XXXVII

3.3K 373 16
                                    

Berkali-kali (Namakamu) mencoba menghubungi Iqbaal dengan ponsel kecil itu. Namun hasilnya nihil. Nomer laki-laki itu sibuk. Begitu juga nomernya.

''Baal ... angkat, please.'' (Namakamu) mencoba menghubungi Iqbaal lagi. Beruntung, kali ini ada nada sambungnya. ''Assalamualaikum, Baal.''

''Waalaikumsalam.''

''Baal, kamu dimana?''

''Kenapa?''

''A-aku ... Emm ... Nggak apa-apa.''

''Aku tutup ya.''

''Baal.''

''Apa?''

''Kamu marah sama aku?''

''Tutup ya. Assalamualaikum.''

''Waalaikumsalam.''

(Namakamu) menyenderkan kepala ke senderan kasurnya. Ia memejamkan mata sejenak. Mengingat-ingat apa saja yang berpotensi membuat Iqbaal sedemikian juteknya.

''Apa mungkin ...''

Setelah menyambar sling bagnya, (Namakamu) lantas berjalan ke kamar Ibu untuk pamit sekilas dan segera pergi. Karena sepedanya rusak, terpaksa ia berlari ke tempat tujuannya.

Gadis yang terengah-engah ini berhenti berlari. Rumah Iqbaal.

''Assalamualaikum.''

''Waalaikumsalam.''

''Teteh, Iqbaalnya ada?''

''Haduh, Fakhrinya lagi pergi, (Namakamu). Masuk dulu ayuk.''

(Namakamu) tersenyum kecil. ''Makasih, Teh. Kalo gitu, aku permisi ya. Assalamualaikum.''

''Waalaikumsalam.''

Lagi. Ia berlari lagi. Menuju tempat terakhir. Dimana ia bisa bertemu Iqbaal. Jika yang satu ini salah, (Namakamu) tak tahu lagi harus kemana.

🍌

''Baal.''

Cowok yang baru saja menaiki motornya menoleh. Ia mengeryit melihat penampilan (Namakamu) yang kacau.

''Baal.''

Namun cowok itu malah menatapnya tanpa ekspresi.

(Namakamu) menepis setiap air mata yang menetes. Isakan menambah buruk keadaannya. Napasnya masih memburu sehabis lari tadi. ''Maaf, Baal. Aku nggak tau kalo...''

Brum...

''Baal! Dengerin dulu!'' seru (Namakamu) kepada Iqbaal yang sedang memakai helm. Tangannya menahan lengan cowok itu. ''Please.''

Entah karena tekanan batinnya atau kelelahan, tubuh (Namakamu) hampir saja ambruk. Ia hanya jatuh berlutut. Tapi tetap saja cowok itu bergeming.

''Jangan di tengah jalan,'' perintah Iqbaal dingin. ''Bangun.''

''Kamu nggak punya hati, Baal.''

Bukannya menyahut, Iqbaal malah melajukan motornya dari minimarket sepi itu. Meninggalkan (Namakamu) yang lemas, kehausan, kelelahan dan terluka.

''Aku udah bilang.''

(Namakamu) mendongak. Air matanya tak terbendung. ''Baal ...''

''Bangun,'' kata Iqbaal. Suara cowok itu yang dingin membuat (Namakamu) semakin terluka.

(Namakamu) menepis tangan Iqbaal yang mencoba membantunya berdiri. ''Ngapain kamu balik lagi?''

Iqbaal hanya diam.

Motivator Boy·IDR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang