05 - Rantang

3.1K 482 28
                                    


Kamu gak bisa ngerti alasan semua orang memutuskan ini dan itu. Sekeras apapun kamu berusaha ngertiin mereka, kamu gak akan pernah bisa ngerti

Rindu Lentera Senja

🌷🌷🌷

ARIC

Rumah gue tepat berada di sebelah rumah kakek dan nenek Rindu di daerah Cipaganti, Bandung.

Pertama kali gue ketemu sama Rindu, waktu Rindu disuruh Neneknya untuk nganter makanan ke rumah gue.

Waktu itu cuma ada gue dirumah.

Mama dan Annete juga seisi rumah lagi gak ada, gara-gara gue usir setelah gue ngamuk.

Penyebab gue ngamuk waktu itu karena marah sama Mama dan Annete yang masih bisa nerima Papa di rumah dan gue semakin marah saat Mama meminta gue untuk bisa nerima Papa lagi di rumah.

Gue kecewa sama Mama yang gak pernah bisa ngerti kalau buat gue, Papa udah gak ada.

Papa udah mati, sejak gue melihat cewek lain duduk di kursi depan mobil Papa tempat biasa Mama duduk, nungguin Papa yang lagi mukulin Mama di dalam rumah karena Mama yang sekuat tenaga memeluk koper berisi alat lukisnya berusaha menahan Papa pergi.

Laki-laki yang memilih wanita lain dan alat lukisnya, dibanding anak-anak dan istrinya gak pantes gue anggap lagi ayah.

Gak pantes dicintai dengan tulus oleh Mama, gue dan Annete.

Dan gak berhak tinggal lagi di sini, rumah yang udah pernah dia tinggalin dulu.

Gue yang lagi kecapean terlentang di lantai sehabis ngacak-ngacak lukisan Papa di ruang tengah, terpaksa bangun cuma buat mengintip siapa yang membabibuta memijit bel diluar.

Dari balik jendela, gue menemukan Rindu berpeluh keringat lagi kebingungan di luar pagar menenteng satu susun rantang di salah satu tangannya.

Wajahnya seketika berubah ceria saat pintu terbuka lalu gue keluar dari sana, "Hai." Pekik Rindu melambaikan tangan ke arah gue."Aku Rindu. Cucunya Bu Darma dari sebelah. Ini..." Rindu mengangkat set rantang yang dia bawa sampai gue bisa melihatnya. "Aku di suruh Ibu nganterin ini buat Mama kamu."

Gue gak punya pilihan lain waktu itu selain berjalan malas memghampiri Rindu buat ngambil rantangnya, berharap dia cepet pergi dan gue bisa balik tiduran di ruang tengah lagi.

"Makasih." Jawab gue ketus setelah mengambil set rantang itu dari tangan Rindu.

Harusnya Rindu langsung balik aja setelah rantangnya gue ambil dan harusnya gue tutup aja pintu pagar walaupun tiba-tiba tangan kecil Rindu menahan pintu pagar waktu gue akan menutupnya.

"Apa?"

"Kata Ibu rantangnya harus dibawa... lagi hehehe.."

"Hhhh... Yaudah bentar."

"Hei..."

Rindu bikin langkah gue berhenti, "Apa lagi?"

"Kamu gak nyuruh aku masuk gitu? Di sini.. hehehe panas." Rindu mengusap-usap pelipisnya.

Harusnya gue membiarkan Rindu kepanasan, di depan pagar menunggu rantangnya. Seharusnya gue gak ngijinin Rindu buat masuk.

"Masuk!"

"Yeee~, makasih." Gue mendengar suaranya dari arah belakang setelah pintu pagar terdengar tertutup. "Nama kamu siapa?" Tanyanya yang lagi berjalan di belakang gue.

"Aric."

"Aku, Rindu."

"Iya, tau. Kan tadi udah bilang."

La Vie En RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang