Tiap manusia mempunyai cara yang berbeda untuk mencintai. Ada yang mencintai dengan memiliki, mencintai dalam diam, ada juga yang mencintai dengan menunggu. Dari ketiga cara itu mana yang terbaik menurut seorang Rindu Lentera Senja? Bisa jadi semuan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RINDU
Ada yang beda dari seorang Theodore Rahagi hari ini.
Pertama, hari ini hari Sabtu, sudah pasti Agi gak kerja tapi pakaian yang Agi pakai lebih rapi dari biasanya. Padahal untuk kerja pun Agi gak pernah serapi ini, pakaian paling formal Agi untuk kerja paling celana kain dipadu polo shirt hadiah dariku waktu ulang tahunnya 2 tahun yang lalu.
Kedua, sekarang Agi duduk di ujung tempat tidur. Pandangannya tertuju pada pantulanku yang sedang mengeringkan rambut di cermin. Sedangkan biasanya, Agi akan fokus main game di HP-nya atau tiduran di kasur saat menungguku siap-siap seperti sekarang.
"Kamu ada meeting hari ini?" Tanyaku membalas tatapan Agi di cermin.
"Gak ada. Hari ini kan mau seharian sama kamu."
Senyumnya... bukan seperti senyuman Agi biasanya.
"Tapi kok rapi banget? Kirain mau ada meeting sama Sato San."
Biasanya seorang Theodore Rahagi akan berpakaian rapi seperti jika ada meeting dengan bosnya yang orang Jepang itu.
"Suka gak?"
Bukannya jawab Agi malah balik bertanya.
Aku yang bingung mengerutkan kening, "eh? Suka... cuma tumben aja kamu kemejaan kaya gini. Emang ada apa sama hari ini?"
"Vest sama kemeja putih ini kan hadiah dari kamu." Agi gak jawab lagi dan memilih mengalihkan pembicaraan.
Aku melihat sekilas kemeja putih yang Agi pakai dan baru sadar jika kemeja putih itu memang hadiah dariku waktu Agi mau sidang tahun kemarin. Vestnya juga hadiah dariku saat Agi sakit bertahun-tahun yang lalu.
Lalu kenapa?
Kenapa Agi memakai kedua hadiah dariku hari ini?
Aku berpikir sejenak.
Tapi tidak menemukan jawaban apapun.
Anniversary, sudah dua bulan yang lalu. Sedangkan ulang tahunku ataupun ulang tahun Agi sudah terlewat berbulan-bulan lalu.
Aku mematikan hairdryer lalu menarik kursi yang aku duduki mendekat ke Agi, "Gi... kok gak jawab. Kenapa?"
Lagi-lagi Agi tidak menjawabnya melainkan hanya tersenyum sebelum mendekat lalu memelukku.
Agi menyimpan dagunya di bahuku dan diam beberapa saat seperti berpikir, "aku jawabnya nanti ya! Gak apa-apa kan?"
Jawaban mengambang Agi membuat banyak pertanyaan lain bermunculan di otakku.
