Ten; Senasib

4.4K 327 55
                                    


Thesaurus/
Sepenanggungan, sependeritaan.

*****

Kepalanya terbenam di helaian rambutku yang teraurai di atas seprai berwarna putih. Deru napas tersengalnya menggelitik leher dan bahu yang tak terbalut apa pun. Begitu juga dengan diriku yang sedang mengatur napas setelah mencapai puncak kenikmatan, membiarkan tubuhnya terbenam cukup lama di dalam tubuhku. Aku mempersilakan benih itu berenang bebas menuju indung telur dengan harapan keberhasilan dari sebuah pembuahan. Mataku menatap langit-langit ruangan yang temaram karena hanya lampu di meja nakas sebagai penerangan, suasana ini semakin menambah intens pergumulan kami malam ini.

Seperti prediksiku sebelumnya bahwa dia adalah pria yang bisa melakukan tiga kali permainan dalam semalam, dan bisa aku jamin dia pasti akan meminta lagi jika aku tidak mencegahnya. Lagi pula, buat apa aku mencegah? Toh, aku juga mendapat kepuasan yang sama seperti dirinya. Akan tetapi, jangan berpikir kalau aku ini sex addict. No! kalau aku sex addict, aku pasti akan mencari pria setiap hari untuk memuaskan libido yang terus memuncak. Aku hanya melakukan seks bila ada pria yang mendekati, terutama pria beristri.

Setelah deru napasnya kembali normal, dia berguling ke samping dan terlentang. Aku menatap ke arahnya dengan padangan sayu. Dapat kulihat tubuh atletisnya yang lembab, ekspresi penuh kepuasan dan juga wajah tampan yang tersamar sinar temaram. Aku mengira hasil tes kesehatan alat reproduksiku sangat buruk, mengingat hobi buruk yang aku lakukan sejak beberapa tahun lalu. Ditambah lagi, aku tidak diperbolehkan mengambil hasil tes itu, sehingga kecemasan semakin membuncah, dan hampir menurunkan rasa percaya diri. Namun, semua ditepis dengan teleponnya yang menyuruhku untuk datang ke sebuah apartemen. Katanya, tempat ini adalah rumah keduanya untuk menenangkan diri. Dia memberiku akses masuk ke tempat ini seorang diri karena apartemen ini adalah apartemen milik kaum borjuis yang memiliki tingkat keamanan tinggi. Jadi tidak sembarang orang yang boleh keluar-masuk di sini.

Aku tidak menyangka kalau dia pemalu. Hal itu membuatku hampir menahan tawa. Tingkahnya yang kelewat gugup itu mengharuskanku untuk melangkah terlebih dahulu. Setelah dia menunjukkan hasil tes dan aku selesai membacanya, dia mulai terlihat gugup. Aku bisa menangkap kalau dia tidak terbiasa menjalin hubungan terlarang. Padahal orang-orang yang memiliki tingkat sosial sekelas dirinya lebih piawai dalam menikung. Apalagi gaya hidupnya yang serba fashionable tidak pernah luput dari hubungan gelap dengan wanita lain. Akan tetapi, dia lain dari yang lain. Sesuai dengan prediksiku kalau dia adalah pria setia, sangat setia untuk manusia sekelas Aruna!

Dia memiringkan tubuh untuk menghadapku. Mata sayu dengan pancaran kepuasan itu meneliti setiap inchi wajahku. Sebuah senyum kutorehkan untuk membalas tatapannya.

“Apa kamu menyesal?” Suaranya terdengar begitu serak dan seksi. Pria ini lebih menggoda setelah bercinta. Kepalaku menggeleng menjawab pertanyannya. “Apakah kebaikan Aruna begitu besar kepadamu hingga kamu rela melakukan hal ini?”

Kebaikan? Kalau aku bisa berterus terang, aku akan mengoreksi kata itu dengan kata yang lebih tepat, yaitu kejahatan.

“Sangat. Aku hanya ingin membalas kebaikan Aruna, sekali pun itu mempertaruhkan diriku sendiri,” bohongku.

“Kalau kamu hamil anakku?”

Tentu saja aku akan menuntutmu untuk menceraikan Aruna, setelah itu aku akan meninggalkanmu. Aku lebih baik mengasuh anak ini sendirian, daripada hidup dengan pria yang tidak bisa menggetarkan hatiku.

“Aku akan pergi,” jawabku dengan nada yang begitu dramatis.

Wajahnya tiba-tiba menegang, kepalanya sedikit terangkat. “Pergi?”

The Second Woman [Terbit Indie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang