Sebening Putih || 07

139 9 3
                                    

Rasanya Sagi ingin memukul wajah Kaka sampai membiru sekarang juga. Bagaimana tidak, ketika tadi ia menelepon laki-laki itu untuk bertanya tentang motornya yang Kaka pinjam, Sagi malah menemukan Kaka yang  sedang mabuk sedang menjawabnya. Betapa terkejutnya lagi, ketika Sagi mendengar suara teriakan antusias Putih yang juga sedang mabuk di dalam telepon.

Ia sudah sampai. Dengan setengah emosi, ia masuk ke dalam dan mencari dua orang yang berhasil memancingnya untuk mengamuk di tempat yang faktanya adalah milik keluarganya. Ya, club ini adalah salah satu bisnis keluarga Sagi.

"Dito, mana Kaka?" tanya Sagi kepada salah satu pelayan yang sangat dikenalinya. Dito yang baru saja selesai mengantarkan sebuah pesanan menjawab, "Dia ada di.." sebelum mendengar jawaban Dito, pandangan Sagi sudah lebih dahulu menangkap sosok yang dicarinya.

"Tambah lagi. Ini masih belum cukup," pinta Putih setengah sadar. Kepalanya sudah bersandar di atas meja dan itu berhasil membuat si bartender kebingungan menghadapi perempuan itu.

Masalahnya bartender itu tahu pasti siapa Putih dan ia benar-benar tidak ingin melakukan sesuatu yang salah terhadap perempuan itu. Berurusan dengan Putih sama saja mencari mati dengan anak pemilik tempat ini. Siapa lagi kalau bukan Sagi.

"Raon, lo apain cewek gue?" tanya Sagi langsung menutupi tubuh Putih yang sedikit terbuka dengan jaketnya.

Raon si bartender langsung mengangkat tangannya tanda ia tidak melakukan apa-apa. "Gak gue apa-apain Bang. Sumpah!"

"Jangan ganggu gue! Gue mau pergi." Putih mengigau, membuat Sagi berkali-kali menghela napas.

Tanpa pikir panjang, Sagipun segera mengangkat tubuh Putih ke punggungnya. "Bang, ini temen lo gimana?" tanya Raon lagi sambil menunjuk Kaka yang sudag teler.

Sagi berdecak, "Seret aja ke kamar biasa. Besok juga dia sadar." Kemudian Sagi membawa Putih keluar.

Sebelah tangan Sagi menekan remot mobil untuk membuka mobil. Dengan hati-hati Sagi meletakkan tubuh Putih di kursi. Perempuan itu sedikit mengerang pelan karena tidurnya sedikit terganggu dan melihatnya membuat Sagi menghela napas. Sagi berjalan ke seberang dan masuk ke kursi pengemudi.

"Kalian jahat semua." Putih kembali mengigau membuat tatapan Sagi berubah sendu ke arah perempuan itu. Laki-laki itu mengelus pipi Putih dengan lembut, kemudian barulah ia mengemudikan mobilnya.

***

Putih langsung bangkit dari posisi tidurnya ketika ia menyadari bahwa dirinya sedang tidak di dalam kamarnya. Matanya berubah kesal saat menyadari bahwa dirinya malah berada di dalam kamar laki-laki yang sangat dikenalnya. Ia berada di kamar Sagi.

"Lo udah bangun?" Kepala Putih langsung menoleh ke Sagi yang baru saja masuk ke dalam kamar sambil membawakan segelas air madu. Laki-laki itu memberikannya kepada Putih yang jelas-jelas marah dari ekspresinya.

"Air madu, supaya perut lo enakan abis mabuk," ujar Sagi tersenyum.

"Kenapa lo bawa gue ke rumah lo? Gue juga punya rumah," kata Putih yang setelah itu tetap meminum air madu yang diberikan Sagi. Hal itu membuat Sagi tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

"Abisin dulu ya minumnya. Terus bentar lagi mbok Ani bakal bawain sarapan. Nah abis itu lo boleh marah-marah," kata Sagi yang kemudian hendak berjalan ke luar kamar.

Melihat Sagi yang pergi, segera ia memanggil laki-laki itu. "Sagi!" Laki-laki itu menoleh. Tiba-tiba saja Putih menjadi kikuk sendiri, ia mengusap tengkuk belakangnya dan memalingkan wajahnya dari Sagi. "Gue, hmm, makasih."

Sagi diam melihat Putih yang setelah mengatakan itu langsung kembali tidur. Sagi menaikkan sebelah alisnya, kemudian tersenyum singkat. Ia pun berbalik dan keluar dari kamarnya itu.

Sebening PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang