Sebening Putih || 56

73 7 2
                                    


Putih mengendarai mobilnya menuju rumah. Hari itu hujan turun lumayan deras, ketika keluar dari mobil pun terpaksa harus berlari supaya tidak terlalu basah. Putih mengusap-ngusap pakaiannya yang terkena air berharap pakaiannya mengering. Akan tetapi tentu saja itu tidak akan terjadi. Putih mengusap rambut pendeknya yang kebasahan, ia memerasnya sampai air benar-benar keluar dari rambutnya itu.

Tidak sengaja pandangannya jatuh kepada kebun bunganya yang juga kebasahan. Gerakannya terhenti dan fokusnya teralihkan. Dia maju beberapa langkah untuk memandang kebunnya lebih dekat. Matanya meneliti dari sudut ke sudut takut jika hujan terlalu lebat maka kebunnya akan rusak.

Sekelabat ingatan tak terelakkan. Memori tentang sosok itu seketika terealisasikan menjadi bayangan halusinasi yang terlihat nyata. Di hujan deras ini, Putih dapat melihat dengan matanya sendiri sosok itu sedang duduk di atas kursi kecil yang pendek, sosok itu hanya dibaluti kaus pas yang warnanya sudah pudar. Sosok itu terlihat sangat fokus mencangkul-cangkul tanaman dan memupukinya, lalu beberapa saat kemudian sosok itu menatapnya. Dia tersenyum lebar lalu tertawa ringan.

Sosok itu hilang. Untuk beberapa saat kepanikan hadir. Putih mengedarkan pandangannya mencari-mencari keberadaan sosok itu. Tidak butuh waktu lama, Putih berhasil menemukannya. Sosok itu kini duduk selonjoran di perkarangan rumahnya karena kelelahan. Detik selanjutnya sosok itu memanggil namanya. Sebut Putih sudah gila, ia bisa mendengar suara sosok itu sangat jelas di telinganya sekarang.

"Putih gue haus! Minuuum!"

Dirinya muncul. Astaga Putih dapat melihat dirinya sendiri yang baru saja melewatinya. Putih dapat melihat dirinya yang masih remaja itu berjalan mendekati sosok itu, di tangannya ada buah pir yang sudah dipotong dan segelas air putih. Dengan santai dirinya yang remaja itu duduk di sebelah sosok itu dan memberikan air yang sudah dibawanya.

"Haus banget! Eh besok jangan lupa disiram bunganya. Percuma gue udah susah-susah rawat, tapi lo ga kasih dia minum."

"Iya deh bawel banget jadi tukang kebun."

"Itu apa?"

"Pir."

"Mau."

"Nggak."

"Ayo dong."

"Yaudah nih, buka mulut lo."

Dan dirinya yang remaja menyuapi sosok itu dengan santai. Sosok itu tersenyum lebar setelah berhasil memakan pirnya. Kemudian kedua remaja itu menghilang.

Putih menggelengkan kepalanya, ia memukul-mukulkan kepalanya sendiri. Dia sudah gila karena membayangkan sesuatu yang tidak seharusnya! Putih lalu membuka kembali matanya setelah dirasanya kalau ia sudah kembali ke bumi. Namun ketika ia membuka matanya, Putih malah kembali melihat sosok itu. Kali ini sosok itu sudah dewasa, memakai kemeja yang sama persis saat dua bulan yang lalu.

"Kenapa?"

"Berdiri dulu gue bilangin."

Putih dapt melihat semuanya. Bagaimana dirinya dengan serius melipat kemeja dan membenarkan kerah baju pria itu. Ia juga dapat melihat bagaimana pria itu yang terdiam—nyaris membeku karena perlakuannya saat itu. Dan satu lagi, ia dapat melihat bagaimana pandangan mata pria itu tak pernah lepas dari dirinya sedikitpun.

Putih memejamkan matanya, kepalanya terasa sakit. Sesak, kenapa sesak sekali yang dia rasakan? Dan kenapa rasanya saat ini dia ingin menangis? Sepertinya dirinya benar-benar sudah tidak waras. Putih menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu buru-buru masuk ke dalam rumahnya. Namun bukannya tenang, ia malah melihat sosok itu lagi.

Sebening PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang