Gajah 2

687 100 59
                                    


Gue nggak tau kenapa kaki gue melangkah keluar dari rumah Rosi begitu dia minta gue untuk pergi. Pergi dengan artian gue disuruh pulang dan bener-bener bukan pergi dari hidupnya kan? Gue nggak mau berpikir lebih jauh, gue nggak sanggup.

Gue tau gue salah dengan merahasiakan komunikasi gue sama Egita beberapa hari terakhir ini. Gue punya alasan kenapa gue begitu, karna gue bukan type cowo serakah yang mau dapetin dua-duanya. Gue nggak serendah itu, sumpah. Ini gue anggap sebagai godaan dan begonya gue nyaris aja tergoda. Gue bahkan lebih sakit melihat Rosi nangis gara-gara kelakuan nggak waras gue. Ya Tuhan, maafin gue.

Ini semua berawal dari pesta Ulang Tahun temen gue, Sean. Gue nggak nyangka bisa ketemu Egita disana di saat gue lagi bareng sama Rosi. Nggak sopan juga gue menghindar waktu Egita nyapa, pikiran gue lurus aja waktu itu.

Iya Egita mantan gue sewaktu gue belum jadi siapa-siapa sementara Egita udah tenar dengan embel-embel artisnya. Pacaran kita yang cuma jalan satu tahu itu nggak gue anggep sebagai kenangan, karena semuanya buruk. Gue yang cuma sekedar kutu busuk dan nggak punya pamor bisanya diinjek-injek, berasa bucin banget. Ini salah, itu salah dan Egita selalu bener. Sesayang apapun gue sama Egita, akhirnya gue nggak tahan dan memilih putus dari pada mati perlahan karna terus-terusan sakit hati.

Sayangnya sosok cantik Egita kembali muncul di pikiran gue, apalagi dia mulai duluan menghubungi gue. Sampe dia rela datang ke tempat pemotretan gue di Bandung. Kita si akrab kaya sahabat biasa, cuma lama-lama Egita mulai membuka kisah lama kita. Gue sebagai cowo yang imannya lemah sempet nanggepin dan baper dengan kebaikan dia. Ah sialan, gue ini emang pantes ditebas lehernya sama Rosi.

Kejadian tentang gue ketemu Egita di Mall, nggak seburuk yang Rosi bayangin. Gue yakin dia salah paham. Gue emang bersedia aja ketemu Egita karena ada hal yang harus kita bicarakan tanpa adanya campur tangan orang lain. Sebenernya gue juga mau jujur ke Rosi sejak awal, tapi gue paling nggak suka bikin cewe itu jadi sedih. Jadi gue memutuskan untuk menyeleseikannya sendiri dan berharap Rosi nggak akan tahu menahu dengan urusan gue.

"Sori lama nunggu, gue baru aja ada kerjaan," gue duduk di salah satu meja cafe dengan Egita yang udah memesankan gue segelas minuman dingin. Hp gue, gue taruh di atas meja, di depan gue.

"Sore nanti gue balik ke Bandung. Sayang ya nggak bisa ketemu kamu lama disini. Masih sama cewe itu, siapa namanya?"

"Rosi, gue panggil dia Rous," jawab gue apa adanya.

Egita tersenyum tipis, gue nggak tahu arti dari senyuman itu. Tapi dilihat dari ekspresi Egita yang mendadak diam, gue tahu dia bakal membuka inti pertemuan kita ini lebih dulu.

"Gue masih sayang sama lo, Ndra. Gue sayang..."

Respon gue cuma diem, dada rasanya bergemuruh nggak karuan. Entah karena bahagia, sedih, kecewa atau apa, sumpah gue nggak tahu.

Chicken Nugget [ HUNRENE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang