(Bagian Enam)

2.1K 99 2
                                    

Hari yang paling bahagia telah tiba
Kata-kata sakral itu akan segera kau ucapkan dengan lantang di depan ayahku. ~ Maria

***

Prosesi akad nikah dimulai. Petugas dari KUA membacakan khutbah nikah dalam bahasa arab. Hadirin dan keluarga yang datang serius memperhatikan.

Khutbah nikah sangat singkat, tidak lebih dari dari lima menit. Berikutnya, disampaikan bahwa ijab qobulnya akan segera di mulai. Wali mempelai wanita dipersilahkan untuk mengucapkannya.

Maria tengah gelisah menunggu abinya mengucapkan kalimat yang sama sekali belum siap ia dengarkan. Kalimat yang akan mengubah dunianya. Kalimat yang akan menyerahkannya kepada calon imamnya.

"Bismillahirrahmanirrahim. Ya Alif Fawwazi, ankahtuka wa zawwajtuka binti Siti Mariam bi mahri al-khatam min dzahab haalan!" Suara Abi Maria bergetar saat mengucapkannya. Beliau akan melepas tanggung jawabnya sebagai wali dan menyerahkan putri kecilnya kepada pria dihadapannya ini.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan!"  Jawab Alif dengan sekali tarikan nafas.

Maria menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Pundaknya berguncang. Isak tangisnya lolos dari bibir mungilnya. Ia tak kuasa menahan haru sekaligus sedih.

"Bagaimana saksi? Sah?" Tanya petugas KUA.

"Sah,"jawab para saksi serempak.

Mempelai pria kemudian menjemput sang mempelai istri untuk melakukan ritual  menanda tangani berkas-berkas nikahnya.

Maria masih menangis tergugu di kamarnya. Make up  yang tadi membingkai wajah cantiknya kini tak berbentuk sama sekali. Ia bahagia sekaligus sedih. Sekarang sepenuhnya ia dimiliki oleh Alif. Dan sekarang surganya berada di suaminya.

Tok tok tok

Terdengar ketukan pintu yang membuat Maria berjengit kaget. Sadar akan terlalu lama menangis, maria segera membukakan pintu yang tidak lain adalah suaminya.

"Assalamualaikum sayang,"

Pipi Maria yang putih polos berubah merah mendengar kata sayang dari Alif. Alif yang melihatnya merasa gemas. Dengan cepat ia mencubit pelan pipi Maria.

"Ih mas kok di cubit sih," rengek Maria.

"Kamu cantik kalo ga pakek cadar."

Maria menundukkan kepalanya. Ia sekarang jadi mudah malu.

"Dan kamu lebih cantik saat tersenyum."

"Maafin Maria mas jika kelak Maria tidak bisa menjadi istri yang baik untuk mas, Maria harap mas mau membimbing Maria."

"Pasti itu sayang, mas akan membimbingmu dan anak-anak kita kelak. Mas pun bukan suami yang sempurna, maka dari itu ijinkan mas menyempurnakannya denganmu."

Maria menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Ia begitu bahagia karena Allah mengirimkan seseorang yang baik dan sholeh yang sekarang menjadi imamnya. Imam yang baik adalah di lihat dari kualiatas imannya kepada Allah. Kalo sholatnya aja di jaga apalagi aku. Eakkkkkkkkk

"Mas mau mandi dulu atau istirahat dulu?"

"Mandi dulu ai, ntar biar istrahatnya sama kamu,"

Sadar di goda, Maria buru-buru menyiapkan air hangat untuk suaminya. Ia tak tahan jika harus di goda seperti itu terus. Satu hal yang baru ia ketahui, jika suaminya itu raja gombal paling ganas yang pernah ia temui setelah bang Fahad.

***

Mas Alif duduk di tepi ranjang. Dia memandangku dengan semburat senyum menghiasi wajahnya. Maria yang tadinya mau melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi, urung ia lakukan. Ia heran dengan suaminya itu. Kenapa suaminya senyum senyum sendiri tanpa penyebab. Apakah ia terkena jin cewek genit? Buru-buru Maria menghilangkan pikiran negatif itu dan segera melanjutkan aktivitasnya.

Setelah urusan Maria selesai dengan kamar mandi, ia keluar mengenakan dress polos berwarna mustard. Tapi kali ini ia memberanikan diri tanpa memakai khimar panjangnya di depan suaminya. Bukan bermaksud menggoda atau apa? Toh ini suaminya sendiri. tapi memang rambut Maria basah dan belum di sisir jadi ia memutuskan tidak memakai khimar panjangnya itu.

"Kemarilah!" Seru Alif dengan lembut.

Tangannya menggapai tangan Maria. Maria buru-buru duduk di sisinya agak jauh. Tubuhnya panas dingin.

"Ai, aku ingin kita memulai keluarga seperti yang di sunnahkan agar kita mendapat berkah, mendekatlah ai!"

Maria diam tanpa reaksi. Wajahnya saja yang bergerak untuk menunduk. Dengan jarak yang sangat dekat, Maria tidak sanggup lagi rasanya. Kemudian Mas Alif memegang ubun-ubunku. Kudengar ia membacakan doa.

"Allaahumma, inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha, wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha."

Berkali-kali Maria mengaminkan doanya dengan berurai air mata.
Mas Alif mengangkat daguku dan mencium keningku. Dan tibalah dimana ia meminta haknya sebagai seorang suami. Dan lengkaplah sudah separuh agama kami. Dan semoga Allah meridhoi rumah tangga kami berdua. Aamiin.

To be continue

Menggapai Surga Bersamamu (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang