Dibatas Bayangan

266 13 0
                                    

"Besok aku mau nemenin Kalila."

"Aku mau jemput Kalila."

"Aku mau ke rumah Kalila."

"Aku lagi belajar sama Kalila."

"Kalila."

"Kalila."

"Kalila."

Itu yang terus menjadi alasan Alan.

"Aku ngerasa tiga tahun ini nggak berarti bagi kamu. Aku ini pacar kamu atau orang ketiga diantara hubungan kamu sama Kalila?"

"Kamu nerima aku karena Aidan!"

Dihari itu, Gracia dan Alan bertemu untuk terakhir kalinya. Tanpa ada penjelasan apapun. Hingga saat ini.

Lembaran-lembaran foto tujuh tahun yang lalu masih terpampang rapi didalam album. Foto dirinya bersama Kalila, Aidan dan Alan. Tidak ada satupun niatan Gracia untuk membuang atau merobek salah satu fotonya.

Dan setelah tujuh tahun berlalu. Hari ini, mereka duduk berhadapan. Gracia dan Alan sama-sama saling menatap tanpa ada yang memulai untuk mengatakan sesuatu dalam beberapa menit.

Mata Gracia kini jatuh pada tangan kiri Alan yang diletakkan di meja. Terpasang sebuah cincin di jari manisnya. Cincin berwarna abu-abu metalik itu tampak bukan seperti cincin biasa.

Ketika Alan mengetahuinya, ia mulai membuka mulut. "Maaf, aku tidak jujur dari awal."

Gracia rasa tidak perlu ada penjelasan lagi diantara mereka berdua. Hubungan mereka sebenarnya memang tidak ada. Bahkan terasa tidak pernah.

"Rasanya selama ini aku bodoh, Lan. Semua sudah jelas tetapi aku masih mempertahankan hubungan kita."

Gracia berusaha menetralkan emosinya, menghapus air mata yang tiba-tiba terjatuh. "Kita sudah selesai. Semua sudah jelas dan kamu nggak perlu minta maaf, Lan."

"Selamat atas pernikahanmu dan Kalila. Aku ikut bahagia."

"Aku pergi ya, Lan."

Gracia mengambil tasnya lalu berlari begitu saja tanpa melihat Alan. Ia pergi dengan air mata yang mulai berjatuhan. Alan kembali untuk menggoreskan luka yang belum mengering itu. Kali ini rasanya lebih sakit.

Tere LiyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang