Ehem,
Hai masa lalu,
Apa kabar? Maaf ya, aku sempat menjadikanmu bahan bakar menulisku. Maaf aku terlalu sering mengungkit-ngungkit kenangan kita. Maaf aku tak bisa jujur dengan lisanku.
Ketahuilah, kamu memang pernah menjadi bahan bakar dan tokoh utama dalam sajakku, tapi ini bukan untuk memintamu kembali peduli atau kembali hadir, jadi kumohon, mari kita sudahi disini. Lalu,Hai sahabat,
Aku bahkan tak tahu darimana harus memulai..
Mari kita mulai dengan maaf. Maaf aku yang terlalu egois. Maaf aku yang tak mengerti. Maaf aku tak hadir saat kamu butuh aku. Aku salah dan menyesal. Jika kita tak bisa kembali di awal, bisa kita coba dari nol lagi?
Jika pun tidak, aku harap kamu sekarang baik-baik saja dan selalu bahagia.Terakhir,
Hai kamu.
Yang entah sesungguhnya notabene-nya apa.Tahukah kamu kalau kamu sering berlari-lari dalam anganku? Tapi jujur, aku takut. Dengan seluruh tindakanmu membuat aku berpikir dan berharap adanya jalan untuk kita. Meskipun bukan jalan setapak yang lurus, namun berliku dan penuh batu.
Benarkah itu? Berasumsi pun ku takut. Apa kamu juga suka begitu? Apa kamu juga kesulitan mengerti perasaan kamu? Sehingga terkadang kamu butuh sendiri untuk memikirkannya (yang sesungguhnya tak berbuah hasil)?
Jika tidak, tak masalah, aku sudah cukup terlatih patah hati.
Jika iya, bagaimana kalau kita buat semua ini lebih mudah?30 Januari 2017
9.30 PM
Dicatat dengan rasa bersalah dan kegelisahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam
Short StoryMaka sedalam apa Tuan, saya dapat tenggelam dalam angan-angan?