White n Black 2

1.4K 194 209
                                    

Hari ini aku mengikuti ujian masuk Universitas. Kebetulan disana aku bertemu dengan teman-teman semasa sekolahku dulu— Wendy dan Seulgi. Tak ada yang berbeda dari mereka, selalu ceria dan banyak bicara, terkecuali diriku. Kami bertiga memilih jurusan yang sama dan berharap kami sama-sama diterima di Universitas itu. Awalnya Oh Sehun memintaku untuk mengikuti jalur belakang karena ia selalu berpikir uang bisa menyelesaikan segalanya. Tapi aku bersikeras untuk melewati tahap-tahap sesuai dengan aturan. Dan kalau kalian mengira aku bisa keluar dari rumah dengan bebas, maaf saja Oh Sehun tidak akan sebaik itu padaku.

Disaat kami selesai mengerjakan ujian, dua pengawal yang selalu menguntitku bahkan tak pernah lepas mengawasi kemana kakiku melangkah. Aku yang tengah berjalan bersama Wendy dan Seulgi menuju cafetaria sesekali harus menoleh memberi kode pada dua lelaki berjas hitam itu untuk tetap menungguku di depan gerbang. Sekarang aku tahu  bagaimana rasanya menjadi idola terkenal atau sebangsa anak pejabat yang kemana-mana selalu dijaga ketat.

"Tumben kau jadi pendiam, Mia memarahimu lagi?" tanya Seulgi yang paham jika dulu aku sering kena omel Mia jika sedikit saja terlambat pulang sekolah. "Bagaimana kabarnya, rumah bordilnya masih tetap buka?"

"Ah iya," jawabku berbohong, sebenarnya aku juga tidak tahu apakah setelah berhasil menjualku, bisnis Mia masih beroperasi atau tidak.

"Bagaimana kalau setelah makan kita jalan-jalan sebentar?" ajakanWendy yang baru saja mengambil duduk langsung membuatku lesu.

"Maaf...aku harus segera pulang setelah ini," kutatap keduanya dengan ekspresi kecewa.

"Ayolah Irene...sudah lama kita tidak hang out bersama," Seulgi membujuk meski ia tahu aku tetap menggelengkan kepalaku pelan. "Telponlah Mia biar aku yang bicara."

Bagaimana aku bisa meneleponnya, nomornya saja sudah tidak aktif dan jika iya aku berhasil menghubunginya, memangnya ia peduli apa?

Aku hanya menunduk berpura-pura sibuk membaca menu makanan apa yang akan kami pesan dan mencoba mengabaikan keluhan kedua temanku itu.

"Pesanlah makanan apa saja yang kalian mau, biar kali ini aku yang mentraktir," bukan bermaksud sombong, namun tadi pagi sebelum aku berangkat, Oh Sehun memberiku sejumlah uang beserta sebuah kartu kredit untuk kugunakan jika sewaktu-waktu aku memerlukannya.

"Ah baiklah jika begitu," Wendy menjentikan jarinya yang lantas ia begitu antusias membaca deretan menu makanan yang harganya paling mahal sementara Seulgi menatapku curiga.

"Mia memberiku uang lebih asal aku harus menuruti perintahnya," cepat-cepat kujelaskan sebelum Seulgi memberondongku dengan banyak pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tak akan bisa kujawab.

Seulgi juga tahu betul mengenai kondisi keuanganku sebab Mia termasuk orang yang pelit dan jarang memberiku uang saku lebih sekalipun segala kebutuhanku terpenuhi. Untuk bisa membeli sebuah tas baru saja aku harus menabung berbulan-bulan. Lalu apa kabar dengan hari ini kenapa tiba-tiba aku memiliki banyak uang dengan begitu mudahnya? Aku yakin itu yang sedang Seulgi pikirkan mengenai diriku.

"Lama tidak bertemu kau benar-benar berbeda Irene, kau aneh," hanya itu yang Seulgi katakan sampai akhirnya ia mencoba untuk melupakan kecurigaannya terhadapku.

Memang aneh karena sekarang aku bukan lagi anak seorang germo melainkan budak dari lelaki kaya raya yang memiliki penyakit mental— gila. Itu yang tak bisa kujelaskan pada dunia, aku ibarat sebuah barang dan aku terkekang.

-----

Jantungku mulai berdetak kencang setiap kali sore datang karena sebentar lagi Sehun akan kembali dari kantornya. Aku yang sedang duduk menonton tv entah sudah berapa kali melirik pada jam dinding, was-was serta cemas. Seminggu ini memang  Sehun tidak pernah berbuat lancang— mengajakku berbuat seperti itu— selain menggertak dengan emosinya yang meluap-luap. Tapi soal kami yang tidur seranjang setiap malam menjadi masalah besar untukku. Ya, kadang aku tak sengaja terbangun tengah malam dan mendapati lengannya melingkar di tubuhku atau paling parah aku yang malah tak sengaja memeluknya karena kupikir ia sebuah guling, guling brengsek.

Chicken Nugget [ HUNRENE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang