Sebening Putih || 15

85 6 3
                                    


Putih duduk di kursi sambil melipat kedua tangannya. Matanya dengan santai menatap Anin secara terang-terangan. Di mulutnya sudah terisi permen karet kesukaannya. Sambil mengunyah, ia tidak membiarkan Anin terlepas dari pandangannya.

"Kenapa sih Put?" tanya Sagi sangat sadar dengan perhatian aneh yang diberikan oleh Putih kepada Anin.

"Kenapa Sagi?" tanya Putih yang malah balik bertanya.

Kedua insan itu saling tatap menatap untuk beberapa saat, seolah pikiran mereka saling berperang satu sama lain. Mau tak mau semua orang yang ada di ruangan yang sama dengan Sagi dan Putih itu menaruh perhatian kepada kedua orang itu. Di ruangan itu sudah ada Sagi, Putih, Hanan, Rabka, Anin dan Reza yang sudah dilepaskan.

"Lo ada masalah sama gue?" tanya Sagi dengan mata menyeledik.

Wajah yang tadinya terlihat ingin mengajak berperang kini berganti dengan wajah sulit menahan tawa. "Apa sih lo? Baperan banget." Putih mengambil camilan yang ada di depannya, lalu memasukkannya dengan kesal ke dalam mulutnya.

Hanan mulai jengah, "Kalian ini ngapain sih? Bentar kek musuh, bentar lagi kayak orang pacaran."

Rabka tersenyum licik penuh arti. Dengan sengaja tatapannya itu ia berikan kepada Anin yang tidak sengaja menatap Rabka balik untuk beberapa detik.

"Gue gaada masalah sama dia, Nan. Tuh si goblok aja yang alay. Posesif ke gebetan."

Sagi tertawa mendengar ucapan Putih. Sagi pun tersenyum, lalu memasang ekspresi menggoda kepada Putih dengan menopang wajahnya dengan tangannya sendiri. "Jadi lo cemburu gue posesif ke perempuan selain lo?"

Putih menepuk tangannya dengan tiba-tiba, menimbulkan keterkejutan yang lumayan untuk semua orang yang ada di sana. Hampir semuanya terlonjak karena kaget. "Untuk apa gue cemburu? Emangnya lo siapa di hidup gue?"

"Gue orang penting di hidup lo tentu saja."

Putih mendengus, lalu melempar kacang yang ada di tangannya ke arah Sagi. "Kata lo aja."

"Lah emang iya kan?" tanya Sagi meminta dukungan, terutama kepada Hanan dan Rabka.

Hanan mengusap wajahnya dengan lelah karena sikap Sagi barusan. Hanan jadi merasa kasihan dengan Anin yang tadi kata Sagi adalah gebetan laki-laki itu. Hanan menghela napas lagi, lalu memilih bangkit pergi untuk menjemput Kaka yang daritadi mengurung diri di kamarnya.

"Gue mau ke Kaka."

Suasana menjadi hening ketika Hanan pergi menuju Kaka.

Rasanya menyebalkan untuk Reza karena terperangkap di sini bersama lingkungan kehidupan Putih yang sama sekali tidak ia mengerti. Keberadaannya seperti tidak diakui di sini, bisa dibilang Reza tidak dianggap. Namun, tetap saja Hanan tidak membiarkan Reza untuk pergi dari rumah yang sudah dicap neraka oleh Reza.

Tatapan Reza tidak sengaja jatuh pada sosok laki-laki di sebelahnya. Rabka, adalah laki-laki paling tidak normal setelah Sagi yang Reza lihat di rumah ini. Lihat saja, bahkan sekarang laki-laki itu sedang senyum-senyum sendiri sambil mengusap-ngusap dagunya. Reza jadi bergidik ngeri. Semua orang yang ada di sini aneh menurut Reza. Menyesal rasanya Reza sudah mencoba untuk membantu Devan.

"Tjah, lo sama Anin udah deket sejak kapan?" tanya Rabka menghentikan pertengkaran kecil antara Putih dengan Anin.

"Sejak awal?"

"Awal apaan dah?"

"Awal kapan Nin?" tanya Sagi malah beralih bertanya kepada Anin.

"Sejak awal PLS kemaren ya kak?" jawab Anin sambil tersenyum.

Sebening PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang