2. First Help

226 41 5
                                    

*

"Bukan siapa-siapa, berbeda dari yang lainnya, lebih terang daripada matahari,
lebih gelap dari malam. Aku bertanya-tanya, siapa engkau?"

-

Seorang gadis terus menyingkap rambutnya ke belakang telinga. Dia terus mengumpat kesal pada cuaca hari ini. Kenapa angingnnya begitu kencang, sih?

Tangannya yang lain tetap siaga menjaga kertas-kertas di tangannya agar tidak berhamburan karena angin. Sebenarnya kakak lelakinya sudah bersikeras untuk menjemputnya sampai pintu depan, tapi dia meyakinkan agar menjemputnya di gerbang, dan sekarang lihat, dia membuat keputusan yang bahkan menyusahkan dirinya sendiri.

Berbeda dengan gadis itu, lelaki yang bersandar di bawah pohon dengan membiarkan angin menerpa poninya itu menatap si gadis dengan seksama. Sesekali berdesis dan mengatai gadis itu bodoh.

Oh ayolah, banyak orang yang rela memperlambat waktu mereka untuk memilih memutari koridor dengan jaminan selamat dari angin, tapi gadis itu tetap bersikeras melintasi lapangan seluas ini.

Dengan terpaksa lelaki itu beranjak dari sandarannya dan melangkah mendekati gadis itu. Kalau saja kertas gadis itu tidak berhamburan, mungkin dia tidak mau membuang waktu seperti ini.

Dengan sigap lelaki itu mengambil kertas-kertas yang berhamburan. Dan syukurlah kertas itu tidak berterbangan terlalu jauh.

Setelah terkumpul, dia mencekal lengan gadis itu. Ya, gadis itu hampir pergi dari tempatnya.

"Seharusnya kau mengucapkan terima kasih."

Lelaki itu memberikan kertas yang ia kumpulkan di atas tumpukan kertas lainnya yang masih setia di pangku gadis itu.

"Kau lagi!"

"Ya, terima kasih kembali." Dengan nada menyebalkan lelaki itu berucap sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kenapa kau selalu mengikutiku." Protes gadis itu.

"Apa susahnya mengucapkan terima kasih." Tidak terdengar seperti pertanyaan, hanya ada nada tuntutan disana.

Gadis itu menggeram kesal. Dia kembali menyingkap rambutnya kebelakang. Memperjelas tatapannya pada lelaki di hadapannya. Dia semakin kesal ketika suara kekehan dari mulut lelaki itu mengalun di telinganya.

"Aku sedang berbaik hati, aku beli ini cuma-cuma hanya untukmu. Ambilah." Lelaki itu menyodorkan ikat rambut berwarna hitam dengan pita berwarna hitam juga ke gadis itu.

"Tidak. Simpan saja."

"Sampai kapan kau tidak mau menganggapku sebagai temanmu, Min Ah-ssi."

"Kau memang bukan temanku -tunggu, kau tahu namaku?"

Lelaki itu mengabaikan ucapan gadis bernama Min Ah itu, di membalik tubuh gadis mungil itu. Dengan keterampilan yang tidak seberapa, dia menyingkap rambut panjang Min Ah dan menikatnya menjadi satu. Setelah selesai, dia memperhatikan hasilnya. Not bad.

"Bukan hal penting, aku mengetahui namamu. Sekarang boleh aku tanya siapa dirimu? Kau selalu mengganggu hariku. Tepat dipikiranku, kau tahu."

Min Ah tersentak dan membalikkan badan menatap lelaki itu. Menatap lelaki itu sengit. Dengan nada yang kurang bersahabat, Min Ah menjawab.

"Bukan siapa-siapa, aku berbeda dari yang lainnya, lebih terang daripada matahari, lebih gelap dari malam. Aku yang harusnya bertanya-tanya, siapa dirimu, Sunbaenim?"

"Kau cukup kasar ternyata." Komentar lelaki itu.

"Aish, aku tidak punya waktu banyak untuk menanggapimu. Aku pergi."

Untuk saat ini, lelaki itu tersenyum miring menatap kepergian gadis itu. Min Ah, baiklah, akan menjadi kebiasaan baru untuk lelaki semacam Min Yoongi. Mengamati gadis itu sepertinya akan menyenangkan.

"Kita lihat siapa yang takluk dengan siapa."

28 April 2019

-

this story will be continous

this story will be continous

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Challenge: 25 Days of Flash Fiction - MygWhere stories live. Discover now