Bab 16

972 33 3
                                    

Di dalam rumah sederhana namun terlihat elegan itu tengah ramai dikunjungi orang

Dari luar terdengar hiruk pikuk orang yang tengah bercerita tentang seseorang yang menjadi pusat perhatian pada hari ini

"Wah serasi sekali mereka berdua. Yang satu cantik yang satunya ganteng pula.. "

"MasyaAllah sugguh indah ciptaan Mu ya Allah.."

Kuarahkan kedua mataku untuk menyapu seluruh ruangan.
Yang ku cari-cari ternyata tengah dikerubungi oleh ibu-ibu yang kepo..

Tak sengaja mata kami bertemu sesaat, dan Ira bangkit langsung menghambur dipelukanku

"MasyaAllah... Ara!"

"Ini beneran kamu. SubhanAllah..." kuperhatikan wajah cantiknya yang tetap cantik walaupun hanya dipoles bedak tipis. Ira menangis

"Heiii kenapa kamu menagis Ii.." ucapku yang menghapus air mata di pipinya

"Kamu kemana aja selama ini Ra, kamu jahat tau gak. Pergi begitu saja tanpa ada kabar"

"Eh.. tunggu, kamu hamil Ra?" Kaget Ira sambil mengelus perut Zahra

"Barokallah ukhti Zahra" lagi-lagi Ira memelukku namun terhalang oleh perut buncit ini

"Siapa suamimu Ra?" Zahra mendesah saat mendengar pertanyaan itu

"Nanti akan aku ceritakan Ii, sekarang kamu fokus dulu sama lamaranmu dulu" saranku yang antusias diangguki Ira

"Janji yah.. kamu bakal ceritain semuuuuaaaanya sama aku. Janji loh?" Aku mengangguki ucapannya

"Hhmm.. mentang-mentang baru ketemu akunya dicuekin nih" Doni menyela pembicaraanku dengan Ira

"Ish.  Mas Doni ganggu deh.."

"Iya deh.. eh sana kamu udah ditunggui sama calon mertuamu tuh"kekeh Doni yang berhasil membuat rona merah di pipi Ira

Acara pertunangan Ira dan gus Rafli berlangsung lancar dan meriah. Calon ibu mertuanya menyematkan cincin di jari manis Ira, semua orang bertepuk tangah dengan meriah. Gemuruh tangan yang saling bertemu bagaikan gemuruh pertanda hujan

"Aku ambilkan minuman dulu ya Ra. Kamu tunggu di sini" aku mengangguki ucapannya

Keningku berkerut saat mendengar dering di ponselku. Kurogoh tas kecilku untuk mencari benda persegi itu. Setelah merasa kutemukannya aku pun langsung menjawabnya

"Assalamualaikum..."

"......"

"Iya, Saya Zahra."

"....."

"Innalillahi wainna illaihi roji'un.., baik saya kerumah sakit sekarang. Terima kasih"

Setelah menggangkat telephone tadi, zahra langsung berlari kecil ke luar ruangan untuk mencari taksi. Selang beberapa menit taksi datang, zahra langsung masuk dan melaju ke tempat tujuannya

Disisi lain Doni kebingungan mencari Zahra yang tak tampak batang hidungnya.

Baru saja hatinya merasakan kesenangan. Doni merasakan hidup kembali setelah bertemu Ara. Namun hal itu hanya berlangsung sesaat. Kini Ara telah pergi lagi. Meninggalkan dirinya sendiri seperti dulu.

*****

Setelah sampai di Rumah Sakit, zahra langsung menuju Resepsionis dan menanyakan di mana Kamar kakaknya berada.

Yah tadi zahra sempat di telfon pihak Rumah Sakit karena Arini kakaknya masuk Rumah Sakit saat bekerja di Butik Qu

Setelah menemukan kamarnya, zahra berniat langsung membuka pintu, namun tertunda kerna Zahra berpapasan dengan seorang dokter yang telah selesai memeriksa keadaan Arini

"Bagaimana keadaan kakak saya dok" panik Zahra saat melihat wajah pasrah dokter yang telah memeriksanya

"Kita hanya bisa mendoakannya saja. Kanker otaknya sudah stadiun empat" dokter menggeleng saat menjawab pertanyaanku

"Innanillahi.." tiba-tiba tubuhku melemas dan aku merasakan sempoyongan setelah mendengarkan penuturan dokter

Kenapa.. kenapa aku baru mengetahui ini sekarang!
Ternyata orang yang selama ini menyayangiku juga akan pergi meninggalkanku, LAGI...
Ya Allah cobaan apa lagi yang akan Engkau berikan padaku..
Kuhapus kristal bening yang sempat lolos dari netraku

Teringat aku belum memberitahu hal ini pada mas Alfian. Aku langsung menghubunginya, namun Mas Alfian tidak mengangkatnya setelah beberapa kali ku coba menghubunginya.
Karena tak ada jawaban dari seberang, akhirnya ku kirimkan pesan singkat padanya

Kuberanikan diri ini untuk melihat kondisi mbak Arini. Saat kubuka pintu kamarnya yang sempat tertunda tadi, terlihat Mbak arini tengah terbaring lemas di ranjang. Wajahnya yang sudah pucat pasi, dan... terdapat banyak rambut rontok diatas ranjangnya

Ya Allah,  ternyata dibalik sikapmu yang tegar terdapat jiwa yang rapuh. Harusnya aku bersyukur masih bisa bertemu denganmu mbak. Tapi apalah dayaku seorang perempuan yang juga menginginkan perhatian dari suaminya

"Alhamdulillah mbak Arini akhirnya sadar juga" ku ucap hamdalah saat melihat mbak Arini mulai membuka perlahan korneanya

"Zahra" jari tangan mba arini bergerak seperti memanggilku. Aku mendekati ranjangnya dan duduk di kursi samping ranjangnya

Beberapa saat kamar ini menjadi hening. Hanya terdengar suara dari alat-alat medis yang tengah di pakai oleh Arini

"Jazakillah Ra" ucapnya lemah

"Buat apa mba?"

"Jazakillah karena kamu telah merawat alfa selama ini. Dan kamu mau menjadi istri kedua mas Alfian"

"Harusnya Zahra yang bilang seperti itu ke mba Arini, Jazakillah mau menerima Zahra, dan berbagi mas Alfian dengan Zahra" terlihat senyum tipis di wajahnya yang pucat, namun tak menghilangkan sedikitpun parasnya yang cantik

"Ra, mba mau minta tolong sama kamu, Boleh?"

"Kalo Zahra bisa membantu, dengan senang hati mba"

"Tolong jaga Alfa seperti kamu menjaga anak kamu sendiri Ra, anggap alfa anakmu sendiri. Dan tolong tetaplah disisi mas Alfian Ra. Karena mas Alfian akan membutuhkanmu setelah ini"

"Maksud mba arini apa? Bukankah mba sudah berjanji akan merawat alfa bersamaku. Melihatnya tumbuh menjadi seorang mujahid"

"Maaf ra. Sepertinya aku tidak bisa. Maka dari itu aku titipkan alfa padamu."

Tiba-tipa pintu kamar mba arini terbuka. Dan terlihat alfian yang panik berlari kecil mendekati arini

"Ya Allah.. kamu kenapa lagi sayang?" Mba arini tersenyum mendengar ucapan suaminya

Melihat hal itu, aku mundur beberapa langkah dari ranjang. Dan aku hanya bisa memperhatikan mereka berdua

"Aku lelah mas,"

"Kamu kuat Arini. Kamu pasti bisa hadapi semua ini" arini menggeleng

"Boleh aku minta sesuatu padamu mas, untuk yang terakhir kalinya" telunjuk alfian menempel pada bibir mungil arini. Mengisyaratkan agar arini tak melanjutkan ucapannya tadi

Hal ini membuat zahra perih..
Apakah Alfian tak melihat bila ada dirinya juga di ruangan ini.
Tapi yasudahlah memang ini takdir yang harus ku jalani sekarang
Karena sebaik baiknya pembuat skenario adalah Allah Azawajalla

□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□■□

Afwan ngaret banget yah..

JANGAN LUPA LIMA WAKTU

Love Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang