Eleven; Paradoks

3.9K 307 32
                                    

Paradoks/
Thesaurus; konflik, kontradiksi, inkonsistensi, pertentangan, polaritas.

*****

Bayu, Bayu dan Bayu. Sudah tiga minggu ini hari-hariku dipenuhi oleh dirinya; mulai dari pesan yang ia kirim hampir tiap menit, telepon yang selalu berdering saat jam makan siang, dan tiga malam dalam seminggu yang aku habiskan di apartemennya. Kami memutuskan melakukan hal itu di apartemen milik Bayu, selain keadaaan yang aman dan sulit terendus media, aku juga tidak mau dia menginjakkan kaki di rumahku. Bagiku rumah adalah tempat suci yang tidak boleh meninggalkan jejak percintaan, dan hal itu bisa menimbulkan noda kenangan yang bisa merusak mood-ku.

Dia mengirimiku berbagai macam barang mewah keluaran terbaru yang dijual di department store-nya selama tiga minggu ini. Barang-barang itu dikirim ke rumah dengan berbagai ucapan manis penuh gombal yang selalu membuatku tersenyum tidak jelas. Belum lagi hadiah yang diberikan saat kami bertemu di apartemen setiap hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Dia mengguyurku dengan barang-barang mewah, tidak jauh berbeda dengan pria-pria lainnya yang dekat denganku. Akan tetapi, kenapa semua jadi serba istimewa? Keluh kesah yang ia ceritakan sanggup merubah cara pandangku kepadanya. Aku merasa dia memiliki nasib yang sama denganku, sama-sama dibodohi oleh Aruna.

Bayu Aji: Sorry, aku ada meeting mendadak hari ini, kemungkinan bisa sampai pagi. Jadi, sebaiknya kamu pulang ke rumah dan beristirahat.

Biasanya, aku selalu senang saat membaca pesan seperti ini dari pria yang aku kencani. Namun, kali ini ada yang berbeda. Seharian aku dibuat kesal ketika pesan ini masuk pukul sebelas tadi. Aku hanya berpikir, intesitas pertemuanku denganya hanya tiga hari dan itu tidak lebih, tetapi dia tidak bisa meluangkan waktunya barang satu jam. Tetapi sudahlah, itu memang pekerjaannya. Aku tidak memiliki kuasa penuh untuk menuntutnya berlebih, tetapi aku akan memberi sedikit pelajaran untuknya. Aku tidak membalas pesan yang ia kirim.
Dan istimewanya, dia jago merayu. Sore ini, sebelum aku pulang kerja, ada seorang kurir yang mengantar sebuah paket berisi sepatu keluaran terbaru, dan masih belum di-display di department store-nya. Kehadiran kurir itu sanggup menyita perhatian teman satu kantor, mereka berbisik hebat di luar ruangan. Bukan Padma namanya kalau tidak bisa membuat mereka iri. Aku membuka lebar-lebar tirai yang menutup ruangan, meletakkan bungkusan itu ke atas meja kemudian membuka dan memamerkan isinya dengan berpura-pura mengamati sepatu bertabur swarovski itu.

Seperti bisa, Inge, musuh bebuyutan yang memiliki kadar dengki tinggi, melongok dan mulai mencemooh. Kata-kata yang ia lontarkan pun juga sama: “Habis melacur sama siapa?” Aku rasa dia kurang kreatif dalam bermain kata-kata, dan itu sama sekali tidak bisa membuatku marah. Aku hanya menanggapinya dengan santai, dan melontarkan kata-kata yang menyakiti dirinya. Tidak ada yang bisa menjatuhkan seorang Padma!

Karena hari ini tidak ada pertemuan dengan Bayu, aku memutuskan untuk pergi ke diskotik. Meminum sedikit alkohol, dan lebih banyak berjoget ria di lantai dansa, hitung-hitung menghilangkan rasa kecewa dari Bayu. Pukul dua pagi aku tiba di rumah dengan keadaan sedikit mabuk, hanya sedikit. Aku merebahkan diri di atas sofa sebelum masuk ke kamar, melepas atribut yang kupakai saat ke kantor, dan membiarkan rambut panjangku acak-acakan. Kalau sudah seperti ini, aku tidak ada bedanya dengan seorang gembel.

Saat sedang asyik-asyiknya menghitung lampu yang berpendar-pendar menjadi beberapa bagian—lebih tepatnya menghayati kepala yang pusing karena alkohol, dering ponsel mengagetkanku. Satu tanganku meraih ponsel dengan santai, tetapi tiba-tiba aku dibuat terlonjak saat melihat nama yang tertera. Mataku mengerjap berkali-kali saat melihat nama Bayu muncul di layar. Apa ini pengaruh alkohol yang kuminum tadi? Tidak, ini nyata!

The Second Woman [Terbit Indie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang