Apa yang lebih indah selain memandang bintang dan bulan berdampingan menerangi bumi?
Dan apa yang lebih menyakitkan ketika bintang meninggalkan bulan sendirian?
Bulan teramat menyayangi bintang. Hingga dia cemas, di suatu malam nanti dia tak akan bersamanyalagi. Awalnya, bulan masih percaya kalau bintang hanya bersembunyi. Bintang akan kembali. Kembali bersama berjuta galaksi.
Namun, nyatanya bintang memang menghilang. Lenyap tanpa jejak layaknya planet pluto.
Dimana dia sekarang?
Sembari membaca ulang tulisan tersebut, Aluna memainkan pena-nya. Goresan-goresan tinta itu mengambarkan dirinya sendiri.
Bintang itu nyaris sama seperti Alan. Alan pergi begitu saja, tanpa perpisahan ataupun sekadar mengucapkan selamat tinggal. Padahal, semua terlihat baik-baik saja pada hari sebelumnya. Gadis itu takut. Takut Alan tidak akan kembali padanya.
Drrttt Drrttt
Drrttt Drrttt
Getaran tersebut bersumber dari ponselnya sendiri. Dari pop-up pesan, Aluna bisa melihat siapa pengirimnya.
Viola : Luna
Jarang berbalas pesan dengan Viola, alis Aluna sedikit menekuk. Tumben sekali? Biasanya Viola hanya menghubungi minimal satu minggu sekali. Berprofesi sebagai model di Roma –salah satu kota di Italia –Viola terbilang sangat sibuk.
Aluna : Kenapa, Vi?
Selang setengah menit, getaran ponselnya muncul lagi.
Astaga.
Benarkah ini?
Aluna membaca ulang pesan singkat dari sahabatnya. Kembali diulang. Terus diulang. Tubuhnya seolah tersetrum kala menyadari dia tidak sedang bermimpi.
Viola : Alano ada di Roma
Degupan jantung Aluna sampai terdengar ke telinganya sendiri. Dia membiarkan tubuhnya terduduk di lantai.
Semua... terasa tidak mungkin.
Mata Aluna melihat sebuah bingkai foto yang terbalik di atas nakas. Tangannya bergerak mengambil foto itu. Foto hasil karyanya, sosok Alan yang tengah senyum ke arah kamera. Senyumnya selalu menular. Seperti sekarang.
Kedua sudut bibir Aluna tertarik ke atas.
Bintangku hanya menghilang sementara.
***
Begitu nada sambung berhenti, Aluna tidak bisa lagi mengontrol kegembiraannya. "Vi, aku sudah sampai!" seru Alana dengan senyum yang mengembang sempurna.
Butuh waktu satu bulan untuk bisa mendapatan sebuah tiket pesawat menuju Roma. Selama jangka waktu tersebut, Aluna bertekun kerja sebagai fotografer.
"Kamu yakin langsung kerumahnya, Lun?" tanya Viola dari serberang sana.
Aluna mengangguk, masih memajang senyum terbaiknya. Yah, meski dia tahu Viola tidak bisa melihatnya. "Iya! Aku kangen banget sama dia."
Setelah mengobrol singkat, Aluna mematikan ponselnya. Selembar kertas mungil dia keluarkan dari saku. Kertas mini yang akan mengantarnya bertemu Alan.
Begitu mengangkat wajahnya, beberapa meter di sana ada sebuah mobil dengan cat berwarna kuning. "Taxi!" Aluna melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar mobil itu mendekat. "Please, take me to this address, Sir," pintanya seraya memberikan kertas mini tadi pada sang supir.
