Dibawah purnama yang enggan muncul, kutulis surat ini dengan kerinduan tak terbelenggu. Dibawah lampu yang terlihat kantuk, izinkan aku menceritakan cerita sendu.
'Masih soal ini?' Mungkin tanyamu. Iya. Kuakui saja. Sakit ini membekas dan meninggalkan jejak.
'Kalau memang sakit , tak perlu dibahas lagi.' Mungkin kamu juga akan berkata begitu. Kamu tak suka? Aku minta maaf. Hanya saja hatiku melolong. Berikut lisanku yang mendadak kelu, hanya lewat menulis aku membiarkan hatiku bernapas barang sesaat.
Jangan salahkan hatiku yang merindu , salahkan aku yang tidak dapat membelenggu.
Sesungguhnya surat ini pada awalnya aku niatkan untuk mengucapkan selamat, karena pada akhirnya kamu mendapatkan kebahagiaanmu. Terdengar sangat munafik ya? Percayalah , aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku tulus mendoakanmu.
Memang , aku akan berbohong jika aku bilang aku baik-baik saja melihatmu dengannya. Tapi aku justru akan lebih berdusta , jika kubilang aku tak ingin melihatmu bahagia.
Bukankah itu inti dari mencintai?
Bandung , 12 Agustus 2016
8.59 PM
Teruntuk semua yang sedang belajar melepaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam
Cerita PendekMaka sedalam apa Tuan, saya dapat tenggelam dalam angan-angan?