Sebuah Ukiran (Luka)

8 1 0
                                    

Tuan,

Bagaimana kabarmu?
Aku semakin tidak mengenalmu tuan.
Ada apa? Kamu enggan berbagi denganku Tuan?

Aku pikir, Tuan nyaman bersamaku...
Ah.... Mungkin aku yang terlalu berharap yah? Mungkin selama ini, hanya aku yang merasa dan kamu mengikuti alurnya, hanya berlandaskan kasihan.

Tuanku,
Jujur. Aku rindu kita yang dulu. Kita, yang penuh tawa dan cerita. Kita yang bahagia, sambil orang lain menerka hubungan kita. Termasuk aku, sebenarnya.
Aku yang dulu, akan menuntut yang lebih dari waktu itu, namun jika aku tahu aku akan kehilanganmu, maka aku puas dengan sebatas teman.

Tuanku,
Salahkah aku? Sesalah itukah aku yang menginginkanmu, menyayangimu lebih? Percayalah, tuanku. Aku tidak bermaksud menyakitimu, membuatmu terbebani dengan segala hal yang menyangkut 'kita'.

Maafkan aku.

Aku tidak sadar, dengan menyayangimu, aku bukannya mengobati lukamu. Aku hanya menuangkan alkohol pada luka yang belum kering. Membuatnya semakin perih.

Lalu Tuanku, apa dengan aku mundur luka itu akan sembuh?
Tuanku, sesungguhnya dengan mundurnya aku, maka lukaku sendiri yang akan makin terbuka,

namun untukmu, aku siap.


Seandainya kamu tahu, betapa basahnya sejadahku belakangan ini.

Bandung, 14 Oktober 2017

15.43 PM 

Tuhan, kuatkan aku, demi menyembuhkannya.

TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang