Axel tak mau mengatakan apa-apa meski Mysha menanyakan berulang kali untuk apa mereka kembali ke Rose Center for Earth and Space. Sejak terakhir kali mereka ke sana, sejujurnya Mysha memang ingin mengajak Axel untuk pergi menikmati indahnya langit sekali lagi. Namun, wanita itu merasa jengah jika Axel menyewa seluruh gedung seperti sebelumnya. Rasa-rasanya Axel terlalu berlebihan.
Namun, ia juga tak bisa mengharapkan pria gagah yang kini menyetir di sebelahnya untuk masuk ke planetarium dan berdesakan bersama warga New York lainnya. Ah sudahlah, Mysha tak boleh selalu menuntut supaya Axel mengikuti standar sederhananya. Pria itu terbiasa hidup dalam kemewahan dan melakukan banyak hal penuh dengan privasi. Apakah Axel tak pernah merasa kesepian?
"Kita sudah sampai." Axel membuyarkan lamunan Mysha. Pria itu keluar dan membukakan pintu.
Mysha menyambut uluran tangan kekasihnya. Genggaman Axel terasa begitu hangat. Apakah ia masih demam? Sejenak Mysha ingin memeriksa kening Axel, tapi melihat senyum lembut yang menghias, membuatnya urung. Sepanjang yang wanita itu ketahui, laki-laki jarang mau mengakui dirinya sedang sakit. Lagi pula, itu akan merusak momen istimewa. Axel tampak ingin menunjukkan sesuatu yang spesial pada kencan kali ini. Mysha tak ingin mengganggu rencana kekasihnya itu.
Mysha bisa merasakan tangan kokoh Axel melingkar di pinggangnya. Meski jantungnya melompat-lompat tak keruan, wanita itu berusaha berekspresi wajar. Yah ... meskipun tak ayal lagi, pikiran liar terus menyergapnya tanpa ampun.
Sungguh, Mysha paham betul mengapa para wanita bisa langsung bertekuk lutut pada Axel Delacroix. Namun, ia tak boleh kehilangan kontrol. Meski harus diakui, statusnya sebagai kekasih tunggal Axel membuat Mysha harus menaikkan level kontrol dirinya menjadi 300% di atas ambang normal.
Mysha juga berusaha bersikap biasa saat mengetahui Axel lagi-lagi menyewa seluruh gedung. Oke, memang Mysha sudah menduganya, tapi rasa kaget itu tetap ada. Mungkin kelak ia akan terbiasa, entahlah. Namun, tidak sekarang.
Kadang Mysha berpikir apa dia pantas bersanding dengan Axel. Cara mereka menjalani hidup sangat berbeda. Memang dirinya cukup mapan. Namun, tetap tak bisa dibandingkan dengan pria dengan setelan jas yang baru bisa dibeli dengan satu tahun gajinya. Ada rasa was-was terkadang menggelitik batinnya.
Apakah Mom akan merestui hubungan mereka? Mysha memang acap kali menelepon Mom. Bercerita tentang pekerjaan barunya juga bagaimana CEO di kantor bersikap begitu manis padanya. Mom memang tak pernah berkomentar banyak apalagi melarangnya untuk berhubungan dengan pria mana pun selama ini. Mom hanya berpesan untuk menjaga martabat dan hanya menyerahkan kesucian pada pria yang sudah mengikat janji setia sehidup semati di depan altar gereja dengannya
Apakah Axel orang itu? Apakah pria yang kini merengkuh tubuhnya lembut sudi untuk memilihnya sebagai pendamping hidup? Ataukah dia akan masuk zona 'selamanya kekasih' sampai Axel bosan dan membuangnya?
Mysha menggigil. Membayangkan kalau Axel akan membuangnya membuat rasa nyeri tersendiri di hatinya. Ah, tak seharusnya Mysha berpikir yang tidak-tidak di saat mereka berkencan seperti ini. Ia harus lebih fokus pada apa yang sedang ia jalani. Bukan menerka apa yang mungkin terjadi di masa depan. Bukankah itu yang selalu ia yakini?
KAMU SEDANG MEMBACA
END Passionate CEO x Malam yang Tak Terlupakan
RomanceHR #1 in Romance Bijaklah memilih bacaan! 18+ Dipersembahkan bagi pencari klimaks yang tak terbantahkan. Dibuat oleh orang-orang yang mencari kepuasan hakiki. CERITA MASIH UTUH 100%. Kalau nggak kebaca, silakan baca CARA BACA BAB HILANG Masih nggak...