulah naluri manusia normal. Dan aku, ingin menjadi seorang yang bisa disebut sebagai manusia normal.
Aku mengatakan hal itu bukan untuk menegaskan bahwa aku tidak normal. Hanya saja, dengan wajah pucat dan pandangan yang tiap kali mengabur dengan sendirinya, membuatku ingin sekali keluar dari kehidupan yang sangat melelahkan ini. Tetlahir dengan jantubg berkondisi lemah membuatku hidup dengan semua larangan konyol di sepanjang umurku. Dan saat ini, akan menjadi masa tujuh belas tahunku hidup dengan penyakit yang aku bawa sendiri saat aku terlahir di dunia.
Ibuku bilang, "Ingatlah satu hal, Sooyeon. Kamu terlahir dengan jantung yang berbeda dengan yang lain, namun jangan kamu lupakan bahwa kau adalah satu-satunya jantung bagi kami. Jadi, kamu pasti sudah tahu apa maknanya, bukan ?" Aku sudah paham dengan pasti apa makna yang sebenarnya ditujukan Ibuku dengan perkataannya. Bahwa dia dan Ayah, tidak ingin aku kehilangan semangat untuk terus mendetakkan jantungku ini. Mereka yang telah menyayangiku segenap hati mereka, tidak ingin aku pergi.
Sebelum aku melanjutkan langkah yang terhenti karena sekelebatan kenangan yang menyerang, aku mengambil napas guna mengumpulkan oksigen untuk menggantikan karbondioksida yang mulai sesak memenuhi dadaku. Dan selepas itu, aku melangkahkan kakiku untuk memasuki sekolah baru. Tempat baru, untuk aku menikmati mada muda dengan penyakit yang seakan-akan mengingatkanku bahwa esok bisa saja menjadi saat terakhir jantungku berdetak.
Masih dengan posisi berjalan perlahan, tanpa perhitungan dari siapa pun, seseorang dari belakang menabrak punggungku begitu keras hingga membuatku jatuh terduduk. Aku berniat bangkit dan ingin sekali memaki seseorang yang dengan tidak sopannya menabrak seseorang tanpa salah di depannya, namun niat itu mengasap begitu saja karena aku merasakan nyeri di lutut sebelah kananku. Dan akhirnya, hal yang bisa aku lakukan hanya mendongakkan kepalaku ke atas untuk melihat wajah dari pelaku itu.
Wajah putih pucat itu menghiasi kedua mataku dilingkupi oleh sinar mentari yang mengelilingi sisi dari wajah seseorang itu. Seorang murid laki-laki yang memakai seragam yang sama dengan yang aku kenakan. Melihat begitu pucat wajah itu, aku menyadari bahwa bukan hanya aku yang memilikinya. Wajah pucat tidak hanya dimiliki oleh seorang penderita jantung. Itu yang aku tahu dari dirinya. Aku baru ingat, dia serupa dengan vampir penghisap darah yang digambarkan sadis namun tampangnya yang gagah.
Dan itu, melekat pada sosok itu. Tubuh jangkung itu melewati tempatku duduk di dengan tidak terhormat di aspal jalan tanpa mengatakan apapun bahkan sekedar untuk meminta maaf. Sejujurnya, telah banyak hal-hal baru yang aku lewati, namun, ini suatu hal yang paling memalukan seumur usiaku.
Dengan sedikit enggan dan perasaan malu, aku bangkit dari tempatku terjatuh dan melanjutkan tujuanku yang sempat terhalang kendala. Kendala karena seorang laki-laki tampan yang dengan entah sengaja atau tidak, membuat lututku bertemu dengan aspal kasar. Keuntungan yang ia dapatkan adalah karena dia tampan. Kalau saja tidak, aku akan mengejarnya dan menarik kaki panjangnya agar ia merasakan apa yang aku rasakan.
Namun entah mengapa, bayangan wajah dari laki-laki sombong itu masih terus kerlap-kerlip di dalam pikiranku. Hal itu juga menyebabkan dadaku sakit karena detakan jantung yang kian semakin keras. Sekedar tambahan saja, bahwa aku belum pernah dekat dengan seorang laki-laki. Dekat yang aku maksud disini adalah, sebuah kencan. Ayah melarangku untuk itu.
Aku kembali jatuh terduduk. Kali ini diriku sudah masuk gerbang dan posisiku sekarang adalah di aula sekolah. Dan juga, kali ini aku yng memang menabrak orang itu karena sesuatu yang sudah aku katakan sebelumnya, penglihatanku buram secara tiba-tiba.
"Maaf. Apa kau tidak apa-apa ?"
Hal pertama yang aku lakukan usai mendengar sebuah suara yang sepertinya ditujukan untukku adalah, mendongak dengan gerakan slow motion yang serupa dengan adegan sebuah film. Dan aku menebak bahwa, ini adalah film romansa.
"Ne ? Tentu saja, aku baik-baik saja," Oh tidak. Kim Sooyeon, mengapa kau kehilangan intonasi datarmu di saat seperti ini ? Memalukan. Hanya karena melihat pangeran di depanmu kau lupa akan segalanya. Namun memang benar, bahwa laki-laki di depanku persis sangat tampan hingga aku tidak tahu harus bagaimana berekspresi.
Setelah mendengar jawabanku, dia mendekatiku dan mengulurkan telapak tangan kanannya di hadapan wajahku. Bahkan dari sudutku ini, telapak tangannya sangat putih bersih hingga masih saja aku menampakkan wajah paling polos gadis remaja yang tengah bertemu dengan pujaannya.
"Ayo ! Aku bantu kau berdiri," Dan seruan dari laki-laki itu membuyarkan imajinasi seorang gadis yang bersemayam di dalam naluriku.
Aku meraih tangan itu dan berhasil berdiri tegak kembali. Gerakanku setelah aku berhasil berdiri adalah, menepuk tubuh bagian belakangku yang secara tidak langsung telah berjumpa dengan dinginnya lantai putih sekolah ini.
"Maafkan aku sekali lagi,"
Laki-laki berparas malaikat itu berjalan pergi meninggalkanku yang masih takjub dengan wajah dan etikanya yang hangat. Entah apa yang terjadi, namun aku merasakan bahwa bibirku membentuk lengkungan ke atas.
Kim Sooyeon, belum ada hitungan satu hari kamu pindah sekolah, dan kamu sudah menabrak dua pangeran. Sama-sama tampan, satu sangat acuh, yang satu lagi sangat perhatian.
Aku tidak tahu, kejutan apa lagi yang menunggu di sisa usiaku.
BERSAMBUNG
Sehun EXO as Oh Se Hun