Chapter 20

9.5K 235 42
                                    

Azka Gevano Nobel. Penerus perushaan besar dibidang industri yang dikenal dengan nama Gevano Corp. Sejak dulu ia tidak pernah serius berhubungan dengan wanita. Baginya wanita hanyalah mainan yang kalau bosan bisa dibuang dan diganti yang baru.

Musik keras dan minuman keras menemani Azka malam ini. Tidak lupa juga dengan target barunya yaitu Anna.

Setelah puas minum, Anna beranjak pulang. Namun, tangannya dicekal oleh Azka yang membuatnya bertanya, "Ada apa?"

"Kau sudah ingin pulang? Akan aku antarkan."

"Tidak, terima kasih. Aku membawa mobil sendiri."

"Kau sudah minum cukup banyak, Anna. Tidak baik kalau kau menyetir sendiri."

Perkataan Azka membuat Anna berpikir kalau mungkin benar seharusnya ia tidak menyetir sendiri karena ia sudah minum minuman keras dengan jumlah yang tidaklah sedikit. Tapi, bagaimana dengan mobilnya? Apa iya, ia harus meninggalkan mobilnya terpakir di sini?

"Tenang saja, nanti supirku akan mengantarkan mobilmu ke rumahmu. Cukup berikan kunci mobilmu saja."

Anna menghela nafas dalam. "Baiklah," ucapnya seraya memberikan kunci mobilnya.

Dapat Anna simpulkan bahwa, Azka adalah lelaki baik-baik. Selama diperjalanan, mereka terus mengisi malamnya dengan bercerita tentang diri mereka masing-masing. Mulai dari keluarga, karir, masa lalu, dan lain-lain. Anna tidak pernah merasa seterbuka ini dengan orang asing sebelumnya.

"Terima kasih sudah mengantarku pulang."

"Ya, jangan lupa balas kalau aku mengirim pesan!"

"Baiklah, selamat tinggal."

"Selamat malam, Anna."

Setelah melihat gadis yang menjadi targetnya itu masuk, Azka mengeluarkan seringgai khas jahatnya dan berkata, "And here the game begin."

Disisi lain, Devan sangat cemas dengan Anna. Ia sudah menelpon dan mengirim pesan beberapa kali, namun tidak ada satupun telpon atau pesan yang dijawab. Semarah itukah Anna padanya?

Devan menggeram dan mengacak rambutnya frustasi. Ia sudah berusaha menenangkan dirinya dengan bermandi air dingin, namun hasilnya nihil. Ia tidak melihat Anna semenjak tadi siang, ia hanya tahu kalau Anna pulang lebih awal dengan alasan tidak enak badan.

Apakah gadis itu sakit? Pikirannya semakin kacau saat ini. Apa ia harus mengunjunginya? Apa gadis itu akan menghindar darinya lagi? Ia bahkan tidak dapat bekerja dengan fokus saat ini. Pikirannya terus tertuju pada Anna.

Keesokannya, Devan berencana untuk menjemput Anna untuk pergi ke kantor. Tapi saat ia sampai, salah satu penjaga di rumah Anna berkata kalau ia sudah lebih dulu pergi dijemput dengan seseorang. Devan mengerutkan dahinya bingung.

Setelah itu, Devan segera pergi ke kantor dan menemukan Anna yang sedang keluar dari mobil sport terbaru saat ini. Ia yakin seratus persen itu bukanlah mobil milik Anna. Samar-samar ia melihat seorang laki-laki yang mengemudi dan laki-laki itu sedang mengacak rambut Anna gemas.

Lagi-lagi, Devan menggertakan gigi dan mengepalkan kedua tangannya geram. Ia serasa ingin memotong tangan laki-laki itu dan memasukannya ke dalam penggorengan. Namun ia tahu kalau ia melakukan itu malah akan membuat situasi semakin kacau.

Anna berjalan di lobby menuju lift. Saat Devan ingin memegang tangan Anna, gadis itu sudah terlebih dulu menepisnya. Gadis itu bahkan meninggalkannya dan masuk ke dalam lift

Devan semakin frustasi. Tampaknya Anna kembali menghindarinya. Ketukan pintu pun membangunkan Devan dari lamumannya.

"Masuk!" perintah Devan dengan tegas.

Ya, orang yang selalu menghantui pikirannya itu datang dan membacakan schedulenya hari ini. Berbeda dengan hari biasanya, hari ini wajah Anna lebih terkesan dingin dan profesional.

"Itu saja schedule anda hari ini, saya permisi."

"Anna, tunggu!"

"ya? apa ada yang kurang?"

Devan menghampiri Anna dan memeluknya. "Sampai kapan mau ngambek? hmm?" bisiknya yang membuat Anna geli.

Bukannya menjawab, Anna malah menjauhkan diri dari Devan dan berkata, "Maaf Sir, tidak sopan memeluk bawahan seperti ini."

Ucapan Anna membuat Devan menghela nafas dalam. "Aku bisa jelasin semua tentang Veronica, Anna. Kamu hanya salah paham."

"Masih banyak kerjaan yang harus saya selesaikan, Sir. Saya permisi."

Sejujurnya, alasan Anna bersikap dingin pada Devan bukan hanya karena Veronica. Ia sudah lelah dengan permainan pria itu. Mulai dari memeluk Veronica sampai bercumbu dengan wanita di club, itu semua sangat menyakitkan Anna. Sudah cukup ia disakiti oleh Devan dan terperangkap dalam permainannya. Ia tahu beberapa bulan lagi mereka berdua akan menikah karena pejodohan sialan itu, namun setidaknya Anna dapat menenangkan dirinya untuk sementara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bad CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang