Destiny

1.8K 94 1
                                    

Andrean berjalan dengan langkah lebar, gerakannya terlihat tergesa-gesa, apalagi dengan muka yang terlihat begitu serius karena fokusnya hanya tertuju pada apa yang ia cari.

Sedari tadi ia berkeliling asrama hingga ke semua sudut sekolah sudah ia putari, namun yang ia dapat hanya segerombolan murid perempuan yang terus berteriak histeris ketika ia lewat. Sebenarnya, kalau dihari biasanya Andrean sudah pasti akan menebar pesonanya ke setiap perempuan yang menjadi fans fanatiknya, atau setidaknya mengerlingkan mata agar murid perempuan meleleh, hingga mimisan sekalipun. Tapi hari ini tidak. Andrean bahkan terlihat tidak perduli sedikitpun dengan gerombolan perempuan yang kurang asupan cogan.

"Sebenarnya kau dimana?!" geram Andrean masih berusaha mencari.

Sekarang tujuan terakhirnya hanya danau Tosca dekat hutan Mystic yang belum ia kunjungi. Kali ini Andrean bertekad, kalau di danau sosok yang ia cari tidak ada, ia benar-benar tidak akan membantu laki-laki itu lagi.

Andrean berhenti tepat ditepi danau, matanya yang tajam menatap mencari orang yang sejak beberapa hari terakhir ini menghilang dari beberapa pertemuan di kelas. Walaupun beda asrama, tetap saja ada masanya dimana beberapa murid asrama lain memiliki jadwal yang sama hingga membuat mereka harus bertemu.

Mendapati danau Tosca yang begitu tenang dan hening membuat Andrean sempat dilanda frustasi jika saja ia tidak melihat seseorang yang duduk termangu diatas batu besar dengan tatapan kosong. Laki-laki itu tidak mengenakan seragamnya seperti apa yang Andrean pakai saat ini. Bahkan, laki-laki itu tampak tidak perduli lagi dengan penampilannya yang terlihat acak-acakan. Rambutnya yang sehalus sutra dengan dominan warna putih pirang terlihat acak-acakan karena diterpa angin. Laki-laki itu Dylan.

"Sudah berapa lama kau menghilang?" tanya Andrean setelah berdiri didekat Dylan.

Dylan tidak langsung menjawab. Ia masih diam dengan tatapan lurus ke depan, bahkan ia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Andrean. Ia terlalu lelah dengan pikirannya sampai-sampai ia tidak sanggup menyuarakan isi pikirannya. Ia kacau.

Melihat Dylan tidak memberikan respon, Andrean menghela napas panjang. Sebegitu frustasi kah seorang Dylan hanya karena satu alasan? Siapa lagi yang bisa Dylan jadikan alasan kalau bukan gadis bernama Hailee? Apalagi Andrean tahu kalau Dylan sebenarnya sudah mulai punya rasa perduli dengan seorang perempuan. Andrean tahu bukan tanpa alasan, tapi ia tahu karena ia peka. Baiklah, katakanlah kalau Andrean sebenarnya bukan tipe laki-laki yang langsung peka dengan kode-kode rahasia kaum hawa. Tapi, sebagai seorang teman dekat—walaupun bukan dekat dalam artian sewajarnya seorang teman dekat—Andrean tahu Dylan secara tidak langsung. Ia tahu setiap gerak-gerik Dylan hampir seperti Leo—sahabat satu asrama Dylan.

"Kau tidak seharusnya seperti ini, Dylan," ujar Andrean menggantung. "Kupikir, kau akan sedikit tertarik dengan berita yang akan ku sampaikan padamu." lanjutnya mencoba menarik perhatian Dylan. Dan itu berhasil membuat Dylan menengadahkan kepalanya.

"Jika kau kesini hanya ingin mengatakan omong kosong, aku tidak tertarik!"

Dylan menatap tajam Andrean lalu memalingkan wajahnya tidak perduli. Sebenarnya ia sedang tidak ingin diganggu dan tidak ingin mendengar omong kosong beberapa orang yang terus membuatnya semakin kacau. Ia sudah cukup muak dengan kalimat 'baik-baik saja', walau sebenarnya itu tidak membantunya lebih baik.

"Apa kau yakin? Bagaimana kalau ini tentang Hailee?" Andrean masih berusaha menarik perhatian Dylan.

Dan benar. Dylan langsung menengokkan kepalanya dan hal itu langsung membuat Andrean tersenyum miring.

"Kenapa dengan Hailee?"

"Kau bilang kau tidak tertarik." kata Andrean tersenyum puas.

"Aku sedang tidak ingin basa-basi, Andrean, jika kau ingin aku mengeluarkan D'glacies-ku!"

Rainbow Eyes [ON-HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang