18. Meet

63 17 0
                                    

*

"Mereka bilang, kau akan bahagia jika orang yang kau cintai bahagia, namun aku berharap kau menderita sebab aku juga menderita."

-

'gwaenchana?'

Caranya menghawatirkanku.

'Aku benci gadis lemah.'

Caranya memperingatiku.

"Ya! Ttarawa! Disini dingin." (hey! Ikut aku!)

Aku ingat bagaimana dia mencoba memperhatikanku.

'Bukankah aku pernah bilang, kekasihmu ini bukan tempat untuk mengeluh.'

Semua cara dari dirinya untuk menunjukkan dia menyayangiku cukup beragam. Tak ada sesuatu yang berarti. Hampir tidak ada sesuatu yang manis di hari-hari kami berkencan.

Huh,

Aku ini kenapa. Satu tetesan air mata aku usap sebelum Yoongi membuka mata hari ini. Lelaki itu lama-lama seperti kucing yang akan menghabiskan waktunya untuk tidur selama 18 jam penuh atau mungkin lebih. Menyebalkan.

"Nunna, kau bisa mengisi perutmu dulu. Kami akan menjaga Yoongi, hyung."

Aku tersenyum. Benar juga, sudah seminggu lebih aku jarang mengisi perutku. Kalau tidak Yoongi yang mengingatkan. Aku mengangguk dan beranjak, membiarkan Jungkook mengisi kursi yang sebelumnya aku duduki.

Sejenak aku menghela napas sebelum menutup pintu. Setelahnya aku berjalan ke kantin rumah sakit. Pikiranku melayang selama aku bejalan mengikuti rute yang sudah aku hafal betul untuk mencapai kantin. Kedua tanganku aku desakkan ke saku mantel hitam milik Yoongi yang sangat besar di tubuhku.

Sampai satu tepukan bahu membuat langkahku terhenti dan menoleh reflek.

"Hai "

Aku tersenyum kikuk. Mencoba mengenal siapa lelaki ini.

"Kau... tidak mengenaliku?"

Aku memiringkan kepalaku sedikit. Mencoba memperdalam ingatanku. Butuh beberapa detik, mengingat pikiranku sempat melayang dan berantakan beberapa minggu ini.

"Kang..."

"Ah kau mengingatku. Aku Daniel, temanmu semasa sekolah dulu, dan juga masa lalumu kalau kau mau tahu." Lelaki itu tersenyum cerah. Aku membalasnya dengan kekehan sumbang. Aku kembali mengingat.

Daniel. Kang Daniel beserta kenangan masa lalunya. Setelah aku telusuri, tubuhnya terbalut jas puthih, benar begitu?

"Ah, aku dokter magang disini." Dia menjelaskan dan aku hanya mengangguk singkat.

"Sedang apa, Min-ya?" Aku sedikit tertegun mendengar cara dia memanggilku. Tak berbeda.

"Menjenguk."

"Temanmu sakit?"

"Cukup parah." Aku terkekeh sumbang di akhir kalimatku.

Daniel mengangguk-angguk. "Mau kemana?"

Aku menoleh ke sekitar. Lalu menemukan papan nama kantin rumah sakit, tanpa segan aku menunjuk papan itu dengan daguku. Dia juga mengangguk paham dan mengajakku melangkah beriringan menuju kantin.

"Siapa yang sakit?" Daniel membuka suara ketika kita sudah mendudukan diri di salah satu kursi yang ada di teras kantin.

"Nan namchin." (kekasihku)

Setelahnya aku menunduk, menyibukkan diri dengan ujung kausku. Sedikit canggung setelah aku menjawab siapa yang sakit. Daniel juga diam. Apa aku salah? Kita sudah berpisah selama empat tahun lebih. Dan berpisah dengan cara yang baik-baik. Alasan kita berbeda fakultas dan ingin fokus ke jalan masing menurutku tidak ada yang salah.

"Kau sudah berbahagia sepertinya."

Aku mendongak mencoba menatap matanya yang terus menghindar.

"Mungkin... kenapa?"

"Mereka bilang, kau akan bahagia jika orang yang kau cintai bahagia, namun aku pernah berharap kau menderita sebab aku juga menderita." Daniel bergumam sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. Menatapku sebentar sebelum menutup matanya rapat.

"Daniel-ah. Maafkan aku, aku..."

"Nuna!"

Mataku langsung beralih ke Jungkook yang melangkah cepat di antara meja dan kursi yang berjajar rapi, diikuti Taehyung.

Dadaku bergemuruh. Seperti... entah

Yoongi baik-baik saja kan?

21 September 2023
-

Aku balik lagi untuk kesekian kalinya wkwkwk
Kaget aja sih ternyata ada yang masih minat. Jadi apa salahnya di lanjutin. Kurang 7 part lagi selesai...

Readers dan votersnya masih nambah, semoga masih ada kehidupan disini.

Btw, happy 1k readers. I love youuu

Saranghae,
52

Challenge: 25 Days of Flash Fiction - MygWhere stories live. Discover now