CRY

3.2K 358 111
                                    

Temanku bilang aku cantik, tapi aku merasa biasa saja. Dan jika aku ada diantara nilai 1 sampai 10, aku mungkin berada di level 8 sampai 8,5. Ah persetan dengan penampilan fisik, aku orang yang menomor satu kan hati dan perasaan. Bukan aku melankolis, tapi jika setiap orang menilai dari segi fisik saja, apa kabar dengan orang-orang yang wajahnya tidak seberuntung diriku? Tuhan menciptakan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing jadi aku percaya dan optimis saja pada hal apapun di dunia ini, termasuk soal cinta.

Aku baru satu semester bersekolah di Art Senior High Shcool, Seoul. Dan 2 bulan lalu aku memutuskan untuk mengakhiri kesendirianku dengan menerima ungkapan hati dari kakak kelasku yang bernama Suho. Dia berada di tingkat ke 3. Tampan sudah pasti, dia baik dan juga dewasa. Awalnya aku terkejut karena aku belum pernah merasakan bagaimana berpacaran lalu Suho meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aneh memang jika aku harus diperhatikan setiap saat. Suho benar-benar menganggapku seperti seorang putri. Dia tidak pernah lupa mengingatkanku untuk makan siang, beristirahat maupun belajar. Kami berpacaran secara sehat dan sejauh ini hubungan fisik yang kami lakukan hanyalah bergandengan tangan ketika pulang sekolah.

"Kau mau kubelikan es krim?" Suho menunjuk pada sebuah food truck di pinggir jalan tak jauh dari gedung sekolah dan aku mengangguk saja. "Kalau begitu, ayo kita kesana."

Aku memilih satu cone es krim rasa mocca kemudian Suho langsung membayarnya.

"Kenapa Oppa tidak membelinya juga?" tanyaku heran.

"Aku tidak suka," jawabnya.

Kami duduk berdua di sebuah bangku, dia dengan sabar menungguku menghabiskan es krimnya sembari kami bercerita. Dia bilang hari ini kelasnya mengadakan ulangan mendadak dan dia menyesal semalam kenapa dirinya tidak belajar. Suho memang siswa yang berprestasi dan pernah menjabat jadi Ketua OSIS, jadi ketika aku mulai berpacaran dengannya, hampir seluruh anak di sekolah kami tahu.

"Hyung, Chen mencarimu, kau bilang akan bertemu dengan anak-anak dari klub sepakbola untuk membahas soal pertandingan besok," seorang anak tingkat kedua yang dikenal berandalan dan playboy datang mendekati kami. Yang kutahu namanya Sehun dan dia~ entah kenapa aku selalu merasa dia mengganggu waktuku bersama Suho.

"Ah, kau benar aku hampir lupa," Suho menepuk keningnya sembari berdiri dan menatapku menyesal. "Maaf Irene, sepertinya aku tidak bisa mengantarmu pulang," dan Suho langsung melirik pada Sehun, meminta pertolongan padanya untuk menggantikan dirinya mengantarku pulang.

"Aku bisa pulang sendiri," aku menghindari tatapan Sehun padaku dan bergegas berdiri setelah kepergian Suho kembali ke gedung sekolah.

Aku melangkah cepat menyeberangi jalan kemudian sesekali menoleh melihat Sehun terus menguntitku di belakang. Apa dia tidak mendengarkanku bicara? Masih lebih baik aku pulang sendiri daripada harus bersamanya. Penampilannya sedikit berantakan, tali sepatunya bahkan dibiarkan tidak terikat. Belum lagi tasnya yang selalu dia tenteng di salah satu pundak dan aku berani bertaruh isi di dalam tas itu paling hanya satu atau dua buku tulis saja.

"Untukku ya," dari arah belakang dia merebut cone es krim yang tengah aku genggam dan tanpa ragu dia langsung menjilatnya, menghabiskannya. "Rumahmu tidak jauh kan?"

"Kubilang aku bisa pulang sendiri, pergilah!" nada bicaraku ketus dan aku semakin membuat jarak dengannya. Aku tidak begitu menyukai orang asing, maksudku aku dan Sehun hanya sama-sama tahu soal nama masing-masing, bukan teman apalagi sahabat. Aku saja tahu dia dari Suho yang sering bertemu dengannya di sekolah.

Aku lebih dulu berbelok di ujung jalan namun seseorang mendorong bahuku keras lalu orang yang tak kukenal itu merebut tasku dan lari.

"Pen- pencuri," sedetik aku bingung lalu detik berikutnya aku berteriak-teriak meminta tolong.

Chicken Nugget [ HUNRENE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang