Pagi ini, setelah sekian banyak kejadian yang membuat fisik—bahkan jiwa yang terasa lelah—ia memutuskan untuk menghadiri pembelajaran yang sudah ia lewatkan beberapa hari lalu. Laki-laki itu berjalan tenang walau bel masuk sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Tidak perduli telat, yang penting ia bisa hadir saat guru mengabsennya nanti.
Dylan, laki-laki itu sebenarnya tidak bermaksud untuk membolos jam pelajaran, tapi karena ada alasan ia tidak mengikuti pembelajaran seperti biasanya. Bukan, Dylan bukan tipe murid yang suka melanggar peraturan, bukan pula tipe murid yang rajin hingga selalu datang pukul 6 pagi hanya untuk duduk sendirian di kelas sambil memandangi setumpuk buku yang tebalnya melebihi ensiklopedi.
Dari pihak sekolah sudah memberikan waktu luang untuk Dylan melakukan perawatan setelah kejadian di perpustakaan. Laki-laki itu juga terluka walau tidak separah Hailee dan karena alasan itu bagian unit kesehatan juga menyarankan, jika Dylan istirahat beberapa hari sampai ia merasa lebih baik. Namun bukan Dylan jika ia menghabiskan waktu yang membosankan dengan duduk atau rebahan di kasur sepanjang hari. Jadi, selama pemulihan Dylan selalu menghabiskan waktunya hanya untuk dua hal. Pertama, menjenguk Hailee. Kedua, berdiam diri di tepi danau Tosca dengan pikiran kemana-mana.
"Akhirnya kau masuk juga." seru Leo ketika melihat kedatangan Dylan dan langsung menempatkan diri disampingnya.
"Hm."
Dylan tidak banyak merespon seperti biasanya dan itu sudah biasa bagi Leo yang mengenalnya sejak kecil.
"Ini catatan yang kemarin kau lewatkan karena alasan pemulihan—percayalah aku tidak benar-benar mau menyebut cutimu dengan sebutan pemulihan karena yang aku lihat kau hanya mondar-mandir tidak jelas dengan keadaan yang semakin ... cool? Entahlah." Leo memberikan sekitar 6 buku catatan pada Dylan dengan terus mengkritik alasan pemulihan yang tengah Dylan jalani.
Sebenarnya, Leo tidak suka—atau dia benar-benar tidak setuju dengan syarat pemulihan yang Dylan jalani beberapa hari lalu. Maksudnya, untuk apa Dylan istirahat tetapi dia malah keluyuran diluar sekolah dengan keadaan fisik yang tidak memungkinkan? Percuma, itu yang Leo tau.
Dylan melirik Leo sebentar kemudian mengalihkan pandangannya ke arah tumpukan buku dimeja Leo.
"Kenapa?" tanya Leo bingung.
"Untuk apa kau mempelajari mantra langka?" bukannya menjawab pertanyaan Leo, Dylan justru bertanya balik karena dia menemukan buku yang tidak asing baginya.
Leo menatap tumpukan buku didepannya, lalu dengan sigap ia segera menyingkirkan buku itu karena ia tidak ingin Dylan tau.
"Dasar tidak sopan! Itu privasi!" Leo menatap Dylan jengkel yang hanya diacuhkan Dylan dengan tatapan tajam.
"Sejak kapan kau mempelajarinya?" Dylan masih bersih keras menanyakan hal itu.
"Kenapa kau—"
Ucapan Leo terpotong tiba-tiba saat Prof. Morys datang dengan wibawanya.
"Murid-murid, harap tenang!" dan seketika kelas langsung sunyi senyap. "Hari ini kita kedatangan murid baru dan mohon jaga sikap kalian—Masuklah nak,"
Pintu kelas terbuka dan menampilkan seseorang dengan seragam clan Winterachtig. Laki-laki itu berjalan dengan memasang wajah yang terkesan cool, hingga membuat beberapa gadis disana menahan napas.
"Silahkan perkenalkan namamu." titah Prof. Morys.
Laki-laki berambut blonde itu mengedarkan pandangannya lalu dengan santai ia mulai memperkenalkan diri. "Nama saya Luke Alexander dari clan Winterachtig."
Singkat, padat, dan jelas. Memang apa yang mereka butuhkan selain informasi mengenai namanya? Alamat rumah? Hey, mereka saja tinggal di asrama!
"Terima kasih Mr. Alexander. Silahkan duduk ditempatmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Eyes [ON-HOLD]
FantasiHailee D Anderson, remaja perempuan yang satu ini memang sulit ditebak dan misterius, bahkan ia tidak pernah tau kalau selama ini dialah yang dicari-cari oleh para penyihir sesuai apa yang sudah diramalkan. Namun siapa sangka dibalik keunikannya jus...