Seven; Frustrasi

3.6K 285 19
                                    

Dapat timbul apabila jurang antara harapan dan hasil yang diperoleh tidak sesuai.


*****


"BUKA!"

Tanganku tak henti-hentinya menggedor pintu sambil menekan tombol apartemen Radit. Biar aku jelaskan kronologi dan penyebab diriku yang mabuk saat ini. AKU DITOLAK! Perlu aku ulangi? AKU DITOLAK! SHIT! Baru pertama kalinya aku ditolak mentah-mentah oleh seorang pria beristri, padahal pria itu pernah merasakan ena-ena dan kemolekan tubuh wanita. Aku adalah wanita paling sempurna untuk dibawa ke tempat tidur, bahkan aku bisa memberi bonus kepadanya; seorang anak. Tawaran seperti itu ia tolak dengan nada yang begitu halus. Nada yang seolah-olah merendahkanku. Bahkan saat sedang mabuk pun aku masih bisa mengingat tawanya yang nge-bas itu.

"Aku harap ini sebuah lelucon darimu?"

Aku menggeleng dengan tenang. Dia masih menatap penuh dengan ketidakpercayaan.

"Kamu yakin?"

Kali ini aku mengangguk. Bagaimana aku bisa menggeleng sedangkan yang kuinginkan adalah sambutan bagus darinya.

Dia menundukkan kepala sejenak kemudian menatapku dengan intens. "Em ... begini." Jemarinya menggaruk hidung yang mancung sempurna, "Aku memang senang ngobrol denganmu, karena kamu orang yang asyik diajak bicara, nggak lebih. Sikapmu yang friendly itu bisa buat aku nyaman. Lagi pula, akan sulit bagiku untuk melakukan hal itu dengan orang lain selain istriku, meskipun aku berteman dekat denganmu. I love her so much."

Aku tetap mengembangkan senyum, meskipun hatiku sangat kecewa. Kalian tahu bagaimana panasnya dada ini saat mendengar alasan panjang lebar darinya? Sangat panas! Bahkan aku bisa pastikan uap itu sampai keluar dari lubang telinga.
"Dan kamu menanggapinya sebagai sesuatu yang serius?" Aku mencoba memutar situasi.

"Are you kidding me?"

Aku terbahak. "Yes I am."

"Oh shit!" Dia ikut tertawa sambil megibaskan tangan. "Kamu tahu betapa nervous-nya aku? Dasar gila!"

Aku masih tetap tertawa. "Kalau kamu berubah pikiran, bisa hubungi aku."

Bagaimanapun juga usaha terus berlanjut.

"Padma, please. Stop it."

Ya seperti itulah kejadiannya. Karena kepintaran benda di dalam tempurung kepala ini, aku bisa menjaga image-ku sebagai wanita baik-baik. Seperti wanita normal lainnya. But, I'm normal!

"RADIT!" teriakku.

Kali ini aku menendang pintu tebal yang menghalangiku masuk ke dalam apartemen Radit. Pukul dua pagi bukanlah saat yang tepat untuk bertamu, di mana semua orang sedang nyenyak-nyenyaknya tidur atau melakukan hal lain, tapi aku sudah tidak bisa menahan sampah yang menumpuk di dalam otak. Lagi pula, Radit juga belum menikah dengan Una, jadi aku masih bisa dengan bebas menemuinya.

Koridor apaertemen di lantai tujuh sangat lengang. Hanya lampu temaram dan teriakanku yang memenuhi koridor ini. Persetan jika ada orang terganggu dengan ulahku ini, toh ada Radit yang akan membela.

"RA.... "

Suara pintu yang terbuka membuatku berhenti meraung.

The Second Woman [Terbit Indie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang