Bab 1 - Dua Bayi {Fatmah}

31.4K 1K 1
                                    

Udara dingin membuat kota bersalju. Seruan ilahi berkumandang, aku terbangun dengan tubuh masih lesu. Aku bersiap pergi ke masjid yang ada di sebelah rumahku. Lambat laun, mentari menjelang terbit. Aku bersiap untuk kuliah. Namaku Fatmah, seorang sarjana yang kuliah di Jepang. Aku tinggal di pemukiman khusus muslim.

Sudah tiga bulan aku berkuliah di sana. Hari-hariku berjalan seperti biasa: kuliah, pulang sore ke rumah, lalu pergi bekerja di restoran Pakistan, dan pulang larut malam. Tapi kalau ada tugas, pasti aku tidak bekerja.

Namun, hariku berubah saat ini. Seperti biasa, aku pulang sore ke rumah setelah kuliah dengan tubuh sangat letih dan ingin beristirahat. Lalu terdengar sayup-sayup suara tangisan bayi.

"Oek... Oek..."

Aku mencari sumber suara tangisan bayi itu. Aku menghampiri tempat sampah yang ada di depan masjid. Terdapat sebuah kardus berukuran sedang. Aku merasa ada kekuatan yang menarikku ke arah suara tangisan itu. Saat aku membuka kotak itu, betapa terkejutnya aku.

"Astagfirullah, kenapa ada bayi di sini? Mana udaranya dingin," aku mengangkat kardus itu dan membawanya ke dalam masjid.

"Oek... oek... oek"

Terdengar suara tangisan bayi lainnya, lalu aku memandang ke bayi dan dia tidak menangis tapi suaranya berasal dari dalam masjid.

Aku melepas alas kaki dan jantungku hampir lepas karena melihat seorang bayi lagi yang masih memakai selimut, aku melihat ke sekeliling kemudian pandanganku tertuju pada secarik kertas aku membukanya, tulisan di kertas tersebut menggunakan bahasa Jepang. Syukurlah aku mengerti sedikit arti dari tulisan tersebut.

"Bagi siapa yang menemukan bayi ini tolong rawat dia karena aku tidak mampu merawatnya" Bacaku. Aku menatap kedua bayi tersebut rasa empati seperti mulai menggerogoti diriku. Sesaat kemudian aku mengecek kondisi kedua bayi itu. Dingin, gemetar, dan detak jantung melemah. Aku tidak bisa berdiam diri saja, lalu aku memikirkan apa yang harus kulakukan.

Langkah pertama yang ku ambil adalah menghubungi bosku, pemilik restoran, meminta izin untuk absen bekerja. Kemudian aku bergegas menuju rumah sahabatku yang merupakan seorang pendakwah bernama Aisyah, yang rumahnya berada dibelakang masjid untuk meminta pertolongan.

"Assalamu' alaikum! Aisyah! Assalamu'alaikum!" Aku menggedor pintu dengan keras.

"Wa'alaikumusalam, ada apa Fatmah..." Aisyah membuka pintu, dia langsung terdiam sebab terkejut karena aku membawa dua bayi yang kudapati disekitar masjid. "Ya Allah, Fatmah ini anaknya siapa?"

"Saya juga tidak tahu, tapi kita mesti segera kerumah sakit. Badan bayi-bayi ini udah dingin dan mulai membiru!" Aku begitu cemas melihat dua bayi yang sudah mulai berhenti menangis dan nafas yang melemah.

Dalam kepanikkan itu, Aisyah segera mengenakan jaket tebalnya. "Ayo, kita bawa mereka sekarang," katanya tegas. Kami berdua berlari menuju mobil Aisyah yang terparkir di depan rumah. Dengan hati-hati, kami meletakkan kedua bayi itu di kursi belakang, membungkus mereka dengan selimut yang lebih tebal untuk menjaga kehangatan tubuh mereka.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, aku terus memantau kondisi bayi-bayi tersebut. "Aisyah, cepat! Kita harus sampai secepat mungkin," kataku dengan suara gemetar. Aisyah mengangguk, mempercepat laju mobil.

Begitu tiba di rumah sakit, kami langsung menuju ke bagian gawat darurat. "Tolong, ada dua bayi yang butuh pertolongan segera!" teriakku kepada petugas medis yang ada di sana. Para perawat dan dokter segera datang dan membawa kedua bayi itu ke dalam ruang perawatan intensif.

Kami menunggu dengan cemas di ruang tunggu. Aisyah memegang tanganku erat-erat, mencoba menenangkan diriku yang sudah sangat panik. "Tenang, Fatmah. Mereka sekarang berada di tangan yang tepat. Insya Allah mereka akan baik-baik saja," kata Aisyah dengan suara lembut.

Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang perawatan. "ありがたいことだ (Syukurlah), kondisi bayi-bayi ini sudah stabil. Mereka akan kami rawat di sini untuk beberapa hari ke depan. Anda berdua yang menemukan mereka?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Iya, Dokter. Kami menemukannya di dekat masjid. Tidak tahu siapa yang meninggalkan mereka di sana."

Dokter itu mengangguk mengerti. "Terima kasih atas tindakan cepat kalian. Jika tidak, mungkin keadaan mereka akan lebih buruk. Kami juga akan melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang untuk menyelidiki lebih lanjut."

Setelah mendengar kabar baik itu, aku merasa lega. Kami duduk sejenak untuk menenangkan diri. "Fatmah, aku tidak percaya ini terjadi. Tapi kamu sudah melakukan hal yang luar biasa hari ini," kata Aisyah sambil tersenyum.

"Terima kasih, Aisyah. Aku hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Aku tidak bisa membiarkan mereka begitu saja," jawabku sambil tersenyum balik. Kami memutuskan untuk menunggu di rumah sakit hingga ada perkembangan lebih lanjut tentang kondisi bayi-bayi tersebut.

Malam itu, aku merenung. Hidup di negeri asing, jauh dari keluarga, terkadang membuatku merasa sendiri. Namun, peristiwa hari ini mengajarkan bahwa di mana pun kita berada, selalu ada kesempatan untuk berbuat baik dan membantu sesama. Dan dalam setiap tindakan baik, selalu ada hikmah dan rahmat yang menyertainya.

Meski pihak rumah sakit berkata kedua bayi itu akan dirawat disana selama beberapa hari, namun aku merasa sedikit cemas. Aku tidak tahu kekhawatiranku ini datang dari mana, namun aku benar-benar merasa tidak ingin meninggalkan mereka berdua begitu saja.

"Sebentar ya, Aisyah," Aku berbalik dan berlari menyusul dokter tadi, "すみません、先生 (Permisi, dokter)"

Dokter itu kemudian membalikkan badan, "はい、どうされましたか? (Ya, ada yang bisa saya bantu?)" Dokter itu sangat ramah.

Aku menarik nafas dalam-dalam, "Maaf, apa boleh saya tahu apa yang akan rumah sakit lakukan setelah kedua bayi itu sehat?"

Dokter tersenyum simpul, "Di rumah sakit mereka akan mendapat perawatan, setelah itu pihak rumah sakit akan mengembalikan mereka pada keluarga mereka," Mendengarnya aku merasa lega.

"...Namun, jika tidak ada yang mengambil kedua bayi itu dalam dua minggu. Maka pihak rumah sakit akan menghubungi panti asuhan yang bersedia menampung mereka." Lanjut dokter itu.

Bisa kurasakan mataku melebar mendengar ucapan dari dokter, rasa was-was dibenakku semakin membuatku jadi memikirkan nasib kedua bayi tersebut.

"Ah, baiklah. Terima kasih, dokter." Aku membungkuk.

"Ya, kalau begitu saya permisi." Dokter itu juga membungkukkan badan, kemudian berlalu pergi menghilang di ujung koridor.

Setelah percakapan tadi pikiranku masih berputar tentang kedua bayi itu, mendengar kata panti asuhan tiba-tiba aku merasa skeptis. Terlebih lagi image tentang tempat itu terasa buruk dipemikiranku. Aku hanya diam duduk dikursi penumpang di samping Aisyah yang tengah menyetir.

"Kamu baik-baik aja, Fatmah?" Ternyata Aisyah menyadarinya,

"Haha, enggak apa-apa. Aku cuma kecapean aja." Aku tertawa canggung menutupi rasa risau dihatiku, Aisyah tersenyum dan kembali fokus menyetir hingga kami tiba di rumah masing-masing.

🌸🌸🌸🌸🌸

July 18th, 2024 (Revision)

Hai Readers~

Ini Miyano balik lagi~

Miya berencana merevisi semua karya Miya yang udah dipublish dan Miya mau start dari story UMMI DAN ABI ini...

Cerita ini gak semua dirombak ulang, hanya mungkin ada tambahan kalimat agar bikin ceritanya lebih intens. Sekaligus Miya juga akan benerin kesalahan pada penulisan. 


Terima kasih atas pengertian dan dukungan readers~

See you~

Ummi & Abi  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang