Sixteen; Musuh Dalam Selimut

3.9K 348 41
                                    

Cumaaaa mau bilang, mampir di work baruku yaaaaa 😅
Cerita Teen yang mainstream 😂

*
*
*
*


Jangan pernah memiliki rasa takut kepada orang yang membencimu.

Tetapi takutlah kepada teman yang berpura-pura memelukmu.

*****

Muak!

Satu kata yang membuat hari-hariku terasa muak. Bukan karena kehamilan yang mengganggu, melainkan kebersamaanku dengan Aruna selama lima hari ini. Dia berubah menjadi peri yang sangat baik; meneleponku setiap saat, pulang dari kantor mengajakku hang out dan selalu menyempatkan untuk makan malam denganku. Dia seperti seorang yang sedang kasmaran. Mungkin dia ingin menebus kesalahan yang pernah ia perbuat dahulu. Dia kira dengan melakukan semua hal itu bisa memperbaiki hati yang sudah terluka? Sungguh dangkal pemikiran Aruna.

Aruna tidak banyak berubah, meskipun sudah belasan tahun berlalu, dia tetap terlihat polos di luar dan iblis di dalam. Sedangkan aku? Aku sudah bertransformasi menjadi orang yang lebih licik daripada dirinya. Namun, ada satu hal yang tidak dapat berubah; kondisi yang cepat stres. Sejak peristiwa itu, aku tidak bisa mengontrol rasa stress yang melanda. Aku selalu melarikan hal-hal yang mengganggu pikira itu dengan minum minuman keras dan berdansa di klab malam. Jika hal ini mengalami kegagalan, maka aku harus menyiapkan mental yang luar biasa. Aku tidak mau kehilangan bayi ini. Bukan karena aku mencintai Bayu, tidak, dan aku sama sekali tidak mencintainya, hanya saja aku tidak mau melakukan dosa besar untuk kedua kalinya; membunuh bayi dengan pola hidup yang tidak keruan. Aku ingin punya keturunan, tidak peduli jika aku tidak mempunyai pasangan yang menemaniku hingga tua.

Seperti yang aku bilang sebelumnya, Aruna selalu menyempatkan dirinya untuk menghabiskan malam denganku. Dan aku yakin, dia pasti akan mencariku terus-terusan karena derita yang akan ia alami. Aku dan Aruna berada di sebuah restoran Italia malam ini. Dia sudah datang terlebih dahulu dan duduk di kursi dekat jendela. Restoran ini tidak begitu ramai, pengunjungnya juga dari kalangan atas dan aku melihat santapan empuk untuk dijadikan hidangan. Melihat pria-pria berdasi dan borjuis membuatku lupa kalau sedang berbadan dua.

Aruna mengalihkan pandangan dari luar jendela saat menyadari kehadiranku lewat pantulan kaca jendela. Dia mengembangkan senyum lebar dan menyambutku dengan sebuah pelukan. Seperti ritual pertemuan pada umumnya, dia menanyakan hal-hal yang sepele seperti: bagaimana hari ini? Bagaimana dengan pekerjaanmu? Macet atau tidak? Dan setelah itu dia memanggil pelayan untuk memesan makanan.

Mataku menelusuri tulisan dengan warna dasar cokelat muda, memilah satu-persatu deretan menu yang berjumlah belasan. Saat melihat deretan menu yang ada di buku itu membuatku teringat akan perkataan Bayu. Aku langsung membuka bagian menu yang menyajikan makanan vegetarian. Hari ini aku belum makan sayur sama sekali, dan Bayu selalu mengingatkanku untuk mengonsumsi sayur satu porsi setiap harinya. Pemikiran pria itu sedikit banyak mempengaruhi pola hidupku.

Setelah memesan menu, kami kembali berbincang. Suara tawa dari dia memilin-milin hatiku yang masih sakit olehnya. Aku tidak ikhlas melihat dia tertawa bahagia seperti ini. Kebahagiaan Aruna saat ini pasti dibangun dari ribuan penderitaan orang lain. Bukannya penggambaranku terhadap Aruna hiperbola, tetapi memang begitu kenyataannya. Okelah, kalau yang aku tahu hanyalah Bayu yang memaksakan dirinya menikahi Aruna karena bisa menyokong perusahaan milik ayahnya. Akan tetapi, aku berani bertaruh kalau masih ada banyak lagi hal kejam yang ia lakukan dengan embel-embel kekuasaan dan uang untuk mencapai puncak kebahagainnnya saat ini. aku kasihan dengan orang-orang yang menjadi korban dari tingkahnya.

The Second Woman [Terbit Indie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang