The Deepest

2.9K 278 221
                                    

Author's note: Yang gak kuat jangan baca. Aku pun sakit nulisnya.

*****

Siapa bilang lelaki tidak bisa menangis?

Mustahil.

Sekarang aku menangis di dalam mobil seorang diri, meratapi kesalahan yang tidak seharusnya aku lakukan. Dadaku terasa nyeri setiap kali kusesali apa yang sudah aku perbuat padanya, membayangkan betapa menderitanya diriku jika aku berada di posisinya dan sempat terbersit di dalam kepalaku untuk menghilang saja dari dunia ini.

Aku malu, aku tidak berharga, aku brengsek dan segala keburukan yang aku pikirkan memanglah pantas kuterima. Bahkan jika saja detik ini aku mati, tidak ada yang harus mereka tangisi—sungguh, tidak ada.

Bunyi ketukan di jendela kaca mobilku tak urung membuatku bergerak. Wajah ibuku tampak begitu khawatir dan begitu ia membuka pintu mobil, tangisku justru semakin menjadi. Kepalaku menunduk dan kusembunyikan wajahku di atas kemudi.

"Sehun, ayo masuk...ibu tahu ini berat untukmu," usapan tangan ibu di puncak kepalaku yang biasa menjadi obat penenang di kala aku sedih, kini seakan tidak lagi berfungsi.

"Ibu...aku tidak tahu lagi harus bagaimana, maafku saja tidak akan cukup untuk membuat hati Irene sembuh," kupukul-pukul keras belakang kepalaku berharap agar aku benar-benar gila dan melupakan semuanya. Tapi hati dan rasa tidak akan pernah bisa berbohong. Penyesalan dan rasa bersalahku seolah menghancurkan seluruh mimpiku, hidupku.

"Semua butuh waktu sayang, ayo kita bicara di dalam."

Ibu satu-satunya orang yang mau menerima keadaanku, jauh berbeda dengan ayah dan kakak lelakiku. Mereka berdua memakiku, membodohiku dan bahkan ayah memukul wajahku berulang kali sampai aku lupa bagaimana rasanya bogem mentahnya mendorong kulit wajahku malam itu dan sekali lagi ini semua karena kebodohanku.

Pernikahan antara aku dan Irene yang akan diadakan bulan depan, batal sudah. Segala rencana persiapan pun telah hancur bersama dengan pertengkaran sekaligus perpisahan hubungan kami yang sudah terjalin hampir 6 tahun lamanya.

Irene, gadis pertama yang membuatku mengenal banyak hal. Dia yang selalu ada di sisiku, menemaniku dikala aku senang dan sedih dan dia pula yang akan memberiku sandaran bahu ketika aku terpuruk. Bagiku, dia adalah malaikat yang mampu mencerahkan hari-hariku—seperti hembusan angin yang menyegarkan jiwa dan ragaku.

Andai aku tidak tergoda, andai saat itu aku mampu berpikir jernih dan andai aku memikirkan perasaan Irene, aku bersumpah tidak akan mengiyakan ajakan gadis manapun  untuk berselingkuh. Tapi aku yang tolol ini nyatanya berani bermain api di saat hubunganku bersama Irene akan segera diresmikan. Kusambut sapaan manis Seulgi kala itu di kantor, kuiyakan ajakannya untuk minum di sebuah bar dan kedekatan kami akhirnya membuahkan sebuah rasa yang entah apa namanya—aku tidak tahu pasti—yang jelas aku bahagia bersama Seulgi selagi Irene sibuk dengan urusannya kesana kemari.

Seulgi yang menjadi sekretarisku selama 2 tahun ini hanyalah gadis biasa yang manis dan sopan. Kami sering berinteraksi secara profesional dan tak sedikit pun terbersit di pikiranku untuk menyukainya. Hanya saja mungkin 1000 setan sedang merasuki jiwaku hingga kulihat waktu itu Seulgi begitu cantik dan aku ingin memilikinya. Kami sama-sama mengerti posisi masing-masing, dia juga memiliki kekasih namun aku tak menghiraukannya. Lalu kami sepakat untuk menjadi dekat, kerap bertemu sekedar untuk melepas rindu dan mengobrol menghabiskan sisa waktu sore sebelum aku atau dia benar-benar pulang ke rumah.

Aku selalu beralasan sibuk jika Irene memintaku untuk datang menemuinya, tak jarang aku menghindar dan memilih menemui Seulgi kemudian mencurahkan segala isi hatiku tentang hubunganku dengan Irene yang sudah tidak memiliki gairah. Irene gadis yang manja, sebentar-sebentar marah lalu merajuk dan sering memaksa. Keburukan itu pun dengan entengnya kubeberkan pada Seulgi. Saat itu aku lupa tentang segala kebaikan Irene di mataku, yang ada hanyalah tentang dia yang begitu membebani perasaanku. Aku tahu ini hanya alasan bodohku untuk mencari perhatian Seulgi, iya...aku akui aku lelaki brengsek, sangat brengsek.

Chicken Nugget [ HUNRENE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang