Part 15

623 49 59
                                    

Semoga part ini tidak mengecewakan setelah sekian lama kalian berharap harap cemas hehehe 😁😁😁

Dozo...

Gelap. Saat ku buka mataku, yang ku lihat hanyalah sebias cahaya dari sebuah jendela kecil. Ku rasa itu cahaya rembulan, pasalnya cahaya itu tak seterik cahaya sang mentari. Ku mengerjapkan mataku beberapa kali. Cahaya seminim itu dapat membuat mataku sedikit tertusuk. Apakah selama itu mataku tak mendapatkan cahayanya ?

Ku coba menggerakkan tubuhku. Astaga, perlu perjuangan keras untukku menggerakkan tangan kanan ku. Ku rasa tubuhku mati rasa. Ah, aku baru ingat, ini semua ulah si tua bangka itu. Brengsek. Aku sampai lupa, sudah berapa kali orang-orang suruhannya mengeroyoki ku.

Sial, aku membenci diriku yang lemah ini. Aku yakin, jika aku bercermin sekarang, wajahku pasti seperti orang payah.

Ku edarkan pandanganku ke sekeliling. Tak ada apa-apa. Hanya ada kesunyian di sekitarku. Ruangan kecil ini berdebu. Sungguh. Tenggorokkan ku di buat gatal setiap kali aku mengambil nafas. Berbicara soal nafas, aku bersyukur saat aku membuka mataku, aku masih bisa membuat rongga hidungku di penuhi pasokkan oksigen. Walau terkadang nafasku tersengal-sengal.

Ku tatap jendela kecil di hadapanku. Wah, ternyata jendela itu tepat mengarah ke sebuah kamar. Kamar Kaasan. Aku tersenyum kecil. Rasanya aku sangat merindukan wajah Kaasan. Lagi, ku coba menggerakkan tanganku. Ku mencoba meraih cahaya di depanku.

Krek....

Ah, suara itu lagi. Pasti orang-orang itu lagi yang masuk ke sini. Dan benar. Mereka datang lagi.

"Sudah sadar lagi rupanya kau" salah satu dari mereka berjongkok di hadapanku.

Ku tak bergeming, ingin rasanya ku berteriak dan mencaci maki bajingan di depanku. Tapi tenggorokkanku terasa tercekik.

"Habisi saja lagi bocah itu"

Brengsek, siapa yang kau bilang bocah, hah ?

"Ya, kau benar. Semakin cepat dia mati, maka semakin cepat pekerjaan kita"

Sialan, aku benar-benar membenci diriku yang lemah ini.

.

.

.

Chinen nampak tak bergeming di depan komputernya. Dagunya berpangku tangan dengan tatapan mata yang seakan fokus ke depan namun tak menyiratkan apa pun. Fikirannya melayang jauh ke ujung dunia.

'Ini sudah 3 hari dan dia tak memberikanku kabar apa pun. Apa dia hilang di telan bumi ?' batinnya mulai mengeluh rindu.

Chinen terus asik dengan fikirannya sendiri. Hingga matanya menangkap sosok berkepala jamur melewati mejanya.

"Inoo-chan !"

"Yo, Chii-chan ?"

Chinen menggerakkan tangannya. Mengisyaratkan Inoo untuk mendekat.

"Kenapa ? Kau ingin menanyakan soal pangeranmu ? Aku tak tau, ia tak mengabariku apa pun" Inoo berkata sesuai apa yang ingin Chinen tanyakan. Bahkan sebelum si kelinci kecil itu membuka suaranya.

"Aiish.. aku bahkan belum bertanya , Inoo-chan"

"Tapi jawabanku benar, bukan ?"

Chinen berdecih pelan, "Iya sih"

Inoo menarik sebuah kursi, ia mendudukkinya tepat di sebelah kursi kerja Chinen. Kini wajahnya nampak serius.

"Tenang saja, mungkin saat ini ia sedang jalan-jalan di pinggir pantai dan bermain ringan dengan hantaman angin laut di sana. Tidak usah cemas berkelebihan seperti itu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tasukete [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang