Sebening Putih || 38

69 7 0
                                    

Pada pukul setengah sembilan Sagi baru sampai di perkarangan rumah bapak Putih. Satpam yang sudah hafal dengan plat mobil Sagi, tanpa disuruh pun ia langsung membuka pagar. Sagi turun dengan langkah terburu-buru bahkan ia sampai lupa mengambil kunci mobilnya yang kini masih menggantung di dalam.

Sagi tidak bisa bersikap santai, ia mengetuk pintu rumah tersebut dengan cepat dan keras. Pintu terbuka menampakkan tante—istri bapak keluar dengan mata yang setengah mengantuk. Mata wanita paruh baya itu menyipit ketika mengetahui kalau orang yang sudah menggedor-gedor pintu rumahnya itu adalah Sagi.

"Sagi kenapa gedor-gedor pintu?" tanya tante sedikit kesal. Menurutnya malam ini Sagi sangat tidak sopan.

"Loh tante, bukannya tante lagi ga di rumah?" tanya Sagi tidak mengindahkan pertanyaan wanita itu.

Wanita itu mengerutkan keningnya dengan pernyataan Sagi yang mengatakan dirinya tidak di rumah. Wanita itu menjawab masih dengan kerutan di keningnya, "Tante daritadi ada di rumah. Cuma ya di dalam kamar aja, ga keluar-keluar. Males keluar ntar tante disinisin Putih."

"Tapi kan tadi Putih bilang gaada orang di rumah. Katanya cuma ada Anin, terus Anin katanya juga sakit."

"Anin sakit gimana?" wanita itu benar-benar kebingungan. Hampir saja wanita itu berpikir kalau Sagi malam ini mabuk karena sudah mengatakan hal-hal yang aneh. Setahunya di rumah sedang tidak ada masalah. Ia ada di rumah dan Anin terlihat baik-baik saja. Lagipula kalau dipikir-pikir Putih dapat kabar dari siapa?

"Gini aja deh tante. Boleh panggilin Anin nya?"

Wanita itu pun mengangguk dan segera menyuruh bibi yang ada di rumah untuk memanggil Anin di kamarnya. Sementara itu Sagi disuruh menunggu di ruang tamu agar wanita itu bisa pamit untuk kembali ke kamarnya. Bukannya tidak khawatir dengan Anin hanya saja pasti Anin akan melapor kalau terjadi sesuatu.

Tidak lama kemudian Anin turun masih dengan mengenakan baju tidur yang sama seperti yang terakhir kali Sagi lihat sebelum pergi ke stadion gelora. Anin yang turun langsung saja memberikan ekspresi yang jelas-jelas kebingungan, namun tidak ia pungkiri juga kalau ia merasa senang saat dapat kabar dari bibi kalau Sagi datang.

"Kak Sagi kenapa cari gue?" tanya Anin langsung mengambil duduk di seberang Sagi.

Sagi berdiri, lalu berjalan mendekat ke arah Anin. Sagi dengan wajah yang terlihat khawatir memegang bahu perempuan itu lalu memeriksanya dengan menggerakkan tubuh perempuan itu ke kiri dan ke kanan. Perhatian Sagi berakhir ke mata hitam polos milik Anin, ia menatap lekat-lekat lalu menghembuskan napasnya dengan lega. Sagi sampai terduduk di lantai saking leganya.

"Lo kenapa sih Kak? Lo aneh tau malam ini." Anin tertawa melihat Sagi yang sekarang duduk di lantai.

"Gue kira lo sakit," jawab Sagi lemah. Badannya terasa lemas karena terlalu panik tadi.

"Sakit gimana? Orang gue lagi belajar di kamar. Emang dapet kabar dari siapa?"

"Dari Putih." Sagi menjawab polos.

Anin memanyunkan bibirnya sedikit seraya berpikir kenapa Putih mengatakan kepada Sagi bahwa dia sakit. Kalau boleh jujur ya Anin merasa sehat-sehat saja, paling merasa kecewa karena Sagi pergi bersama Putih berdua saja malam ini.

Anin membenarkan posisinya saat dirasanya tubuhnya tegang dan kaku. Ia pun sedikit menunduk, lalu bertanya kepada laki-laki itu, "Udah selesai ya nonton festivalnya?"

"Belum."

"Terus?"

"Gajadi nonton hehe."

Anin membulatkan matanya, spontan ia mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok perempuan yang tadinya pergi bersama Sagi. "Kak Putihnya mana?"

Sebening PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang