Salju turun di kota Seoul. Dingin menusuk hingga ke tulang. Seperti apapun cuacanya mau itu musim dingin hingga musim semi, bekerja adalah yang utama.
"Hei, Alex! Ayo cepat! Kenapa kau melamun disana? Kita harus gladi bersih." Seorang pria paruh baya menghampiri ku.
Mendengus, "Baik, baik, sabar sedikit, hyung."
"Ayo cepat!" Pria itu menarikku kesebuah panggung yang luas, aku bisa melihat anggota grup yang lain sudah berdiri disana.
Aku mengambil posisi ditengah sebagai center dari penampilan tersebut, aku menatap sekeliling tribun kosong yang nantinya akan terisi oleh banyak penggemar.
"Siap? Satu. Dua. Tiga."
Musik mulai bermain dengan penuh konsentrasi kami menggerakkan tubuh sesuai dengan koreografi yang telah dilatih sebelumnya, tubuhku seperti bergerak sendiri ketika mendengar musik rasanya seperti segala sesuatunya mengalir begitu saja.
Setiap gerakan terasa begitu alami, seakan tubuhku sudah hapal betul setiap ritme dan nada. Keringat mulai membasahi dahiku, tapi semangat di dalam diriku semakin membara. Mata kami semua fokus, tak ada yang ingin membuat kesalahan. Ketika musik mencapai klimaks, tubuh kami bergerak dengan sinkronisasi yang sempurna, seakan kami adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Manajer kami menghampiri, dia adalah pria paruh baya tadi, "Good. Kalian sudah melakukan yang terbaik, sekarang istirahatlah."
Aku segera membalikkan badan dan turun begitu saja dari panggung, aku tidak suka basa-basi terutama pada orang-orang yang membicarakan aku dari belakang.
"Hei, Alex- I mean Sung Jung. Keliatannya kamu gak mood nih." Seorang pria tampan dengan rambut berwarna pirang menghampiri ku. Dia adalah leader dari grup boyband yang sama denganku.
"Enggak ada kok, Minhwan hyung." Aku mencoba tersenyum, meski hati terasa berat. Minhwan mengerutkan alis, tampak tidak yakin dengan jawabanku.
"Jangan bohong, aku bisa lihat dari matamu," katanya lembut namun tegas. "Apa ada yang ingin kamu bicarakan?"
Aku menghela napas, menatap lantai studio yang dingin. "Ini tentang latihan kita yang tadi pagi," jawabku akhirnya. "Aku merasa performa ku tidak maksimal. Aku takut mengecewakan kalian semua."
Minhwan menepuk pundakku dengan lembut. "Kita semua punya hari-hari sulit, Sung Jung. Tapi ingat, kita adalah tim. Kalau kamu butuh bantuan atau hanya ingin bicara, kami selalu ada untukmu."
Ucapan Minhwan membuat hatiku sedikit lebih ringan. Aku tahu dia benar, dan perasaan ini mungkin hanya sementara. "Terima kasih, hyung," kataku pelan.
Minhwan tersenyum, kali ini lebih hangat. "Ayo, kita coba lagi. Kita semua di sini untuk mendukung satu sama lain."
Aku bisa tersenyum sedikit atas ucapan penyemangat dari Minhwan hyung, namun tidak semua anggota grup suportif seperti dirinya. Aku bisa merasakan tatapan kebencian dan tidak suka dari sebagian anggota grup yang berjumlah 10 orang.
Orang seperti Minhwan terlalu baik menjadi seorang pemimpin, dia adalah pria yang lembut... Terlampau lembut. Namun aku bisa melihat usahanya menjadi pemimpin yang baik dan mengayomi semua anggota.
"Minhwan hyung, kau terlalu baik pada si kecil." Kata Jin sambil tertawa sinis. Jin, dengan sikap arogan yang sering ditunjukkannya, memang sulit untuk dihadapi. Aku berusaha untuk tidak terpancing, meskipun kata-katanya membuat hatiku sedikit sakit.
Minhwan hanya menghela napas dan menatap Jin dengan tatapan tegas. "Kebaikan dan dukungan adalah kunci untuk menjaga tim ini tetap solid, Jin," katanya dengan nada tenang. "Kalau ada masalah, kita bicarakan bersama-sama."
Jin mendengus, tapi tidak membalas. Dia hanya melirikku sekali lagi sebelum pergi meninggalkan area belakang panggung. Aku bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara, tetapi kehadiran Minhwan membuatku merasa sedikit lebih kuat.
"Terima kasih, hyung," kataku lagi, lebih mantap kali ini.
Minhwan tersenyum dan menepuk pundakku. "Ayo, kita lanjutkan latihan. Kita tunjukkan pada semua orang bahwa kita bisa bersatu dan tampil dengan sempurna."
Kami semua kembali ke asrama, siap untuk melakukan persiapan lebih matang demi penampilan yang akan kami suguhkan kepada para penggemar. Aku melangkah masuk ke kamar dan segera membuka ponsel. Di beranda obrolan LINE, tidak ada satu pun pesan yang masuk. Sepi. Kosong.
Aku pun beralih ke media sosial lainnya. Di sana, kolom komentar penuh dengan kata-kata kebencian yang menusuk hati. Baik dari para haters maupun penggemar fanatik yang tampaknya tidak puas dengan penampilanku. Rasanya seperti ditelan gelombang kritikan yang tak berujung.
Aku merasa dadaku sesak. Kritik yang kuhadapi di dunia nyata sudah cukup berat, dan sekarang dunia maya pun tak lagi jadi tempat pelarian. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Malam ini seharusnya aku fokus pada persiapan, tapi pikiran-pikiran negatif itu terus mengganggu.
Aku duduk di pinggir tempat tidur, menggenggam ponsel erat-erat. Kuingat-ingat kata-kata penyemangat dari sahabat-sahabatku dan pelatih. "Jangan biarkan komentar mereka mempengaruhimu. Kamu lebih kuat dari yang kamu kira," begitu sering mereka bilang. Namun, mengabaikan kebencian tidaklah semudah itu.
Aku mendengar ketukan di pintu kamar. Ternyata, itu teman sekamarku, Jisung. Dia melihat ekspresi di wajahku dan langsung tahu ada yang tidak beres.
"Kamu baik-baik saja?" tanyanya lembut.
Aku menggeleng pelan. "Komentar negatif lagi. Banyak sekali. Aku... aku merasa gagal."
Jisung mendekat dan duduk di sampingku. "Jangan biarkan mereka merusak malam ini. Ingat tujuanmu. Ingat seberapa keras kamu bekerja. Kamu tidak sendiri."
Kata-kata Jisung sedikit mengurangi beban di hatiku. Aku memutuskan untuk tidak membuka media sosial lagi malam itu. Ponselku kumatikan, dan aku beralih fokus pada persiapan penampilan. Aku mulai memeriksa kostum, berlatih gerakan, dan mengulang lirik-lirik lagu yang akan kubawakan.
Jisung memang orang yang lembut dan penuh kasih, namun disisi lain dia juga seorang penakut. Wajar karena dia sering mendapat tekanan dari Jin dan beberapa anggota lainnya.
"고마워요 (Terima kasih), Jisung hyung." Kataku sambil tersenyum. Jisung mengangguk dan pergi beralih ke tempat tidurnya.
Ketika malam semakin larut, aku merasakan semangat yang kembali mengalir. Jisung dan aku saling melemparkan lelucon sebelum tidur. Kami tertawa, berbagi cerita, dan memberikan dukungan satu sama lain. Momen-momen seperti ini mengingatkanku bahwa aku tidak sendirian. Ada orang-orang yang peduli, yang selalu ada untukku. Baik Minhwan ataupun Jisung, aku tidak ingin membuat mereka khawatir karena masalahku. Kedua orang itu sudah seperti kakak bagiku.
Ketika akhirnya tiba saatnya tidur, aku merasa lebih tenang. Aku tahu, esok hari aku akan berdiri di atas panggung, memberikan yang terbaik. Dan kali ini, aku tidak akan membiarkan komentar-komentar kebencian itu menghancurkan kepercayaan diriku. Aku akan tampil dengan bangga, untuk diriku sendiri, untuk teman-temanku, dan untuk para penggemar yang benar-benar mendukung.
🌸🌸🌸🌸🌸
July 20th, 2024 (Revision)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ummi & Abi [REVISI]
RomansaJadi ibu itu gak gampang ya, apalagi single mom pasti lebih susah lagi. Tapi sesulit apapun cobaan harus tetap dilewati dengan semangat, insyallah Allah pasti akan membantu jika kita ikhlas dan kuat. -END