Azura baru saja masuk ke kamarnya, kamar Hailee juga. Kamar itu masih kosong dan belum ada tanda-tanda kedatangan Hailee yang biasanya duduk mangkir di jendela atau sekedar duduk di sofa sambil melihat laptopnya. Ada televisi disana, tapi Hailee selalu menganggurkannya, tidak tertarik sama sekali dengan berita atau bahkan drama percintaan yang membuatnya muak.
Setelah selesai mandi, azura memakai pakaian tebalnya. Cuaca hari ini memang tidak dingin, hanya saja ia suka memakai pakaian hangat saat menjelang sore.
Azura duduk di sofa menyalakan televisi, mencari tayangan apa saja yang bisa membuatnya terhibur. Ia sudah menyelesaikan semua tugasnya tadi di perpustakaan dan ini waktunya ia bersantai. Namun tak lama saat Azura fokus dengan berita kematian salah satu artis ternama, suara debum pintu tertutup berhasil mengejutkannya, hingga ia menjatuhkan toples ditangannya. Azura merutuki orang yang baru saja masuk dengan tidak santainya. Keripiknya tumpah sebagian dan terpaksa harus dibersihkan. Menyebalkan.
"Kau baru balik?"
Azura melihat Hailee baru saja datang dengan keadaan masih memakai seragam dan muka kusut kelelahan yang kentara. Hailee mengangguk seadanya kemudian pergi ke kamar mandi begitu saja, tidak ada suara atau respon lain.
Karena bingung dengan sikap Hailee, Azura memilih mematikan televisinya dan berjalan menuju ke dapur kecil yang ada di asrama. Azura sendiri tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi Hailee, ia hanya merasa jika ada sesuatu yang membuat room mate-nya diam begitu. Sepertinya Hailee baru saja mengalami hari yang berat.
***
Masih menundukkan kepalanya didepan wastafel, Hailee diam seribu bahasa. Pikirannya penuh, sesak dengan semua yang baru ia alami seharian ini. Ia mendongak setelah membasuh mukanya, melihat pantulan wajahnya dicermin.Disana Hailee bisa melihat wajahnya, kulit putih bersih, rahang tirus, hidung mungil yang terlihat mancung, bibir merah jambu, serta mata biru jernih seperti lautan. Tidak ada yang mengira jika dirinya akan berakhir seperti ini. Bahkan Hailee masih berusaha melihat lebih jelas detail wajahnya yang menurutnya masih sama seperti orang-orang barat kebanyakan, terutama rambut coklat caramelnya yang bergelombang, itu terlihat wajar. Hailee tidak melihat ada hal istimewa didalam dirinya, lalu kenapa disini, di Rtuvina academy ia dipandang berbeda?
Mendengus kasar, Hailee kembali membasuh mukanya. Menatap cermin lagi. Ia masih diam dan itu membuatnya semakin tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Sampai akhirnya matanya berubah begitu drastis. Sekilas ia bisa melihat matanya berkilau dengan warna yang berbeda-beda, seperti sebuah pelangi yang tertimpa cahaya matahari. Hanya sekian detik dan kembali lagi ke warna aslinya biru seperti saat tadi ia melihatnya.
Hailee tidak terkejut, ia sudah terbiasa dengan hal ini. Ia tahu matanya memang terlihat berbeda dengan kebanyakan orang, atau memang tidak ada yang punya mata seperti itu? Memikirkan hal itu seakan membuat kepala Hailee ingin pecah. Dan semakin keras ia berpikir mengenai dirinya, semakin tak berdaya juga ia menentang takdir yang diterimanya. Hailee kalut untuk beberapa saat, sampai akhirnya yang bisa ia lakukan adalah menangis dalam diam. Air mata itu jatuh perlahan membasahi pipinya.
Perlahan Hailee memutar air kran dan membiarkan tubuhnya tersiram air dengan keadaannya memeluk lutut sambil membenamkan wajahnya. Karena semakin ia berusaha menolak, maka semakin besar rasa sesak yang diterimanya.
"Kenapa harus aku?"
Air kran bercampur dengan air mata kepahitan. Rasa dingin sudah menusuk jauh didalam hati Hailee, namun tak sedikitpun ia beranjak dari ketidakberdayaan dirinya saat ini. Pikirannya masih terbayang-bayang mengenai apa yang tadi profesor Amstrong katakan di ruangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Eyes [ON-HOLD]
ФэнтезиHailee D Anderson, remaja perempuan yang satu ini memang sulit ditebak dan misterius, bahkan ia tidak pernah tau kalau selama ini dialah yang dicari-cari oleh para penyihir sesuai apa yang sudah diramalkan. Namun siapa sangka dibalik keunikannya jus...