Thirteen; Angin

3.4K 343 19
                                    

Dersikmu menyapa, menawarkan kegembiraan yang mengandung kegetiran.

~Padma~

*****

"Padma!"

Suara Aruna mengurai pendengaranku yang terpenuhi oleh pergumulan batin. Dia langsung keluar mengikutiku setelah perkanalan singkat dan pembicaraan tentang satu gerai yang dikhususkan untukku.

Aku memutar tubuh dan memasang senyum terindah. Dia langsung menghambur ke pelukanku.

Lama. Lama sekali dia memelukku. Dadaku terasa begitu sesak. Kelebatan peristiwa waktu itu menghujam terus-menerus. Aku ingin sekali menancapkan jarum ini ke jantungnya agar dia binasa sekalian!  Dapat kudengar deru napas kelegaan dari dirinya. Mengalun seolah-olah dia menyesalinya. Seharusnya ini yang ia lakukan sebagai sahabat, tetapi semua terlambat!

Tepukan pelan dari Bu Siska membuat pelukan Aruna merenggang. Aku sungguh berterima kasih pada wanita tua itu.

"Aku tunggu di mobil." Kepalaku mengangguk membalas perkataannya. Wanita itu melenggang pergi dengan beberapa map di dekapan.

"Padma."

Aku mengalihkan perhatian ke Aruna. Gigiku bergemelatuk melihat wajah itu. Dia meraih kedua tanganku kemudian menggenggamnya.

"Aku senang bertemu denganmu. Aku... aku minta maaf."

Aku hanya menarik napas dalam-dalam. Aku masih belum siap dengan semua ini, aku ingin meredam emosi ini terlebih dahulu.

"Aku sudah mencarimu ke ru—"

"Aruna. Aku..., " aku menelan ludah susah payah, "sibuk. Kita bisa bicarakan kapan-kapan." Sebisa mungkin senyum ini harus mengembang indah.

Kepalanya mengangguk berkali-kali. Rambut bergelombangnya bergoyang indah, tetapi aku muak melihatnya. "Kamu benar. Bukan dalam keadaan seperti ini untuk menjelaskannya. Aku akan mengatur jadwal bertemu denganmu."

Senyum ini masih terus mengembang. "Aku pergi dulu ya." Aku kembali memeluknya. "Kita ketemu lagi lain waktu."

Aku langsung memutar tubuh untuk menyembunyikan amarah yang masih meletup. Kaki ini mulai melangkah dengan kaku, tetapi aku merasakan sesuatu yang mengganjal. Kuputar bola mata ke kiri untuk menatap seseorang. Langkahku terhenti sejenak saat aku menangkap tatapan penuh selidik dari orang itu. Asisten Bayu.

Tanpa perlu berpura-pura, kusunggingkan senyum mengejek ke arahnya kemudian melangkah pergi meninggalkan tempat yang membuat dadaku sesak luar biasa.

Drama Queen!

Aku patut mendapat penghargaan atas peran yang telah kulakukan hari ini, di hadapan Aruna, Bayu dan Bu Siska. Air mata dusta itu berhasil keluar dengan lancar tanpa ada hambatan, bibir berwarna merah muda milikku pandai merangkai cerita yang keluar di pikiran, sehingga membuat mereka bertiga percaya bahwa Aruna adalah malaikat. Sedangkan Aruna, hanya tersenyum kaku tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Dia pasti bingung atas ucapan yang aku lontarkan, berbanding terbalik dengan peristiwa yang terjadi tujuh belas tahun silam. Aku yakin kalau dia akan meminta bertemu denganku berkali-kali atau menghabiskan waktu bersama. Aku sudah merencanakan pertemuan ke dua itu di dalam otakku baik-baik. Iya, aku akan bertemu dengan iblis berbulu domba itu untuk merancang sepatunya. Tapi ... tenang saja, ini hanya kebahagiaan sementara untukmu Aruna, karena kamu akan hancur cepat atau lambat.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Bu Siska tertawa lebar hingga menunjukkan gigi gerahamnya dengan jelas. Dia senang dengan kenyataan bahwa aku tidak menggoda Bayu untuk mendapat prioritas tempat di departemen store-nya. Dia berkali-kali bilang: "Jadi kamu teman Bu Aruna?, "Aku tidak menyangka kalau kamu kenal dengan Bu Aruna.", dan "Kenapa kamu tidak mengatakannya dari awal kalau dia teman SMA-mu?"

The Second Woman [Terbit Indie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang