RINDU
Aku sering sekali terbangun tengah malam karena bermimpi buruk. Mimpi buruk yang selalu sama.
Terkunci di ruangan kelas yang gelap sendirian dengan sekujur tubuh dilumuri telur busuk.
Kemudian, bau telur busuk menyengat yang menyesakan itu akan membuatku terbangun ketakutan, panik, berkeringat dingin dan nafas yang cepat dan sisa malam harus kulalui dengan terjaga karena takut mimpi buruk itu akan datang lagi jika aku kembali tidur.
Kejadian traumatis itu terjadi saat aku duduk di kelas 2 SMA.
Yana, Fadila, Tia yang menjadikan aku dan Rora target bully sejak SD, sayangnya juga satu sekolah denganku baik di SMP maupun di SMA.
Entah kesalahan apa yang aku dan Rora lakukan pada mereka tapi ketiga orang itu sangat membenci kami dan selalu mempunyai alasan untuk menyakiti kami.
Dimulai dengan hanya menyakiti kami secara verbal dengan menjadikan kekurangan Rora dan keadaan keluargaku sebagai bahan olokan, lalu berlanjut mengerjai kami disetiap kesempatan. Seperti menyembunyikan buku tugas aku dan Rora yang harus segera dikumpulkan sampai aku dan Rora dikeluarkan dari kelas karena tidak mengumpulkan buku tugas, menyobek buku paket pelajaran yang aku pinjam dari perpustakaan membuat aku harus tidak jajan selama seminggu karena membayar denda ke perpustakaan, menyimpan ulat bulu di kursi yang kami duduki sampai kami harus melewatkan beberapa jam pelajaran di UKS dengan sekujur tubuh dipenuhi bentol.
Awalnya aku tidak berdiam diri dengan ulah mereka itu, setiap mereka menyakiti aku dan Rora, aku selalu mengadukan perlakuan mereka itu pada wali kelas atau guru lain tapi para guru tidak ada atau bahkan mungkin mereka memilih tidak mempercayai aduanku karena mungkin Ayah dari Yana adalah seorang yang mempunyai kedudukan tinggi di Dinas Pendidikan Jawa Barat, atau mungkin karena ayah dari Fadila dan ibu dari Tia adalah guru dan staff Tata Usaha di sekolah ini? Entahlah. Disisi lain baik Rota maupun aku Rora tidak bisa mengadukan perbuatan mereka kepada orang tuanya atau Ibu dan Bapak. Kami sama-sama tidak ingin menambah beban pikiran mereka hanya karena ulah tiga orang teman kami itu.
Perlakuan buruk Yana, Fadila dan Tia padaku dan Rora sempat berhenti ketika kami SMP, karena Jasmin.
Iya, Jasminia Levana, belahan jiwa sekaligus malaikat penolong kami.
Jasmin yang saat itu sekelas denganku menyaksikan dengan kedua matanya ketika mereka betiga merobek buku tulis milikku dan Rora disamping kelas Rora. Jasmin yang marah, mengancam akan melaporkan perlakuan mereka pada guru BP, tapi ditanggapi santai oleh Yana dengan tertawa mengejek lalu menggertak, "lapor aja sana. Nanti gue minta Papa yang Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat buat datang ke sekolah terus ngomong ke guru BP. Beres deh."
"Oh, kalo gitu gue juga bisa ngadu ke Ayah yang Wakil Gubernur Jawa Barat, kalo gue dibully sama anak Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat yang satu sekolah dengan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
La Vie En Rose
General FictionTiap manusia mempunyai cara yang berbeda untuk mencintai. Ada yang mencintai dengan memiliki, mencintai dalam diam, ada juga yang mencintai dengan menunggu. Dari ketiga cara itu mana yang terbaik menurut seorang Rindu Lentera Senja? Bisa jadi semuan...