Sebening Putih || 14

79 8 3
                                    

Kaka baru saja turun dari mobilnya. Seragamnya masih ia kenakan dan ia berencana untuk mandi di rumah yang sengaja ia dan keempat sahabatnya beli beberapa tahun yang lalu. Kaka mengambil barang-barangnya dari dalam mobil, tidak lupa beberapa camilan yang baru saja ia beli untuk teman-temannya itu. Dengan santai, Kaka membawa semuanya dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Langkah Kaka terhenti ketika sebuah mobil masuk ke dalam perkarangan. Kaka jelas sangat mengenal pemilik mobil itu. Senyum Kaka terbit, ia pun menunggu temannya bernama Sagretjah itu turun dari mobilnya. Setidaknya Sagi dapat membantunya membawa semua barang-barang yang tidak ia pungkiri sedikit sulit untuk dibawa.

Sagi turun, tetapi senyuman Kaka seketika menghilang ketika ada perempuan lain yang juga ikut turun dari dalam mobil Sagi.

"Ka, ngapain lo? Minggat dari rumah?" canda Sagi seolah tidak ada yang salah.

"Basi lo."

Wajah Kaka berubah menjadi kurang bersahabat ketika perempuan di sebelah Sagi itu mendekat ke arahnya. Kaka diam-diam mendengus, sejujurnya Kaka tidak menyukai ada orang asing yang tidak diundang datang ke rumah ini.

"Kenapa sih?" tanya Sagi menyadari akan perubahan raut wajah Kaka.

"Siapa?" tanya Kaka, tatapannya mengarah ke perempuan yang ada di sebelah Sagi.

"Gebetan."

Perempuan di sebelah Sagi itu tersenyum seperti tersipu malu akan ucapan Sagi barusan.

Kaka mendengus kecil, lalu berjalan masuk ke dalam rumah tersebut. Perempuan itu, Anin memandang Sagi dengan tanda tanya akan sikap yang diberikan oleh Kaka barusan. Sagi tersenyum, kemudian mengangkat bahu tanda ia juga tidak tahu. Akhirnya Sagi pun mengajak Anin untuk ikut masuk ke dalam rumah itu.

"Mending lo gue antar pulang aja ya?" ucap Sagi dengan tidak enak hati.

"Kenapa?" tanya Anin merasa sedikit sedih. Sebuah alasan muncul di kepala perempuan itu, dengan ragu ia bertanya kepada Sagi. "Apa alasannya karena gue suka sama lo? atau karena gue bilang kalau gue cinta lo?"

"Gue bakal perbaiki semuanya, gue akan membuat semua ini menjadi benar. Gue bakal bilang ke Anto buat batalin taruhan,-"

"Gimana kalau kita juga taruhan?" potong Anin cepat.

"Kalau gue bisa buat lo cinta sama gue, gue akan bayar taruhan lo itu ke Anto. Tapi kalau lo tetap ga cinta sama gue, lo harus kasih bayaran kemenangan atas taruhan lo sama Anto ke gue."

"Terdengar untung di lo tapi enggak juga."

Anin tersenyum. "Gimana?"

"Lo se-suka itu sama gue?"

Anin tersenyum, lalu mengangkat bahunya ringan. "Maybe."

Sagi terlihat berpikir untuk sejenak. Dari raut wajahnya jelas ia sangat tidak setuju karena yang ada di pikirannya sekarang sangat tidak mungkin jika ia sampai benar-benar suka dengan Anin. Menurut Sagi, akhirnya hanya akan menyakiti perempuan itu.

"Lo ga usah khawatirkan gue. Jangan pandang gue sebagai orang yang lo sukai. Pandang saja gue sebagai target taruhan lo bersama Anto di awal. Taruhan kita adalah bonus sampingan dari taruhan lo."

"Tapi Nin, lo ingin akhirnya gue juga suka ke elo kan? Kalau itu terjadi lo harus mengeluarkan uang banyak untuk membayar taruhan Anto. Gue tidak melihat semua ini sebagai kemenangan buat lo."

Anin terkekeh kecil. Perempuan itu terlihat tidak khawatir. "Kenapa lo harus mikirin itu sih kak? Lagian lo tidak akan suka ke gue kan? Jadi gue bakal dapat hasil taruhan dari Anto. Ini jelas kemenangan buat gue. Atau jangan-jangan lo berpikir bahwa akhir taruhan ini akan menjadi lo yang suka gue?"

Sebening PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang