[ BAGIAN VI ]
Sooyeon pov.
"Mungkin lebih baik kita kerjakan bagian masing-masing secara terpisah. Aku akan membagi per-babnya, dan kita pilih dengan gulungan kertas. Bagaimana ?"
Aku tak mendapat respon setuju atau tidak dari kedua laki-laki ini. Kuakui, ini sangat menegangkan. Namun juga keterlaluan jika mereka mengacuhkanku terus.
"Baiklah, baiklah. Aku tak akan meminta kalian untuk mengerjakannya. Sebagai ganti, tolong aku untuk menyalin catatanku nanti agar Guru Park tak curiga."
Aku membuka buku dan mulai mencari fokus pada tugas yang diserahkan. Aku tak peduli dengan keadilan, namun aku tak ingin kehilangan poin kerja kelompokku.
"Kita kerjakan di rumahku." Aku langsung menatap Luhan yang masih membuang satu per satu keraguannya.
"Ayo kerjakan bersama, di rumahku." ucap Luhan sekali lagi mencoba memastikan hatiku. Aku melirik ke arah Sehun yang membuat ekspresi Luhan terlihat berubah.
"Kau juga setuju, bukan begitu ?"
"Lakukan semaumu." Dingin nan mencekam. Jawaban Sehun tadi bahkan berhasil membuatku merinding di siang hari.
⏳
Jam pulang, Luhan membawaku ke tempat parkir kendaraan khusus murid. Ia mengendarai motor gede yang selalu membuatku kagum.
"Kau membawa motor ? Kukira selama ini kau naik bus,"
"Naiklah. Pegang pinggangku erat, kalau tak mau jatuh."
Aku menengok kanan dan kiri sebelum naik ke atas motor. "Oh Sehun ?"
"Kau berharap pulang bersama ? Sehun pasti sudah di jalan. Ayo naik !"
Kami berdua pun menuju rumah Luhan. Aku tak pernah menaiki sepeda motor dan sekarang, aku berada di kursi belakang dengan seorang pangeran di dekapan tanganku.
Aku dan Luhan sampai di depan rumah dan langsung menjumpai Sehun yang masih duduk di atas motornya.
⏳
"Annyeonghaseyo, Ahjumma. Saya Kim Sooyeon, teman sekelas Luhan dan Sehun. Kami bertiga berada dalam kelompok yang sama untuk tugas seni kali ini,"
"Benarkah kamu teman Luhan dan Sehun ? Aigoo, ayo masuk, masuk !" Ibu Luhan dan Sehun menarik tubuhku masuk ke dalam rumah dengan paksa. Jujur, dengan teman sesama perempuan pun, aku belum pernah masuk ke rumah mereka.
"Duduklah dulu. Akan kubuatkan camilan untuk kalian. Han-i, kau ganti pakaian dulu. Kau juga Hun-i." Aku menaikkan sebelah alisku tatkala kedua saudara itu menembakku dengan tatapan tajam. Mereka pasti malu karena panggilan sayang dari Ibu mereka telah kuketahui.
"Eomma, aku sudah menjadi seorang pria sekarang. Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi." Aku berusaha menahan senyum melihat Luhan yang tengah mendekap hangat Ibundanya. Mereka terlihat sangat amat bahagia, membuat aku yang seorang asing pun, ikut tersenyum.
💘
Aku menatap satu per satu, dua makhluk yang ada di hadapanku sekarang. Apa ini yang dinamakan mengerjakan tugas bersama ? Dengan anggotanya yang enggan untuk sekedar berhadapan. Aku mengambil Ipodku dan memasangkan headset ke telinga kanan Luhan juga telinga kiri Sehun.
"Kalian dengarkan itu, biar aku saja yang meringkas makalahnya. Aku sudah tidak tahan lagi dengan tingkah kalian, sangat kekanakkan." ucapku yang membuat raut muka mereka berdua berubah, seperti ketakutan.
Dan, trikku berhasil.
Pada akhirnya, kami bertiga menulis masing-masing bagian dari tugas.Sekitar pukul delapan malam, aku pamit pulang. Bersikeras menolak tawaran Luhan untuk mengantarku pulang, tapi dia tetap memaksaku. Akhirnya, aku kalah.
"Aku, masuk dulu. Sampai jumpa !"
"Kim Sooyeon !" Luhan menghentikanku dengan teriakannya memanggil namaku. Aku berbalik dan melihat Luhan yang telah turun dari motornya.
"Ada yang ingin kusampaikan,"
"Mwoga ? Katakanlah,"
Aku bisa menghitung hingga domba ke-lima puluh sebelum akhirnya Luhan tersenyum menyerah.
"Tidak jadi. Mungkin lain kali,"
Aku menghela napas kecewa. Bukan karena waktu yang kutunggu, melainkan pernyataan Luhan tadi yang membuatku penasaran.
Aku pun berbalik menuju pagar rumahku. Namun tangan Luhan menarikku hingga aku kembali menghadap pada Luhan. Semuanya terasa sangat cepat sampai aku menyadari bibir Luhan yang mengecup kilat bibirku.
"Saranghae,"
BERSAMBUNG