Kepingan Hati

4 3 0
                                    

[ BAGIAN VIII ]

Sooyeon pov.

Kepalaku menunduk setelah Sehun melepaskan bibirnya pada bibirku. Aku tak tahu apa yang baru saja aku lakukan. Akal sehatku seketika menghilang hingga rasanya tak ada lagi yang memenuhi pikiranku saat ini selain pria yang berdiri tak sampai satu meter dariku.

Belum sempat semuanya kembali normal, Sehun menarik tanganku dan membawaku pergi. Ia melangkah dengan cepat seolah tak ingin memberiku kesempatan bertanya ataupun menolak. Ia terus berjalan lurus hingga membuatku lelah, dan akhirnya membuatku terpaksa menghentikan laju kedua kaki untuk melangkah.

"Terima kasih untuk yang tadi. Aku akan pulang setelah duduk sebentar. Kau bisa pergi sekarang."

Aku tak mendengar suaranya namun bayangan kakinya yang panjang masih menunjuk jelas bahwa ia masih berdiri di depanku.

"Aku sungguh tidak apa,"

"Sungguh, tak apa ?" Aku berusaha untuk tidak mendongak karena ucapannya itu. Bahkan telingaku baru sempat mendengar suaranya yang lembut. Namun aku tak membalas pertanyaannya yang sangat lirih. Yang kulakukan hanya menganggukkan kepala.

"Baiklah, aku akan pergi."

Namun Sehun tak kunjung melangkahkan kaki. Ia menengok ke belakang dan melirik pegangam tanganku pada lengannya.

"Sejujurnya, aku masih takut."

"Kamu lelah berjalan ?"

Sehun menjongkokkan badannya dengan punggung yang menghadapku. Namun yang bisa kulakukan hanyalah berdiri tegak secara spontan.

"Tidak perlu." Jawaban singkatku nyatanya membuat Sehun tak suka. Ia menarik paksa lenganku membuatku batal melangkah.

"Naiklah. Akan kuantar kau sampai rumah."

Entah sihir apa yang dimasukkan Sehun ke dalam kata-katanya, namun itu membuatku patuh dan segera naik ke atas punggungnya. Sehun pun mulai melajukan kakinya dengan pelan, membuat serbuk ajaib membuat netraku berkedip mengantuk.

"Kukira kau sangat dingin, Oh Sehun." Aku meracau tak jelas yang jelas saja tak ditanggapinya.

💘

Saat aku membuka kedua mataku, tubuhku telah terbaring nyaman di atas kasur diselimuti selimut tebal. Jendela kamarku telah terbuka, menampilkan awan dan pepohonan yang menyajikan pagi berwarna kontras di hadapan mata kantukku.

"Ibu membangunkanmu ?"

Aku menggeleng pelan. "Ani," Aku duduk dan menggaruk leherku dengan mata yang masih menyipit. Ibu tengah merapikan kamarku yang selalu saja berantakan.

Tanganku meraih ponsel yang terdiam sendiri di atas meja belajar. Setelah kubuka, tujuh panggilan tak terjawab dan lima pesan singkat yang semuanya dari Luhan. Mendadak kepalaku menjadi pening.

"Wae ? Sooyeon-ah, kamu baik-baik saja ?

"Tidak. Kepalaku sakit, Eomma."

"Kita harus ke dokter sekarang juga," Aku mencegah Ibu yang hendak keluar kamarku dengan memegang lengannya.

"Aku hanya sedikit pusing. Tidak perlu ke dokter."

Heart AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang