"Puan..."
Aku menoleh sebentar dan langsung membuang muka. Mood-ku berubah sepenuhnya.
"Puan!!"
Aku mengabaikannya dan mencoba menahan semuanya, sambil terus maju.
"Puan... Jangan acuhkan aku.."
Aku pun tak tega sebenarnya. Ingin aku memeluknya erat, menerima dia lagi, namun apa dayaku? Aku, insan yang lelah akan perasaan ini, namun tidak pernah rela melihatnya pergi menjauh..
"Puan, aku hanya ingin menanyakan kabarmu...dan berbagi kabarku.."
Bohong. Kamu hanya mencari pengganti dia yang sedang absen. Jangan coba menipuku, aku terlalu tahu kamu...
"Puan, aku serius.. Hanya kamu yang akan mengerti ini.."
Berhentilah, aku lelah.
"Puan?"
'Mari kita ibaratkan, kamu kepanasan dan membutuhkan pertolongan. Aku disini hanya memiliki api, dan mencoba dengan begitu keras mematikan api itu dengan tangan kosongku. Sakit sebenarnya, hanya saja demi kamu, yang sangat kesakitan, aku rela.
Setelah, semua luka bakar yang kutahan, dia datang membawa oasis, hanya untukmu.
Kamu pasti merasa sangat istimewa setelahnya dan memilih dirinya, yang lalu dengan mudahnya melupakan pengorbanan yang aku berikan.'"Aku tidak seperti itu, puan.."
'Selalu seperti ini tuan, selalu.'
"Lalu bagaimana perjuanganmu, pengorbananmu dulu puan...? Kamu rela menyia-nyiakan semuanya untuk berhenti, hanya karena lelah?"
'Pada akhirnya, cinta memang memerlukan pengorbanan. Namun, tak semua pengorbanan akan memiliki arti.
Jika pada akhirnya perjuanganku selama ini, hanya hiburan untukmu, biarlah. Toh, aku memang ingin kamu bahagia. Setidaknya, aku pernah membuat hatimu penuh. 'Hal terakhir yang aku lihat adalah kamu melihatku sendu, membatu yang akhirnya tertutup kabut...
.
.
.
Hingga akhirnya aku sadar, akulah yang terhisap dan tersesat dalam kabut itu.. Atau lebih familiar dengan ungakapan ; 'kekecewaan'Aku jatuh cinta padamu tanpa paksaan, maka haruskah aku berhenti karena desakan keadaan?
Bandung 28 Agustus 2017
4:24PM
Lekas sembuh, kamu, sahabatku.