Intensive

1.8K 116 10
                                    

Beberapa orang berlarian menuju tempat dimana beberapa menit lalu terjadi keributan. Bahkan, hal itu sampai menjadi trending topik satu sekolah saat mereka tahu kalau ada yang berusaha membobol perpustakaan sekolah yang terkenal sakral, karena banyak benda magis yang disimpan disana. Tepatnya disebuah ruangan khusus yang sengaja dibuat untuk menyimpan benda-benda berharga, termasuk bola kristal ke empat musim. Namun, bola itu kini tinggal tiga karena satunya telah dicuri.

Para tetua, termasuk pemimpinnya—Prof. Amstrong sedang dilanda rasa khawatir bercampur dengan rasa was-was. Semua guru yang mengajar dikumpulkan saat itu juga, saat mereka tahu kalau serangan yang membuat salah satu muridnya sekarat—bukanlah serangan dadakan atau serangan biasa. Ini serangan berencana yang sudah disusun bertahun-tahun lamanya sesuai apa yang pernah dituliskan dalam ramalan.

"Ini bukan serangan biasa,"

Suara Prof. Amstrong menginterupsi dalam ruang rapat yang terletak di ruang kepala sekolah. Beliau baru saja berbicara setelah terdiam cukup lama tanpa ada yang berniat bertanya dan hanya menunggu pemimpin mereka untuk memberitahu rencana selanjutnya. Mereka sadar kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan sekolah yang mereka tempati. Seperti melemahnya sihir proteksi yang mereka buat selama berabad-abad dan tak pernah rusak sedikitpun untuk melindungi sekolah itu. Bahkan, sihir terkuat yang pernah digunakan tidak bisa membuat pelindung yang berbentuk berupa setengah lingkaran transparan yang menyelimuti satu wilayah sekolah dan sekitarnya—termasuk danau Tosca—tidak bisa membuat musuh masuk dengan mudah. Jadi kesimpulannya, bagaimana Rudolf bisa masuk? Bahkan untuk kesekian kalinya?

"Lalu, kita harus bagaimana?" tanya salah satu dari mereka yang berkumpul.

"Pertanyaan macam apa itu? Seharusnya kau bertanya tentang hal lebih berbobot!" ujar Prof. Alexy dengan raut datar, namun tajam. Dia merupakan salah satu guru yang mengajarkan tentang ilmu pertahanan dan terkenal keras akan sebuah pemikiran yang menurutnya tidak bermutu.

Prof. Erlio berdecih. "Sejak kapan kau setuju dengan pertanyaan yang menurutmu tidak berbobot, tapi bisa menjelaskan secara keseluruhan? Jika kau merasa benar, kenapa diam saja dari tadi?"

Keadaan semakin memanas karena perdebatan mereka berdua. Tidak ada yang mau menghentikan mereka karena mereka semua tahu kalau hubungan antara Prof. Erlio dengan Prof. Alexy tidak pernah baik. Entah masalah apa yang membuat mereka berselisih paham. Tidak ada yang tahu mengenai hal itu karena mereka berdua saling memendam dendam satu sama lain.

Prof. Alexy masih menatap Prof. Erlio datar dan tak terbaca. "Diam bukan berarti tidak perduli. Tapi berdiam diri adalah cara berpikir yang baik untuk memutuskan sesuatu." ujarnya masih datar. "Jika kau paham dengan situasi sekarang, pikiranmu tentu tidak lambat seperti ini." lanjutnya dengan penuh sindiran.

"Tidak bisakah kita membahas hal yang lebih penting?"

Teguran dari Prof. Morys berhasil membuat mereka semua menolehkan kepala ke arahnya, kecuali Prof. Amstrong yang kelihatan lelah dengan pikirannya. Dari sekian anggota, hanya dia saja yang berani menegur kedua orang yang terus berdebat tanpa memperdulikan kondisi sekarang.

"Ramalan." sahut Prof. Alexy setelah terdiam sejenak. Semua pasang mata langsung menatapnya dengan tatapan penuh kewaspadaan.

"Jangan bicara omong kosong!" desis Prof. Erlio yang tampak gusar.

"Ck, kau yang—"

"Dari mana kau tau mengenai hal itu?" selak Prof. Amstrong setelah berdiam diri saja.

Prof. Alexy mencoba menetralkan raut wajahnya yang tampak jengah menjadi serius. Bagaimanapun juga, ia harus bersikap sopan terhadap kepala sekolah yang jauh lebih tua diatasnya. "Karena jika bola kristal sudah mulai diperebutkan, maka itu tanda untuk kita mulai bersiap diri."

Rainbow Eyes [ON-HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang